Friday, March 29, 2024
29.7 C
Jayapura

Resesi Bukan Akhir dari Segalanya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) menerima pandangan mini Fraksi PAN yang diserahkan oleh Eko Patrio saat rapat dengan Badan Anggaran DPR di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (7/9/2020). Rapat membahas aporan dan pengesahan hasil Panja pembahasan RUU P2 APBN TA 2019. FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS

JAKARTA, Jawa Pos – Meski besar kemungkinan Indonesia masuk jurang resesi, namun hal itu bukan akhir dari segalanya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, kondisi resesi tak lantas membuat ekonomi tanah air buruk.

‘’Tidak berarti kondisinya sangat buruk. Karena kita lihat kalau kontraksi lebih kecil dan bisa pulih di bidang konsumsi, investasi, belanja pemerintah diakselerasi, ekspor membaik maka bisa berharap pertumbuhan ekonomi kuartal III lebih baik,’’ ujarnya di Gedung DPR, kemarin (7/9).

Ani menjelaskan, kenaikan jumlah pasien positif Covid-19 harus terus diwaspadai. Sebab, mau tidak mau, faktor kesehatan masih mempengaruhi dinamika ekonomi.

Oleh sebab itu, pemerintah kini masih terus fokus untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di berbagai wilayah. Adapun kondisi ekonomi saat ini memang masih terjadi kontraksi akibat konsumsi yang menurun hingga 5,8 persen dan investasi 8 persen.

Baca Juga :  Bertengkar dengan Keluarga, Sayat Leher Hingga Tewas

Meski begitu, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebut bahwa kondisi ekonomi saat ini berangsur membaik. ‘’Artinya membaik dibanding kondisi April, Mei dan Juni. Kita berharap kuartal III yang akan terdiri Juli, Agustus, September indikator pertumbuhan ekonomi akan lebih baik dibanding kuartal II,’’ tutur dia.

Namun, meski ekonomi kuartal III diproyeksi masih belum sepenuhnya pulih, tetapi hal itu masih lebih baik jika dibandingkan dengan ekonomi negara-negara lainnya yang diprediksi akan mengalami kontraksi yang cukup tajam. ‘’Kita dibandigkan negara lainnya cukup lebih baik karena negara lainnya kontraksinya capai minus 20 persen,’’ tambahnya.

Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menuturkan hal senada. Kondisi sektor finansial RI pun disebutnya masih tetap kuat.

Baca Juga :  Lima Mimpi Pemprov Papua di Tahun 2020

Ketum Partai Golkar itu memerinci, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan hingga 31 Agustus 2020 di level 23,1 persen. Angka itu tercatat masih jauh dari ambang batas 8 persen.Selain itu, DPK (dana pihak ketiga) tumbuh 8,53 persen. ‘’Jadi DPK cukup meningkat,’’ tambahnya.

Tak hanya itu, Airlangga menyebut, peran sektor perbankan terhadap pemulihan ekonomi nasional juga cukup besar. Untuk restrukturisasi, pinjaman totalnya sudah mencapai Rp 857,6 triliun.

Angka tersebut terdiri dari restrukturisasi nasabah korporasi Rp 502,7 triliun untuk 1,24 juta debitur dan nasabah UMKM Rp 354,26 triliun untuk 5,76 juta nasabah. ‘’Untuk sektor UMKM penyaluran KUR ini per September target Rp 190 triliun, realisasi Rp 103 triliun dan jumlah nasabah tambahan 3 juta nasabah,’’ katanya. (dee/JPG)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) menerima pandangan mini Fraksi PAN yang diserahkan oleh Eko Patrio saat rapat dengan Badan Anggaran DPR di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (7/9/2020). Rapat membahas aporan dan pengesahan hasil Panja pembahasan RUU P2 APBN TA 2019. FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS

JAKARTA, Jawa Pos – Meski besar kemungkinan Indonesia masuk jurang resesi, namun hal itu bukan akhir dari segalanya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, kondisi resesi tak lantas membuat ekonomi tanah air buruk.

‘’Tidak berarti kondisinya sangat buruk. Karena kita lihat kalau kontraksi lebih kecil dan bisa pulih di bidang konsumsi, investasi, belanja pemerintah diakselerasi, ekspor membaik maka bisa berharap pertumbuhan ekonomi kuartal III lebih baik,’’ ujarnya di Gedung DPR, kemarin (7/9).

Ani menjelaskan, kenaikan jumlah pasien positif Covid-19 harus terus diwaspadai. Sebab, mau tidak mau, faktor kesehatan masih mempengaruhi dinamika ekonomi.

Oleh sebab itu, pemerintah kini masih terus fokus untuk menanggulangi pandemi Covid-19 di berbagai wilayah. Adapun kondisi ekonomi saat ini memang masih terjadi kontraksi akibat konsumsi yang menurun hingga 5,8 persen dan investasi 8 persen.

Baca Juga :  Poin Perdana

Meski begitu, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menyebut bahwa kondisi ekonomi saat ini berangsur membaik. ‘’Artinya membaik dibanding kondisi April, Mei dan Juni. Kita berharap kuartal III yang akan terdiri Juli, Agustus, September indikator pertumbuhan ekonomi akan lebih baik dibanding kuartal II,’’ tutur dia.

Namun, meski ekonomi kuartal III diproyeksi masih belum sepenuhnya pulih, tetapi hal itu masih lebih baik jika dibandingkan dengan ekonomi negara-negara lainnya yang diprediksi akan mengalami kontraksi yang cukup tajam. ‘’Kita dibandigkan negara lainnya cukup lebih baik karena negara lainnya kontraksinya capai minus 20 persen,’’ tambahnya.

Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menuturkan hal senada. Kondisi sektor finansial RI pun disebutnya masih tetap kuat.

Baca Juga :  Ada Taman Untuk Santai di Lantai IX ,Lift Khusus Masyarakat

Ketum Partai Golkar itu memerinci, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan hingga 31 Agustus 2020 di level 23,1 persen. Angka itu tercatat masih jauh dari ambang batas 8 persen.Selain itu, DPK (dana pihak ketiga) tumbuh 8,53 persen. ‘’Jadi DPK cukup meningkat,’’ tambahnya.

Tak hanya itu, Airlangga menyebut, peran sektor perbankan terhadap pemulihan ekonomi nasional juga cukup besar. Untuk restrukturisasi, pinjaman totalnya sudah mencapai Rp 857,6 triliun.

Angka tersebut terdiri dari restrukturisasi nasabah korporasi Rp 502,7 triliun untuk 1,24 juta debitur dan nasabah UMKM Rp 354,26 triliun untuk 5,76 juta nasabah. ‘’Untuk sektor UMKM penyaluran KUR ini per September target Rp 190 triliun, realisasi Rp 103 triliun dan jumlah nasabah tambahan 3 juta nasabah,’’ katanya. (dee/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya