
JAYAPURA-Perlakuan bejat dilakukan seorang pria berinisial S (35) yang tega menghamili anak tirinya yang masih berusia 15 tahun. Dimana kejadian tersebut terjadi pada September 2020 dan baru dilaporkan ayah kandung korban sesuai laporan polisi nomor 315/III/2021/13/3/2021.
Dari pengakuan korban yang merupakan seorang pelajar, persetubuhan dilakukan selama 3 kali bersama pelaku inisial S (35) yang terjadi di bulan September 2020 tanpa sepengetahuan ibu korban. Dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) di rumah pelaku.
Kapolrestas Jayapura Kota, Kombes Pol. Gustav R Urbinas melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Jayapura Kota, Ipda Tantu Usman menyampaikan, kasus ini dilaporkan ayah kandung korban. Saat ini pelaku telah berada dalam tahanan rutan Mapolresta Jayapura Kota untuk proses penyidikan atas kasus tersebut.
“Pelaku sudah dilakukan penahanan sejak Selasa (16/3). Ia melanggar UU Perlindungan Anak pasal 81,” jelas Tantu Usman kepada Cenderawasih Pos, Selasa (16/3)
Dari hasil pemeriksaan Penyidik Unit PPA Polresta Jayapura Kota, korban memaparkan kejadian yang menimpanya bermula September 2020 di rumahnya. Dimana ada keadaan yang membuat mereka mudah berkomunikasi lantaran ibu korban yang jualan dan pulang ke rumah saat malam hari.
“Pengakuan korban membuat kami sedikit kaget, korban sendiri yang mengajak ayah tirinya itu. Namun untuk proses ini kami melibatkan Psikologi Polda untuk mendampingi korban, dikhwatirkan jangan sampai ada tekanan dari pihak lain terhadap korban,” paparnya.
Lanjutnya, pengakuan korban di hadapan penyidik PPA mengaku tidak ada iming-iming apapun. Melainkan mereka suka sama suka, sementara pengakuan pelaku dimana antara dirinya dan korban sering chating dengan korban selayaknya orang pacaran.
“Dari pengakuan korban, perasaan dia kepada ayah tirinya layaknya seorang pasangan. Namun keterangan ini tidak langsung kami percaya begitu saja. Untuk itu, kami rencana melibatkan pihak psikologi SDM Polda Papua lantaran usia kehamilan korban sudah 6 bulan,” terangnya.
Terkait dengan kasus ini, Satreskrim Polresta Jayapura khususnya Unit PPA tetap berkomitmen dimana pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kasus ini adalah UU khusus dan diliknya adalah dilik biasa. Oleh sebab itu, kendati nantinya mereka mencabut kasus ini maka proses hukum tetap berjalan.
“Tidak ada istilah karena berdamai kemudian pelakunya dibebaskan, tetap kami proses hingga selesai. Kasus ini tetap berjalan sekalipun berdamai guna memberikan efek jera kepada pelaku,” tegasnya.
Disamping itu, perlu juga disampaikan kepada orang tua terkait dampak dan efek handphone. Sebagaimana dari pengakuan korban, awalnya ia sering menonton konten dewasa di handphonenya hingga kejadian tersebut bisa terjadi.
Inilah yang membuat korban merasa terobsesi untuk melakukan hal itu, sehingga korban mengajak pelaku. “Tetapi ini hanya pemeriksaan awal. Kami belum bisa menyimpulkan apakah keterangan korban ini benar. Karena masih perlu didampingi oleh psikologi untuk kita mengetahui bagaimana kondisi kejiwaan anak tersebut. Apakah keterangan yang diberikan murni dari dia sendiri atau ada tekanan dari pihak lain,” tambahnya.
Sementara itu, pendampingan pemenuhan hak dia selaku korban, Unit PPA Polresta Jayapura Kota telah bersurat ke Kapolda Papua untuk meminta tenaga ahli psikologi dari Polda Papua untuk mendampingi korban, sehingga ada pemulihan psikologis yang bisa didapat dari pendampingan tersebut. “Korban sementara bersama ibunya, kondisinya baik dan dilakukan visum pada Selasa (16/3) untuk mengetahui kondisi kehamilannya,” pungkasnya. (fia/nat)