JAYAPURA-Pengelolaan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Papua bakal dikembalikan ke pemerintah kabupaten dan kota. Hal ini sebagaimana diatur dalamPeraturan Pemerintah 106 Tahun 2021.
Terkait pengembalian SMA/SMK ke kabupaten/kota, Gubernur Papua Lukas Enembe dalam acara Rakerda dengan para bupati dan wali kota di Jayapura Rabu (15/6) lalu mengaku sakit hati dengan dikembalikannya kewenangan pengelolaan SMA/SMK ke pemerintah kabupaten/kota. Sebab, proses pengalihan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi dulu sangat menguras tenaga dan pikiran.
“SMA/SMK dikembalikan juga ke kabupaten/kota. Kita setengah mati dulu urus pengalihan aset dan segala macam. Dua tahun itu kita urus lalu pengalihan ke provinsi. Tapi sekarang dikembalikan lagi ke kabupaten/kota. Aduh sakit,” kata Enembe.
Dengan peralihan tersebut, Gubernur Enembe mengingatkan bupati/wali kota agar segala pembiayaan yang menjadi kewenangan daerah harus dilaksanakan dengan baik dan jangan sampai salah sasaran.
“Jangan pakai dana lalu tidak biaya hal yang menjadi tanggung jawab bupati/wali kota. Itu berbahaya,” tegas Enembe saat itu.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, Protasius Lobia memaparkan, sejak berlakunya Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana seluruh Indonesia sudah pengalihan 100 persen sejak Juli 2017. Lalu Papua Barat 96 persen sementara Papua saat itu masih 0 persen.
“Saat itu Gubernur Papua Lukas Enembe menolak pengalihan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi. Namun ini adalah amanat UU pemerintahan daerah,” kata Lobia kepada Cenderawasih Pos, Jumat (17/6).
Lanjutnya, pada tangal 18 Mei 2018 penyerahan secara resmi oleh Kepala BKN RI tentang SK pengalihan status kepegawaian guru tenaga pendidikan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi.
“Proses ini cukup rumit karena di beberapa kabupaten langsung pemutusan gaji dan saat itu Provinsi Papua cukup kewalahan, karena bagaimana proses gaji dan lainnya. Hingga membuat BKN, BKD dan BKAD kerepotan saat input daftar gaji saat itu,” terangnya.
Ia menerangkan, ini bukan kehendak Pemerintah Provinsi Papua melainkan kehendak regulasi Otsus jilid II maupun PP 106 yang akibat dari 107 yang persentase dana Otsusnya besar ke kabupaten/kota.
“Proses yang dilakukan gubernur dan bupati/wali kota kemarin adalah proses akibat dari kemauan regulasi. Apa yang dilaksanakan kemarin merupakan penandatangan secara simbolis bahwa proses ini sudah pasti akan dilakukan sesuai aturan. Kepastian nanti kapan dilakukan itu proses pada sektor,” bebernya.
Pengalihan tersebut menurut Lobia akan sah ketika SK penempatan dan status kepegawaian provinsi ke kepegawaian kota dan kabupaten akan dikeluarkan oleh BKN. Namun pihaknya sudah menyiapkan dokumen P3D kepegawaian bahkan sudah sampai ke BKN.
“Proses ini tidak rumit seperti waktu lalu. Karena sistim di BKD dan BKN semua terkoneksi per kabupaten/kota. Bahkan mungkin per sekolah termasuk penggajian. Dimana gaji akan pindah dari provinsi ke kabupaten/kota jika SK defnitif pengalihan status oleh BKN ada,” tambahnya.
Lanjutnya, tahun depan pihaknya sudah tidak lagi merencanakan kegiatan yang bukan lagi menjadi kewenangannya. Sesuai PP nomor 106 seperti urus gaji, pangkat, berkala. Dalam amanat PP nomor 106 bukan berarti provinsi tidak bertanggung jawab terkait dengan manajemen pendidikan secara keseluruhan.
“Perencanaan kebutuhan guru secara menyeluruh menjadi tugasnya provinsi, yang menjadi fokus provinsi kemungkinan besar bergerak pada pendidikan khusus, layanan khusus dan pendidikan khusus bagi OAP sesuai amanat PP 106 termasuk di dalamnya pengembangan pendidikan komunitas akademik,” terangnya.
Yang merepotkan menurut Lobia, kabupaten/kota yang sistim anggarannya belum menggunakan Sistim Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) masih menggunakan Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA). Untuk itu, kabupaten yang belum menggunakan SIPD agar egera melakukan penyesuaian.
