“Bahkan bisa-bisanya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan yang sangat bertentangan dengan UU,” ujar Mufti.
Dia menyayangkan respons sejumlah pejabat yang terkesan membela aktivitas tambang lalu muncul narasi-narasi yang bertentangan dengan suara masyarakat asli Papua.Mufti pun mengkritik respons Pemerintah yang dinilai terlalu reaktif namun lamban dalam menyikapi polemik tambang nikel di kawasan Pulau kecil Raja Ampat, Papua Barat Daya sebab penghentian sementara tambang baru dilakukan setelah tagar #SaveRajaAmpat menjadi perhatian publik di media sosial.
“Ini bukan persoalan baru. Aturan tentang larangan tambang di pulau-pulau kecil sudah jelas, tapi tetap saja izin pertambangan dikeluarkan. Pemerintah jangan menunggu viral dulu baru bergerak,” ungkapnya.Di samping perkara viral, Mufti menilai yang perlu menjadi pertanyaan adalah bagaimana izin-izin tambang di kawasan Raja Ampat bisa muncul. (*/JawaPos.com)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos