Friday, November 22, 2024
34.7 C
Jayapura

Ketua MRP PPS: Investasi Harus Pro Rakyat

MERAUKE – Adanya penolakan masyarakat adat Aywu di Kabupaten Boven Digoel terhadap kehadiran PT Indo Asiana Lestari, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit  mendapat tanggapan Ketua Majelis Rakyat Papua Damianus Katayu. Menurut  Damianus Katayu  protes yang dilakukan  masyarakat adat Aywu terhadap kehadiran perusahaan tersebut terkait dengan hak-hak masyarakat yang ada di sana.

‘’Yang pertama harus kita pikir bahwa investasi itu harus pro rakyat. Artinya investor punya uang, tapi kami pemilik yang punya tanah. Supaya  kami tidak kehilangan bagaimana investasi itu harus pro rakyat. Artinya, kami juga harus menjadi pemilik modal dalam  investasi tersebut. Itu yang harus dipikirkan,’’ katanya.

Yang harus diingatkan, kata Damianus Katayu, mengapa di Kalimantan orang bisa kaya dari sawit. Tapi di Papua, sawit justru menjadi sumber masalah.

‘’Berarti  disini ada penanganan yang salah. Penanganan yang slaah itu seperti apa. Misalnya, 20 persen plasma  itu harus diberikan kepada pemilik tanah. Ini yang sampai sekarang kiita belum lihat langkah-langkah nyata dari investor khusus di  perkebunan kelapa sawit ini. Ini  yang harus diperhatikan,’’ katanya.

Dikatakan, kalau hari ini masyarakat melakukan protes, berarti ada sesuatu yang salah dan tidak benar. Maka sesuatu yang salah  dan tidak benar tersebut harus didudukan secara   bersama. ‘’Hari ini mereka melakukan langkah-langkah hukum,’’ katanya.    

Baca Juga :  Dianggap Menghina Uskup, Anggota MRP Papua Pegunungan Dipolisikan

   Damianus Katayu mengaku bahwa sampai hari ini belum ada pengaduan dari masyarakat adat Aywu kepada Majelis Rakyat Papua Selatan  dan pihaknya baru mengikuti di media terkait dengan langkah-langkah hukum dan penolakan yang dilakukan masyarakat  adat Aywu atas hutan dan tanahnya  yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit tersebut.   

‘’Kami berharap ketika MRP mendapatkan pengaduan secara resmi maka kami akan mengundang  para pihak,’’ katanya. Artinya, kata dia,  dalam  persoalan menghindari terjadi konflik.  Kedua belah pihak antara masyarakat adat dan perusahaan didudukan, kira-kira  permasalahannya apa. Soal  nilai adalah urusan kedua. Tapi  yang terpenting adalah adanya komitmen kedua belah pihak  dalam menyelesaikan persoalan  tersebut.

Damianus menambahkan bahwa  jika keberatan dan penolakan datang dari masyarakat adat sebagai pemilik  hak ulayat berarti masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses investasi tersebut.

‘’Kalaupun ada, biasanya peroknum saja. Tapi secara kelembagaan, masyarakat adat tidak dilibatkan. Ini menjadi penting agar penguatan kelembagaan adat ini penting. Karena kelembagaan adat hadir bukan untuk menghambat. Tapi bagian untuk memperkuat identitas masyarakat, supaya  ada hal-hal untuk berbicara kepentingan masyarakat. Kalau hari ini kita katakan investasi untuk kepentingan masyarakat mengapa tidak. Tapi kalau itu merugikan masyarakat bagaimana  kita memberikan dukungan,’’   tandasnya.

Baca Juga :  Diingatkan Kelola Hibah Sesuai Aturan Perundang-Undangan 

MRP Papua Selatan, sambung  dia akan mengawal kasus tersebut  ketika sudah mendapatkan pengaduan dari masyarakat dengan memanggil para pihak untuk duduk bersama. ‘’Soal proses hukum itu rananya  berbeda. Tapi, kami menjadi mediator untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang ada berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku khususnya UU Otsus,’’ jelasnya.

Lalu, kapan  kedua pihak dipertemukan? Damianus  Katayu mengaku masih menunggu pengaduan dari masyarakat. ‘’Kalau hari ini ada pengaduan maka kita tentu  segera turun ke lapangan terlebih dahulu, kemudian kita mengundang kedua belah pihak untuk menyelesaikan  sengketa yang terjadi tersebut berdasarkan perundang-undangan yang berlaku khususnya UU Otonomi Khusus Papua,’’ tambahnya. (ulo/wen)   

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos   

MERAUKE – Adanya penolakan masyarakat adat Aywu di Kabupaten Boven Digoel terhadap kehadiran PT Indo Asiana Lestari, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit  mendapat tanggapan Ketua Majelis Rakyat Papua Damianus Katayu. Menurut  Damianus Katayu  protes yang dilakukan  masyarakat adat Aywu terhadap kehadiran perusahaan tersebut terkait dengan hak-hak masyarakat yang ada di sana.

‘’Yang pertama harus kita pikir bahwa investasi itu harus pro rakyat. Artinya investor punya uang, tapi kami pemilik yang punya tanah. Supaya  kami tidak kehilangan bagaimana investasi itu harus pro rakyat. Artinya, kami juga harus menjadi pemilik modal dalam  investasi tersebut. Itu yang harus dipikirkan,’’ katanya.

Yang harus diingatkan, kata Damianus Katayu, mengapa di Kalimantan orang bisa kaya dari sawit. Tapi di Papua, sawit justru menjadi sumber masalah.

‘’Berarti  disini ada penanganan yang salah. Penanganan yang slaah itu seperti apa. Misalnya, 20 persen plasma  itu harus diberikan kepada pemilik tanah. Ini yang sampai sekarang kiita belum lihat langkah-langkah nyata dari investor khusus di  perkebunan kelapa sawit ini. Ini  yang harus diperhatikan,’’ katanya.

Dikatakan, kalau hari ini masyarakat melakukan protes, berarti ada sesuatu yang salah dan tidak benar. Maka sesuatu yang salah  dan tidak benar tersebut harus didudukan secara   bersama. ‘’Hari ini mereka melakukan langkah-langkah hukum,’’ katanya.    

Baca Juga :  Oknum Anggota Polda Papua Dijebloskan ke Sel

   Damianus Katayu mengaku bahwa sampai hari ini belum ada pengaduan dari masyarakat adat Aywu kepada Majelis Rakyat Papua Selatan  dan pihaknya baru mengikuti di media terkait dengan langkah-langkah hukum dan penolakan yang dilakukan masyarakat  adat Aywu atas hutan dan tanahnya  yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit tersebut.   

‘’Kami berharap ketika MRP mendapatkan pengaduan secara resmi maka kami akan mengundang  para pihak,’’ katanya. Artinya, kata dia,  dalam  persoalan menghindari terjadi konflik.  Kedua belah pihak antara masyarakat adat dan perusahaan didudukan, kira-kira  permasalahannya apa. Soal  nilai adalah urusan kedua. Tapi  yang terpenting adalah adanya komitmen kedua belah pihak  dalam menyelesaikan persoalan  tersebut.

Damianus menambahkan bahwa  jika keberatan dan penolakan datang dari masyarakat adat sebagai pemilik  hak ulayat berarti masyarakat adat tidak dilibatkan dalam proses investasi tersebut.

‘’Kalaupun ada, biasanya peroknum saja. Tapi secara kelembagaan, masyarakat adat tidak dilibatkan. Ini menjadi penting agar penguatan kelembagaan adat ini penting. Karena kelembagaan adat hadir bukan untuk menghambat. Tapi bagian untuk memperkuat identitas masyarakat, supaya  ada hal-hal untuk berbicara kepentingan masyarakat. Kalau hari ini kita katakan investasi untuk kepentingan masyarakat mengapa tidak. Tapi kalau itu merugikan masyarakat bagaimana  kita memberikan dukungan,’’   tandasnya.

Baca Juga :  Peduli Pengungsi Intan Jaya, Demokrat Papua Beri Bantuan Sembako

MRP Papua Selatan, sambung  dia akan mengawal kasus tersebut  ketika sudah mendapatkan pengaduan dari masyarakat dengan memanggil para pihak untuk duduk bersama. ‘’Soal proses hukum itu rananya  berbeda. Tapi, kami menjadi mediator untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang ada berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku khususnya UU Otsus,’’ jelasnya.

Lalu, kapan  kedua pihak dipertemukan? Damianus  Katayu mengaku masih menunggu pengaduan dari masyarakat. ‘’Kalau hari ini ada pengaduan maka kita tentu  segera turun ke lapangan terlebih dahulu, kemudian kita mengundang kedua belah pihak untuk menyelesaikan  sengketa yang terjadi tersebut berdasarkan perundang-undangan yang berlaku khususnya UU Otonomi Khusus Papua,’’ tambahnya. (ulo/wen)   

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos   

Berita Terbaru

Artikel Lainnya