Terlebih, RKS SMA/SMK terintegrasi bukan dengan Simda tapi dengan SIPD dan ini sistim yang sudah baku dilakukan secara nasional oleh Kementrian Dalam Negeri khusunya Dirjen Keuangan Daerah dan Kementrian Pendidikan.
“Kalau mereka sudah pindah karena SK gaji sudah dialihkan, maka mereka tidak akan mendapat tunjangangan penghasilan pegawai dari kami. Itu sudah menjadi tanggung jawab bupati/wali kota,” tutupnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura, Ted Mokay mengatakan, kebijakan baru ini tidak ada persoalan berarti yang dihadapi oleh Pemkab Jayapura dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura.
“Sebenarnya tidak ada persoalan ataupun masalah terkait dengan pelimpahan kewenangan pengurusan SMA dan SMK yang dikembalikan ke kabupaten,” ucap Ted Mokay kepada wartawan di Sentani Jumat (17/6) kemarin.
Dia mengatakan kebijakan ini akan mulai diberlakukan pada saat tahun ajaran baru nanti. Kembalinya kemenangan pengurusan SMA dan SMK ke tingkat kabupaten ini merupakan amanat dari Undang-Undang Otsus nomor 2 tahun 2021.
“Inikan hanya berlaku di Papua dan Papua Barat, karena ada kebijakan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 atau otsus jilid 2 itu,” katanya.
Mengenai apa saja yang dipersiapkan terkait dengan pelimpahan kewenangan pengelolaan SMA dan SMK nanti, Ted Mokay mengaku tidak ada hal yang luar biasa yang dilakukan pemerintah. Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura hanya mengambil data-data pendidikan termasuk tenaga pendidik dan juga inventarisir sekolah di lembaga SMA dan SMK yang ada di Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua.
“Kami hanya meminta data dari provinsi kemudian mencari beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Jayapura terutama SMA dan SMK ini. Sehingga data yang sementara ini tercatat di provinsi itu nanti yang akan kita pakai ke depan. Mulai dari data guru data siswa inventarisir sekolah dan semua data yang berkaitan dengan lembaga pendidikan SMA dan SMK itu, jadi kita hanya ambil data dapodiknya saja sudah tuntas ” ungkapnya.
Di Kabupaten Jayapura menurutnya ada sejumlah SMK dan SMA baik sekolah yang statusnya dikelola oleh pihak swasta juga ada sekolah yang statusnya negeri. Khusus untuk negeri ada sekitar lima sekolah SMA dan SMK.
Terkait dengan pengalihan SMK/SMA dari provinsi ke kabupaten/kota, diharapkan agar keputusan terrsebut nantinya tidak menjadi kendala bagi para guru.
Wakil Managemen Mutu (WMM) SMK Negeri 3 Jayapura, Fransiscus Tunggul K. Amarta, S.Pd., menyebutkan mengenai peralihan SMA/SMK dari provinsi kepada kab/kota, sudah dilakukan pertemuan antara para kepala sekolah dengan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) untuk membahas dan melaporkan.
Dari pembahasan itu, dilemparkanlah poling pendapat kepada para guru, dan guru-guru diminta untuk mengisi.
“Sebenarnya kami bingung, yang mana tadinya kami dibawah naungan pemerintah kabupaten dan kota dialihkan ke Pemprov dan sekarang dialihkan kembali ke pemerintah kabupaten dan kota,” katanya kepada Cenderawasih Pos, Jumat (17/6) kemarin.
Pada masa peralihan sebelumnya, pihaknya mengalami kendala dalam hal ini keterlambatan gaji. Untuk itu, Fransiscus beralihan peralihan kali ini tidak mengalami hal yang sama saat dilakukan peralihan dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi.
“Selain itu kami juga belum tahu pasti apakah tunjangan nantinya berbeda atau sama, dan apakah dalam pengurusan sertifikasi nantinya dipermudah atau tidak. Banyak hal yang menjadi perhatian di sini,” terangnya.
Pihaknya berharap jika peralihan lagi, kendala-kendala yang dialami jangan sampai terulang lagi. “Pertanyaan kami kenapa ini hanya berlaku di Papua saja, di Papua Barat tidak demikian. Kalau bisa biar kami SMA/SMK tetap di bawah Pemerintah Provinsi saja,” tambahnya.
Meskipun demikian, sebagai aparatur sipil negara yang bertugas di lapangan tentunya pihaknya menerima apa yang menjadi keputusan pemerintah. (fia/roy/ana/nat)