Friday, April 19, 2024
25.7 C
Jayapura

Tatib DPRP Berisi Poin Pimpinan Harus OAP

JAYAPURA – DPR Papua nampaknya belum move one  dan masih ngotot soal pimpinan DPR Papua. Mereka meminta pimpinan DPRP  haruslah orang asli Papua. Ini dikatakan demi kesulungan atau hak politik OAP yang selama ini terkesan selalu menjadi nomor dua. Harusnya bisa menjadi kebanggaan di negeri sendiri meski secara aturan tak ada yang menyebut bahwa pimpinan DPRP haruslah OAP. 

“Itu juga yang kami sampaikan ke Mendagri. Pimpinan DPRP haruslah OAP dan itu masuk dalam tata tertib yang kami konsultasikan,” kata salah satu anggota DPRP, Amos Edoway  usai kembali dari Jakarta bersama tim DPRP yang  masuk dalam tim Tata Tertib DPRP, Jumat (13/12).

 Ia menyebut dari 19 anggota DPRP yang menghadap Dirjen Kemendagri ini semua satu suara dan  dari konsultasi ini akan dibawa untuk diparipurnakan. Kata Amos jika bicara representasi maka pimpinan lembaga bisa menjadi cermin untuk itu. “Rasa mencintai negara ini jangan  diperkecil tapi bagaimana melayani orang Papua dimana hak politiknya bisa tetap diakomodir. Harga diri orang Papua itu ada di DPRP, kalau wakil pimpinan atau pimpinan komisi silahkan saja dari non OAP tapi pimpinan lembaga kami tetap meminta OAP,”  jelasnya. 

Baca Juga :  Tabrakan di Ring Road, Dua Pria Tewas Seketika

Ditanya soal 69 anggota DPRP yang sebagian besar adalah OAP apakah tidak mewakili hak politik  OAP selama ini hingga harus meminta jabatan pimpinan lagi, kata Amos hak politik memang ada tapi posisi yang diinginkan jangan menggangu pucuk pimpinan. “Posisi wakil silakan namun jangan posisi pimpinan. Kami pikir kemarin NasDem juga harusnya konsultasi ke MRP dulu soal keaslian orang asli Papua, nanti MRP yang jelaskan semua,” tambah Amos yang menyatakan mewakili suara rakyatnya. 

 Disinggung bahwa Otsus disahkan tahun 2001 dan berlaku tahun 2002 namun baru sekarang semua meributkan soal pimpinan harus OAP. Terkait ini kata Amos regulasi soal Perdasis Perdasus orang  asli Papua sudah dibuat namun tertahan di Depdagri. “Itu (Perdasi/Perdasus) OAP sudah dibuat tapi kenapa ditahan,” tanyanya. 

Terkait ini salah satu akademisi Uncen, Fery Kareth, SH., M.Hum.,  kembali memberikan pencerahan. Ia menyampaikan bahwa jika  beberapa anggota DPRP meminta pimpinan harus OAP maka dasar hukumnya apa? 

Baca Juga :  Fosil Kerang Laut Ditemukan di Wilayah Danau Love

 Hal tersebut menurutnya tidak bisa dilakukan karena tak ada aturannya. Partai pemenang Pemilu menurutnya yang menentukan siapa yang akan ditunjuk. Itu sesuai dengan undang-undang Pemilu. Kata Fery Kareth, jangan terus menerus mempolitisir Otsus. Sebab Otsus bukan segala-galanya. “Ingat Otsus bukan segala-galanya. Mengacu saja pada undang-undang yang ada. Soal ini hanya mengatur gubernur dan wakilnya makanya bupati dan wakil juga tak ada aturan harus Orang Asli Papua,” tegasnya. 

 Namun jika mau seperti itu (harus OAP) maka disarankan untuk melakukan amandemen undang-undang dan itu harus diperjuangkan. Fery juga mengingatkan untuk hati-hati membuat Perdasi Perdasus. Sebab jika melanggar dengan aturan yang lebih tinggi maka akan dibatalkan demi hukum. “Ada banyak aspek yang akan dinilai dan jika bertentangan dengan hirarki maka tidak akan disahkan. Kebanyakan tidak disetujui karena dinilai seperti itu. Kami berharap anggota DPRP dan MRP saat pembekalan ini juga diberitahu soal ini. Jangan sudah kerja keras, kuras anggaran tapi tidak diakui dan mentah lagi. Buang-buang waktu, energi dan anggaran,” singgungnya. (ade/nat)  

JAYAPURA – DPR Papua nampaknya belum move one  dan masih ngotot soal pimpinan DPR Papua. Mereka meminta pimpinan DPRP  haruslah orang asli Papua. Ini dikatakan demi kesulungan atau hak politik OAP yang selama ini terkesan selalu menjadi nomor dua. Harusnya bisa menjadi kebanggaan di negeri sendiri meski secara aturan tak ada yang menyebut bahwa pimpinan DPRP haruslah OAP. 

“Itu juga yang kami sampaikan ke Mendagri. Pimpinan DPRP haruslah OAP dan itu masuk dalam tata tertib yang kami konsultasikan,” kata salah satu anggota DPRP, Amos Edoway  usai kembali dari Jakarta bersama tim DPRP yang  masuk dalam tim Tata Tertib DPRP, Jumat (13/12).

 Ia menyebut dari 19 anggota DPRP yang menghadap Dirjen Kemendagri ini semua satu suara dan  dari konsultasi ini akan dibawa untuk diparipurnakan. Kata Amos jika bicara representasi maka pimpinan lembaga bisa menjadi cermin untuk itu. “Rasa mencintai negara ini jangan  diperkecil tapi bagaimana melayani orang Papua dimana hak politiknya bisa tetap diakomodir. Harga diri orang Papua itu ada di DPRP, kalau wakil pimpinan atau pimpinan komisi silahkan saja dari non OAP tapi pimpinan lembaga kami tetap meminta OAP,”  jelasnya. 

Baca Juga :  Kapolres Sebut Pelakunya KKB

Ditanya soal 69 anggota DPRP yang sebagian besar adalah OAP apakah tidak mewakili hak politik  OAP selama ini hingga harus meminta jabatan pimpinan lagi, kata Amos hak politik memang ada tapi posisi yang diinginkan jangan menggangu pucuk pimpinan. “Posisi wakil silakan namun jangan posisi pimpinan. Kami pikir kemarin NasDem juga harusnya konsultasi ke MRP dulu soal keaslian orang asli Papua, nanti MRP yang jelaskan semua,” tambah Amos yang menyatakan mewakili suara rakyatnya. 

 Disinggung bahwa Otsus disahkan tahun 2001 dan berlaku tahun 2002 namun baru sekarang semua meributkan soal pimpinan harus OAP. Terkait ini kata Amos regulasi soal Perdasis Perdasus orang  asli Papua sudah dibuat namun tertahan di Depdagri. “Itu (Perdasi/Perdasus) OAP sudah dibuat tapi kenapa ditahan,” tanyanya. 

Terkait ini salah satu akademisi Uncen, Fery Kareth, SH., M.Hum.,  kembali memberikan pencerahan. Ia menyampaikan bahwa jika  beberapa anggota DPRP meminta pimpinan harus OAP maka dasar hukumnya apa? 

Baca Juga :  Pembunuh Sertu Eka Merupakan Karib KKB Toni Tabuni

 Hal tersebut menurutnya tidak bisa dilakukan karena tak ada aturannya. Partai pemenang Pemilu menurutnya yang menentukan siapa yang akan ditunjuk. Itu sesuai dengan undang-undang Pemilu. Kata Fery Kareth, jangan terus menerus mempolitisir Otsus. Sebab Otsus bukan segala-galanya. “Ingat Otsus bukan segala-galanya. Mengacu saja pada undang-undang yang ada. Soal ini hanya mengatur gubernur dan wakilnya makanya bupati dan wakil juga tak ada aturan harus Orang Asli Papua,” tegasnya. 

 Namun jika mau seperti itu (harus OAP) maka disarankan untuk melakukan amandemen undang-undang dan itu harus diperjuangkan. Fery juga mengingatkan untuk hati-hati membuat Perdasi Perdasus. Sebab jika melanggar dengan aturan yang lebih tinggi maka akan dibatalkan demi hukum. “Ada banyak aspek yang akan dinilai dan jika bertentangan dengan hirarki maka tidak akan disahkan. Kebanyakan tidak disetujui karena dinilai seperti itu. Kami berharap anggota DPRP dan MRP saat pembekalan ini juga diberitahu soal ini. Jangan sudah kerja keras, kuras anggaran tapi tidak diakui dan mentah lagi. Buang-buang waktu, energi dan anggaran,” singgungnya. (ade/nat)  

Berita Terbaru

Artikel Lainnya