Saturday, April 20, 2024
30.7 C
Jayapura

Penangkapan di Ruang Akademik Diminta Dihentikan

Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav R Urbinas

*Gelar Mimbar Bebas dan Posko di Kampus, 4 Mahasiswa Diamankan

JAYAPURA- Personel Polresta Jayapura Kota mengamankan 4 orang Mahasiswa USTJ di Kampus USTJ, Senin (15/6). Adapun keempat orang mahasiswa tersebut yakni  Marthen Pakage, Semi Gobay, Albert Yatipai dan Ones Yalak.

Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav R Urbinas menyampaikan, keempat mahasiswa tersebut diamankan terkait dengan mimbar bebas dan pembentukan Posko Peduli 7 korban rasisme Papua yang saat ini sedang diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

“Kami amankan mereka terkait dengan tidak adanya izin secara internal untuk kegiatan di lingkungan lembaga USTJ. Untuk itu, kami diminta bantuan oleh pihak kampus untuk mengambil  tindakan membubarkan kegiatan yang sudah diselenggarakan sejak tanggal 13 hingga 15 Juni 2020,” jelas Kapolresta Gustav Urbinas saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (15/6).

Terkait hal ini, , sekira pukul 08.00 WIT hingga 09.00 WIT, Kapolres dengan beberapa personel melakukan pembubaran dengan mengamankan 4 orang tersebut di sekitar kampus USTJ serta mengamankan pamflet.

Lanjut Kapolresta, keempat orang yang diamankan tidak lain untuk dimintai klarifikasi dan keterangan terkait dengan agenda yang mereka lakukan, status kemahasiswaan, identitas,  pemberitahuan juga rekomendasi izin dari lembaga yang tidak ada. Sebab, dapat merugikan  institusi lembaga tersebut.

“Kita masih memintai keterangan kepada keempat orang tersebut  dan akan kita kaji fakta faktanya dengan barang bukti yang ada. Terkait apakah perbuatan mereka melawan hukum yang dilakukan termasuk dasar aturan pemerintah sebagaimana maklumat Kapolri dan surat edaran Gubernur Papua dan instruksi Wali Kota Jayapura terkait pembatasan sosial,” bebernya.

Oleh sebab itu, potensi untuk kegiatan mengumpulkan massa dan berkerumun tidak boleh dilaksanakana, termasuk di lembaga. Karena kegiatan perkuliahaan saat ini dibatasai secara online. Sehingga menjadi pertimbangan agar tidak ada penyebaran virus.

“Yang tidak kalah penting  mengadakan kegiatan yang mengumpulkan masa yang bisa  menjadi tindakan yang fatal, menyebabkan penyebaran virus corona. Ini harus kita cegah sedini mungkin,” paparnya.

Baca Juga :  Untuk Nakes, Kota Jayapura Butuh 3.000-an Vaksin

Dari pemeriksaan sementara lanjut Kapolresta, status keempat orang ini dalam pengakuan mereka sebagai mahasiswa. Pihaknya saat ini sedang mendalami  identitas mereka, namun  sejauh ini pengakuannya status mahasiswa USTJ.

“Mereka masih kami amankan di Mapolresta guna klarifikasi. Terkait pembebasan, setelah dimintai keterangan. Yang pasti,  kami maksimalkan waktu selama 1 kali 24 jam untuk  bisa menentukan  perbuatan meteka, apakah ada peristiwa hukum yang dilanggar atau tidak. Kalau proses pemeriksaan sudah selesai dan tidak ter bukti makan kami pulangkan mereka,” tuturnya.

Secara terpisah, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua meminta untuk menghentikan penangkapan dalam ruang akademik serta membebaskan 4 orang mahasiswa USTJ. Sebagaimana lingkungan kampus masuk dalam kategori lingkungan akademik.

Koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay menyampaikan berkaitan dengan aktivitas di dalam lingkungan akademik merupakan bagian dari kegiatan akademik. Sehingga kegiatan mimbar bebas terkait pembebasan 7 Tapol Papua di Kaltim yang dilakukan oleh mahasiswa USTJ dipandang sebagai bagian langsung dari kegiatan akademik.

Untuk diketahui bahwa kegiatan akademik dan keagamaan secara jelas disebutkan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Disebutkan bahwa kegiatan akademik dan keagamaan merupakan kegiatan yang dikecualikan dalam kewajiban pemberian surat pemberitahuan sebagaimana diatur pada pasal 10 ayat (4), UU Nomor 9 Tahun 1998.

“Dengan mengacu pada dasar yuridis di atas serta mengacu pada fakta tidak adanya pelanggaran hukum apapun (khususnya Pasal 6, UU Nomor 9 Tahun 1998) yang diakibatkan. Karena mimbar bebas mahasiswa USTJ dalam lingkungan kampus USTJ maka sudah seharusnya 4 Orang Mahasiswa USTJ   itu dibebaskan,” tegasnya.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua juga menegaskan aparat penegak hukum dalam hal ini Polri, wajib menghormati dan melindungi hak demokrasi warga negara yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. 

Baca Juga :  Mahfud MD Resmi jadi Cawapres Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024

“Kapolda Papua dan jajarannya segera membebaskan 4 mahasiswa USTJ yang ditangkap pada tanggal 15 Juni 2020 sebagai wujud pengormatan terhadap UU Nomor 9 Tahun 1998,” pungkasnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua BEM Fakultas Ekonomi Sastra dan Sosial Politik USTJ, Marvin Yobe, menyebutkan empat orang rekannya yang diamankan tersebut merupakan pengurus Badan Eksekutf Mahasiswa (BEM) Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

“Mereka ditangkap saat membuka Posko di kampus untuk pembebasan tujuh tahanan politik pejuang anti rasisme di Kalimantan Timur,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.

Yobe menilai, Polisi sudah melanggar aturan. Sebab para mahasiswa ini ditangkap di halaman kampus dan sikap polisi sudah membungkam demokrasi di negara demokrasi 

“Dari peristiwa ini, kami minta agar mereka dibebaskan. Karena ini benar-benar mereka membungkam ruang demokrasi yang berlaku di negara ini. Aparat harus melihat bagian ini,” katanya.

Yobe menambahkan para mahasiswa sudah membuka posko di kampus sejak Sabtu (13/6). Tujuannya untuk menyerukan agar tujuh tahanan politik Papua yang saat ini sedang menjalani proses peradilan di Kalimantan Timur, segera dibebaskan.“Karena mereka adalah korban rasisme, bukan pelaku atau pelanggar hukum hukum indonesian jangan kepada kulit putuh lemah dan hitam tegas ini tidak adil,” katanya.

Lebih jauh Yobe mengatakan peserta aksi dalam orasi dan pernyataan sikap mereka, mendukung pembebasan tanpa syarat terhadap tujuh tahanan politik  Papua. Para mahasiswa menilai ketujuh tapol tersebut merupakan korban praktik rasisme terhadap Papua.

“Itu merupakan ketidakadilan dan diskriminasi (dalam penegakan) hukum. Tuntutan jaksa terhadap mereka melukai hati kami dan Rakyat Papua, dalam situasi rasis yang memanas ini,” katanya. (fia/oel/nat)

Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav R Urbinas

*Gelar Mimbar Bebas dan Posko di Kampus, 4 Mahasiswa Diamankan

JAYAPURA- Personel Polresta Jayapura Kota mengamankan 4 orang Mahasiswa USTJ di Kampus USTJ, Senin (15/6). Adapun keempat orang mahasiswa tersebut yakni  Marthen Pakage, Semi Gobay, Albert Yatipai dan Ones Yalak.

Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Gustav R Urbinas menyampaikan, keempat mahasiswa tersebut diamankan terkait dengan mimbar bebas dan pembentukan Posko Peduli 7 korban rasisme Papua yang saat ini sedang diadili di Pengadilan Negeri Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

“Kami amankan mereka terkait dengan tidak adanya izin secara internal untuk kegiatan di lingkungan lembaga USTJ. Untuk itu, kami diminta bantuan oleh pihak kampus untuk mengambil  tindakan membubarkan kegiatan yang sudah diselenggarakan sejak tanggal 13 hingga 15 Juni 2020,” jelas Kapolresta Gustav Urbinas saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (15/6).

Terkait hal ini, , sekira pukul 08.00 WIT hingga 09.00 WIT, Kapolres dengan beberapa personel melakukan pembubaran dengan mengamankan 4 orang tersebut di sekitar kampus USTJ serta mengamankan pamflet.

Lanjut Kapolresta, keempat orang yang diamankan tidak lain untuk dimintai klarifikasi dan keterangan terkait dengan agenda yang mereka lakukan, status kemahasiswaan, identitas,  pemberitahuan juga rekomendasi izin dari lembaga yang tidak ada. Sebab, dapat merugikan  institusi lembaga tersebut.

“Kita masih memintai keterangan kepada keempat orang tersebut  dan akan kita kaji fakta faktanya dengan barang bukti yang ada. Terkait apakah perbuatan mereka melawan hukum yang dilakukan termasuk dasar aturan pemerintah sebagaimana maklumat Kapolri dan surat edaran Gubernur Papua dan instruksi Wali Kota Jayapura terkait pembatasan sosial,” bebernya.

Oleh sebab itu, potensi untuk kegiatan mengumpulkan massa dan berkerumun tidak boleh dilaksanakana, termasuk di lembaga. Karena kegiatan perkuliahaan saat ini dibatasai secara online. Sehingga menjadi pertimbangan agar tidak ada penyebaran virus.

“Yang tidak kalah penting  mengadakan kegiatan yang mengumpulkan masa yang bisa  menjadi tindakan yang fatal, menyebabkan penyebaran virus corona. Ini harus kita cegah sedini mungkin,” paparnya.

Baca Juga :  Pemda Nduga Raih WTP dari BPK RI Perwakilan Papua

Dari pemeriksaan sementara lanjut Kapolresta, status keempat orang ini dalam pengakuan mereka sebagai mahasiswa. Pihaknya saat ini sedang mendalami  identitas mereka, namun  sejauh ini pengakuannya status mahasiswa USTJ.

“Mereka masih kami amankan di Mapolresta guna klarifikasi. Terkait pembebasan, setelah dimintai keterangan. Yang pasti,  kami maksimalkan waktu selama 1 kali 24 jam untuk  bisa menentukan  perbuatan meteka, apakah ada peristiwa hukum yang dilanggar atau tidak. Kalau proses pemeriksaan sudah selesai dan tidak ter bukti makan kami pulangkan mereka,” tuturnya.

Secara terpisah, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua meminta untuk menghentikan penangkapan dalam ruang akademik serta membebaskan 4 orang mahasiswa USTJ. Sebagaimana lingkungan kampus masuk dalam kategori lingkungan akademik.

Koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay menyampaikan berkaitan dengan aktivitas di dalam lingkungan akademik merupakan bagian dari kegiatan akademik. Sehingga kegiatan mimbar bebas terkait pembebasan 7 Tapol Papua di Kaltim yang dilakukan oleh mahasiswa USTJ dipandang sebagai bagian langsung dari kegiatan akademik.

Untuk diketahui bahwa kegiatan akademik dan keagamaan secara jelas disebutkan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Disebutkan bahwa kegiatan akademik dan keagamaan merupakan kegiatan yang dikecualikan dalam kewajiban pemberian surat pemberitahuan sebagaimana diatur pada pasal 10 ayat (4), UU Nomor 9 Tahun 1998.

“Dengan mengacu pada dasar yuridis di atas serta mengacu pada fakta tidak adanya pelanggaran hukum apapun (khususnya Pasal 6, UU Nomor 9 Tahun 1998) yang diakibatkan. Karena mimbar bebas mahasiswa USTJ dalam lingkungan kampus USTJ maka sudah seharusnya 4 Orang Mahasiswa USTJ   itu dibebaskan,” tegasnya.

Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua juga menegaskan aparat penegak hukum dalam hal ini Polri, wajib menghormati dan melindungi hak demokrasi warga negara yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. 

Baca Juga :  Gawat Dana KPS Habis, Tiga Rumah Sakit Menjerit

“Kapolda Papua dan jajarannya segera membebaskan 4 mahasiswa USTJ yang ditangkap pada tanggal 15 Juni 2020 sebagai wujud pengormatan terhadap UU Nomor 9 Tahun 1998,” pungkasnya.

Secara terpisah, Wakil Ketua BEM Fakultas Ekonomi Sastra dan Sosial Politik USTJ, Marvin Yobe, menyebutkan empat orang rekannya yang diamankan tersebut merupakan pengurus Badan Eksekutf Mahasiswa (BEM) Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

“Mereka ditangkap saat membuka Posko di kampus untuk pembebasan tujuh tahanan politik pejuang anti rasisme di Kalimantan Timur,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.

Yobe menilai, Polisi sudah melanggar aturan. Sebab para mahasiswa ini ditangkap di halaman kampus dan sikap polisi sudah membungkam demokrasi di negara demokrasi 

“Dari peristiwa ini, kami minta agar mereka dibebaskan. Karena ini benar-benar mereka membungkam ruang demokrasi yang berlaku di negara ini. Aparat harus melihat bagian ini,” katanya.

Yobe menambahkan para mahasiswa sudah membuka posko di kampus sejak Sabtu (13/6). Tujuannya untuk menyerukan agar tujuh tahanan politik Papua yang saat ini sedang menjalani proses peradilan di Kalimantan Timur, segera dibebaskan.“Karena mereka adalah korban rasisme, bukan pelaku atau pelanggar hukum hukum indonesian jangan kepada kulit putuh lemah dan hitam tegas ini tidak adil,” katanya.

Lebih jauh Yobe mengatakan peserta aksi dalam orasi dan pernyataan sikap mereka, mendukung pembebasan tanpa syarat terhadap tujuh tahanan politik  Papua. Para mahasiswa menilai ketujuh tapol tersebut merupakan korban praktik rasisme terhadap Papua.

“Itu merupakan ketidakadilan dan diskriminasi (dalam penegakan) hukum. Tuntutan jaksa terhadap mereka melukai hati kami dan Rakyat Papua, dalam situasi rasis yang memanas ini,” katanya. (fia/oel/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya