Wednesday, April 24, 2024
31.7 C
Jayapura

PGGJ, LMA dan Paguyuban Dukung Pemkab Jayawijaya

JUMPA PERS: Sejumlah pimpinan Paguyuban Nusantara, Persatuan Gereja-Gereja Jayawijaya dan Lembaga Masyarakat Adat saat menggelar jumpa pers di Wamena, Selasa (12/3). ( FOTO : Denny/Cepos)

WAMENA-Sanksi sosial berupa perendaman di Kolam Lupa Ingatan di kantor Bupati Jayawijaya terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial) dan mucikari yang terjaring razia, mendapat dukungan dari Paguyuban Nusantara Jayawijaya, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dan Persekutuan Gereja-Gereja Jayawijaya (PGGJ).

Meskipun sempat disebutkan adanya kritikan dari Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Papua kepada Pemkab Jayawijaya, namun menurut Paguyuban Nusantara Jayawijaya, LMA dan PGGJ, sanksi sosial tersebut untuk memberikan efek jera dan tidak untuk membunuh karakter manusia. 

Untuk itu, Paguyuban Nusantara Jayawijaya, LMA dan PGGJ memberikan dukungan kepada Pemkab Jayawijaya untuk terus melakukan upaya penindakan dengan tegas seperti itu, demi kaemanan dan keteriban masyarakat di Kabupaten Jayawijaya. 

Ketua PGGJ yang juga salah seorang aktifis HIV-AIDS Jayawijaya, Pdt. Yoram Yogobi mengaku sangat mendukung Pemkab Jayawijaya untuk menciptakan suasana kondusif dengan memberantas semua penyakit masyarakat yang terjadi di Wamena. 

Untuk itu, tindakan perendaman dan pemulangan kembali para pelaku menurutnya merupakan hal yang positif.

“Kita tahu di Jayawijaya sudah ada Perda Pelarangan Miras, namun oraktek prostitusi masih tumbuh subur karena tidak adanya tindakan tegas dan Perda ini seakan-akan tulisan semata. Untuk itu, kami sepakat untuk mendukung para penegak hukum melaksanakan isi dari Perda ini,”tegasnya dalam jumpa pers di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Selasa (12/3). 

Baca Juga :  Di Abepura, Delapan Ruko  Terbakar

Ia menjelaskan bahwa penindakan ini disepakati bersama pasca kasus pembunuhan salah seorang tokoh agama, Desember 2018 lalu. Dimana menurut Pdt. Yoram Yogobi, adanya dukungan kepada pemerintah daerah untuk menghadirkan kembali suasana yang aman, tentram dan nyaman di Wamena dan Kabupaten Jayawijaya pada umumnya. 

 “Perendaman ini sama sekali tidak mematikan karakter dari manusia sebagai pelakunya. Ini sebuah pembelajaran untuk pihak-pihak yang merugikan banyak orang. Sebab dampak dari Miras dan prostitusi sangat merugikan orang Papua,” tegasnya. 

Di tempat yang sama Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Rudi Hartono Ismail mencontohkan peraturan di Aceh, dimana apabila ada warga yang melanggar diberi hukum cambuk di depan umum dan bahkan diaerak di kota untuk memberikan efek jera secara sosial.

“Kita di Jayawijaya juga harus ada kerarifan lokal seperti ini yang bisa diangkat di tengah masyarakat yang mendiami daerah ini, Untuk itu, kalau sudah disepakati bersama maka sebenarnya tidak ada masalah hukuman seperti itu. Karena yang merasakan adalah paguyuban yang mendiami daerah bisa merasa aman,”ucap Rudi Hartono yang juga Rektor STISIP Yapis Amal Ilmiah Wamena.

Rudi menilai jika metode perendaman ini bisa meningkatkan situasi keamanan yang lebih baik, maka seharusnya memberikan dukungan pada pengambil kebijakan. Sebab ini juga tidak akan menjadi momok bagi warga karena itu menjadi pembelajaran masyarakat yang lain khususnya untuk Miras dan prostitusi.

Baca Juga :  Pelaku Pembakaran Rumah KPU Teridentifikasi

“Ada penyakit masyarakat yang sulit untuk dibendung. Contoh Miras, prostitusi terselubung judi dan lain-lain yang mengakibatkan banyak korban. Kalau sudah seperti itu kami sebagai paguyuban yang merasa resah dan tidak nyaman berada di sini,”pungkasnya.

Hal yang sama disampaikan Ketua Ikatan Keluarga Maluku Tengah yang juga Ketua DPRD Jayawijaya, Taufik Petrus Latuihamallo. 

Menurutnya, apa yang terjadi dan menjadi polimik saat ini, kalau dilihat pemerintah daerah tak perlu mengambil langkah perendaman jika penegakan hukum itu berat kepada para pelaku. 

Perda menurutnya juga sudah mengatur sanksi hukumnya tetapi pada prakteknya hal ini tak pernah ditindak tegas oleh penegak hukum dan itu merupakan kekesalan semua pihak.

“Kita mendorong dan memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mengambil tindakan yang perlu untuk menertibkan dan memberikan rasa nyaman bagi masyarakatnya. Saya ingin memberikan contoh, kemarin PSK yang tertangkap 1 di antaranya pernah tertangkap dan sudah menandatangani pernyataan untuk tidak melakukan lagi,”tegasnya.

“Orang-orang di luar sana jangan hanya bicara di luar. Datang dan saksikan sendiri apa yang terjadi sehingga masalah ini tak perlu menjadi polimik,” sambungnya. (jo/nat) 

JUMPA PERS: Sejumlah pimpinan Paguyuban Nusantara, Persatuan Gereja-Gereja Jayawijaya dan Lembaga Masyarakat Adat saat menggelar jumpa pers di Wamena, Selasa (12/3). ( FOTO : Denny/Cepos)

WAMENA-Sanksi sosial berupa perendaman di Kolam Lupa Ingatan di kantor Bupati Jayawijaya terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial) dan mucikari yang terjaring razia, mendapat dukungan dari Paguyuban Nusantara Jayawijaya, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dan Persekutuan Gereja-Gereja Jayawijaya (PGGJ).

Meskipun sempat disebutkan adanya kritikan dari Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Papua kepada Pemkab Jayawijaya, namun menurut Paguyuban Nusantara Jayawijaya, LMA dan PGGJ, sanksi sosial tersebut untuk memberikan efek jera dan tidak untuk membunuh karakter manusia. 

Untuk itu, Paguyuban Nusantara Jayawijaya, LMA dan PGGJ memberikan dukungan kepada Pemkab Jayawijaya untuk terus melakukan upaya penindakan dengan tegas seperti itu, demi kaemanan dan keteriban masyarakat di Kabupaten Jayawijaya. 

Ketua PGGJ yang juga salah seorang aktifis HIV-AIDS Jayawijaya, Pdt. Yoram Yogobi mengaku sangat mendukung Pemkab Jayawijaya untuk menciptakan suasana kondusif dengan memberantas semua penyakit masyarakat yang terjadi di Wamena. 

Untuk itu, tindakan perendaman dan pemulangan kembali para pelaku menurutnya merupakan hal yang positif.

“Kita tahu di Jayawijaya sudah ada Perda Pelarangan Miras, namun oraktek prostitusi masih tumbuh subur karena tidak adanya tindakan tegas dan Perda ini seakan-akan tulisan semata. Untuk itu, kami sepakat untuk mendukung para penegak hukum melaksanakan isi dari Perda ini,”tegasnya dalam jumpa pers di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Selasa (12/3). 

Baca Juga :  Di Abepura, Delapan Ruko  Terbakar

Ia menjelaskan bahwa penindakan ini disepakati bersama pasca kasus pembunuhan salah seorang tokoh agama, Desember 2018 lalu. Dimana menurut Pdt. Yoram Yogobi, adanya dukungan kepada pemerintah daerah untuk menghadirkan kembali suasana yang aman, tentram dan nyaman di Wamena dan Kabupaten Jayawijaya pada umumnya. 

 “Perendaman ini sama sekali tidak mematikan karakter dari manusia sebagai pelakunya. Ini sebuah pembelajaran untuk pihak-pihak yang merugikan banyak orang. Sebab dampak dari Miras dan prostitusi sangat merugikan orang Papua,” tegasnya. 

Di tempat yang sama Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Rudi Hartono Ismail mencontohkan peraturan di Aceh, dimana apabila ada warga yang melanggar diberi hukum cambuk di depan umum dan bahkan diaerak di kota untuk memberikan efek jera secara sosial.

“Kita di Jayawijaya juga harus ada kerarifan lokal seperti ini yang bisa diangkat di tengah masyarakat yang mendiami daerah ini, Untuk itu, kalau sudah disepakati bersama maka sebenarnya tidak ada masalah hukuman seperti itu. Karena yang merasakan adalah paguyuban yang mendiami daerah bisa merasa aman,”ucap Rudi Hartono yang juga Rektor STISIP Yapis Amal Ilmiah Wamena.

Rudi menilai jika metode perendaman ini bisa meningkatkan situasi keamanan yang lebih baik, maka seharusnya memberikan dukungan pada pengambil kebijakan. Sebab ini juga tidak akan menjadi momok bagi warga karena itu menjadi pembelajaran masyarakat yang lain khususnya untuk Miras dan prostitusi.

Baca Juga :  BPS Harapkan Kerja Sama Semua Pihak

“Ada penyakit masyarakat yang sulit untuk dibendung. Contoh Miras, prostitusi terselubung judi dan lain-lain yang mengakibatkan banyak korban. Kalau sudah seperti itu kami sebagai paguyuban yang merasa resah dan tidak nyaman berada di sini,”pungkasnya.

Hal yang sama disampaikan Ketua Ikatan Keluarga Maluku Tengah yang juga Ketua DPRD Jayawijaya, Taufik Petrus Latuihamallo. 

Menurutnya, apa yang terjadi dan menjadi polimik saat ini, kalau dilihat pemerintah daerah tak perlu mengambil langkah perendaman jika penegakan hukum itu berat kepada para pelaku. 

Perda menurutnya juga sudah mengatur sanksi hukumnya tetapi pada prakteknya hal ini tak pernah ditindak tegas oleh penegak hukum dan itu merupakan kekesalan semua pihak.

“Kita mendorong dan memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mengambil tindakan yang perlu untuk menertibkan dan memberikan rasa nyaman bagi masyarakatnya. Saya ingin memberikan contoh, kemarin PSK yang tertangkap 1 di antaranya pernah tertangkap dan sudah menandatangani pernyataan untuk tidak melakukan lagi,”tegasnya.

“Orang-orang di luar sana jangan hanya bicara di luar. Datang dan saksikan sendiri apa yang terjadi sehingga masalah ini tak perlu menjadi polimik,” sambungnya. (jo/nat) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya