Wednesday, April 24, 2024
27.7 C
Jayapura

Ada yang Menangis, Ada yang Berdoa

BINTARA: Peserta sidang kelulusan akhir Bintara Polri tahun 2019 saat mendengarkan pengumuman kelulusan di SPN Polda Papua, Kamis (1/8).( FOTO : Elfira/Cepos)

101 OAP Lulus Bintara Polri

JAYAPURA-Suasana tegang dan hening di aula Elsama Numberi SPN Polda Papua, Distrik Jayapura Utara sebelum panitia seleksi penerimaan anggota Polri tahun 2019 Polda Papua membacakan hasil kelulusan, Kamis (1/8)

Ada yang berdoa sendiri-sendiri di kursi berwarna biru tua, ada juga yang saling merangkul penuh kecemasan sembari menunggu hasil seleksi yang dibacakan oleh panitia seleksi. Ada yang terharu hingga menangis saat namanya dibacakan lulus seleksi.

Dalam sidang kelulusan akhir Bintara Polri tahun  2019 Panda Papua, penentuan kelulusan akhir Bintara Polisi Tugas Umum (PTU) Saran III. Dimana berdasarkan presentase jumlah peserta  yang tersisa Orang Asli Papua (OAP) 43 persen sementara non OAP 57 persen (data lengkap lihat grafis).

Wakapolda Papua Brigjen Pol Yakobus Marjuki  menerangkan, banyak yang jatuh dalam seleksi karena psikotest, fisik dan kesehatan yang tidak bisa ditolerir. Kalaupun nanti ditolerir kesehatan dikhawatirkan yang bersangkutan meninggal dalam pendidikan.

“Kita semua ingin anak-anak ini lulus, namun mereka ini jatuh saat seleksi psikotest dan kesehatan,” ucap Wakapolda usai memimpin Sidang Kelulusan Akhir Bintara Polri Tahun 2019 Panda Papua di SPN.

Dikatakan, terhadap mereka yang tidak lulus, Polda Papua memberikan kebijakan kepada calon Brigadir  yang tidak lulus untuk mengikuti tes kembali dan masih ada peluang tahun depan. “Dengan latihan sungguh-sungguh maka dipastikan mereka bisa lulus,” tuturnya.

“Kelulusan mereka kita gunakan rangking. Kita memerlukan orang-orang yang memang perlu kecerdasan untuk bisa melayani masyarakat dengan baik ketika jadi polisi nanti,” sambungnya.

Dikatakan, dalam seleksi kelulusan akhir Bintara Polri tahun 2019 Panda Papua, semua dilakukan secara transparan dan bisa dicek secara cepat. Pihaknya juga membuka peluang  bagi yang merasa lulus namun tidak diluluskan untuk dapat melapor.

Baca Juga :  Dokter Muda Hilang Saat Selam Buru Ikan

“Untuk yang lulus jangan euforia dalam perpisahan, namun mari berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan serta keluarga,” pintanya. 

Menurutnya, banyak langkah dan upaya yang bisa dilakukan dalam rangka mencari bibit  unggul menjadi seorang anggota Polri. Dan ini perlu kerja sama Pemda setempat dalam mendidik dan melatih anak-anak putra daerah setempat yang mau masuk Polisi.

Sementara itu, salah satu orang tua Laban Hamadi mengaku bangga ketika anaknya lulus dalam sidang kelulusan akhir Bintara Polri Tahun 2019 Panda Papua.

“Sangat mensyukuri ini, pasalnya selama ini ia merahasiakan ini semua. Kami tidak tahu kalau dia sedang ikut tes, kami mengetahui ketika ada surat datang ke rumah untuk menghadiri  kelulusan hari ini,” pungkasnya. 

Sementara itu, peserta yang tidak lulus seleksi Casis Bintara PTU Polda Papua meminta keadilan dari Kapolda Papua, DPR Papua dan Gubernur Papua. Bahkan Komnas HAM Perwakilan Papua. 

Sebab, kebijakan 70-30 bagi orang asli Papua (OAP) yang dijanjikan dalam penerimaan Bintara PTU Polda Papua dinilai diabaikan.

“Kita sudah tes sampai di tahapan paling terakhir, kemudian dijanjikan 70-30 persen dengan prioritas OAP, namun nyatanya malah sebaliknya, di mana kami OAP yang sudah sedikit. Malah digugurkan lagi 24 orang di tahap akhir, sehingga kini tersisa 98 OAP (42 persen) dan 130 non OAP (58 persen),” ungkap Paulus Swabra, salah seorang peserta Casis OAP yang gugur saat bertandang ke gedung Graha Pena Papua, Kamis (1/8) malam.

Baca Juga :  BPOM Jayapura Musnahkan 6.354 Kosmetik Ilegal

Hasil ini membuatnya kecewa dengan janji-janji 70 – 30 yang terus disampaikan. Namun kenyataannya dalam kuota yang diberikan, jumlah peserta OAP ditutupi  jumlah peserta non OAP.

“Kecuali bermasalah, seperti mabuk atau berkelahi baru digugurkan tes. Tapi kami ini digugurkan bukan karena itu. Melainkan karena hanya alasan pemeringkatan, termasuk nilai akademik. Artinya, kalau dari awal nilai akademik kami tidak memenuhi standard, kenapa tidak langsung digugurkan, melainkan sampai di tahap akhir baru gugur,” sebut Hery Evan Korison, peserta lainnya.

“Belum lagi, dari awal kami selalu dibilang untuk diutamakan karena OAP. Mereka bilang kami harus bangga sebagai OAP karena lebih diprioritaskan dibandingkan non OAP. Namun, pada akhirnya malah terbalik, non OAP yang malah lebih mendominasi OAP. Ini yang sangat membuat kami kecewa,” sambungnya.

Sementara itu, orang tua peserta penerimaan Casis Bintara, Mika Kayai juga menuntut penegakkan UU Otsus. “Pasalnya, kami kecewa sekali. Panitia dan pengambil keputusan harus melihat UU Otsus bagi OAP. Kapolda perlu perhatikan ini dengan baik,” terangnya.

Orang tua peserta lainnya, Septina Rumaseuw, mengaku kecewa terhadap Kapolri dan Kapolda karena janji 70 – 30 bagi OAP yang tak ditepati. Dimana hingga tahapan akhir 24 OAP digugurkan lagi.

“Yang buat kami lebih kecewa lagi ialah dalam 1 bulan terakhir, anak-anak kami dididik seolah-olah sudah menjadi siswa, namun sampai di tahap akhir malah dijatuhkan. Komnas HAM juga dinilai tidak banyak berpengaruh karena tak dapat mengakomodir hak dari OAP,”tambahnya. (fia/gr/nat)

BINTARA: Peserta sidang kelulusan akhir Bintara Polri tahun 2019 saat mendengarkan pengumuman kelulusan di SPN Polda Papua, Kamis (1/8).( FOTO : Elfira/Cepos)

101 OAP Lulus Bintara Polri

JAYAPURA-Suasana tegang dan hening di aula Elsama Numberi SPN Polda Papua, Distrik Jayapura Utara sebelum panitia seleksi penerimaan anggota Polri tahun 2019 Polda Papua membacakan hasil kelulusan, Kamis (1/8)

Ada yang berdoa sendiri-sendiri di kursi berwarna biru tua, ada juga yang saling merangkul penuh kecemasan sembari menunggu hasil seleksi yang dibacakan oleh panitia seleksi. Ada yang terharu hingga menangis saat namanya dibacakan lulus seleksi.

Dalam sidang kelulusan akhir Bintara Polri tahun  2019 Panda Papua, penentuan kelulusan akhir Bintara Polisi Tugas Umum (PTU) Saran III. Dimana berdasarkan presentase jumlah peserta  yang tersisa Orang Asli Papua (OAP) 43 persen sementara non OAP 57 persen (data lengkap lihat grafis).

Wakapolda Papua Brigjen Pol Yakobus Marjuki  menerangkan, banyak yang jatuh dalam seleksi karena psikotest, fisik dan kesehatan yang tidak bisa ditolerir. Kalaupun nanti ditolerir kesehatan dikhawatirkan yang bersangkutan meninggal dalam pendidikan.

“Kita semua ingin anak-anak ini lulus, namun mereka ini jatuh saat seleksi psikotest dan kesehatan,” ucap Wakapolda usai memimpin Sidang Kelulusan Akhir Bintara Polri Tahun 2019 Panda Papua di SPN.

Dikatakan, terhadap mereka yang tidak lulus, Polda Papua memberikan kebijakan kepada calon Brigadir  yang tidak lulus untuk mengikuti tes kembali dan masih ada peluang tahun depan. “Dengan latihan sungguh-sungguh maka dipastikan mereka bisa lulus,” tuturnya.

“Kelulusan mereka kita gunakan rangking. Kita memerlukan orang-orang yang memang perlu kecerdasan untuk bisa melayani masyarakat dengan baik ketika jadi polisi nanti,” sambungnya.

Dikatakan, dalam seleksi kelulusan akhir Bintara Polri tahun 2019 Panda Papua, semua dilakukan secara transparan dan bisa dicek secara cepat. Pihaknya juga membuka peluang  bagi yang merasa lulus namun tidak diluluskan untuk dapat melapor.

Baca Juga :  Kenalan di FB, ABG Diperkosa dan Hamil

“Untuk yang lulus jangan euforia dalam perpisahan, namun mari berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan serta keluarga,” pintanya. 

Menurutnya, banyak langkah dan upaya yang bisa dilakukan dalam rangka mencari bibit  unggul menjadi seorang anggota Polri. Dan ini perlu kerja sama Pemda setempat dalam mendidik dan melatih anak-anak putra daerah setempat yang mau masuk Polisi.

Sementara itu, salah satu orang tua Laban Hamadi mengaku bangga ketika anaknya lulus dalam sidang kelulusan akhir Bintara Polri Tahun 2019 Panda Papua.

“Sangat mensyukuri ini, pasalnya selama ini ia merahasiakan ini semua. Kami tidak tahu kalau dia sedang ikut tes, kami mengetahui ketika ada surat datang ke rumah untuk menghadiri  kelulusan hari ini,” pungkasnya. 

Sementara itu, peserta yang tidak lulus seleksi Casis Bintara PTU Polda Papua meminta keadilan dari Kapolda Papua, DPR Papua dan Gubernur Papua. Bahkan Komnas HAM Perwakilan Papua. 

Sebab, kebijakan 70-30 bagi orang asli Papua (OAP) yang dijanjikan dalam penerimaan Bintara PTU Polda Papua dinilai diabaikan.

“Kita sudah tes sampai di tahapan paling terakhir, kemudian dijanjikan 70-30 persen dengan prioritas OAP, namun nyatanya malah sebaliknya, di mana kami OAP yang sudah sedikit. Malah digugurkan lagi 24 orang di tahap akhir, sehingga kini tersisa 98 OAP (42 persen) dan 130 non OAP (58 persen),” ungkap Paulus Swabra, salah seorang peserta Casis OAP yang gugur saat bertandang ke gedung Graha Pena Papua, Kamis (1/8) malam.

Baca Juga :  Dijanjikan, Pekan Depan Forum Aliansi Honorer Bertemu Pj Gubernur Papua

Hasil ini membuatnya kecewa dengan janji-janji 70 – 30 yang terus disampaikan. Namun kenyataannya dalam kuota yang diberikan, jumlah peserta OAP ditutupi  jumlah peserta non OAP.

“Kecuali bermasalah, seperti mabuk atau berkelahi baru digugurkan tes. Tapi kami ini digugurkan bukan karena itu. Melainkan karena hanya alasan pemeringkatan, termasuk nilai akademik. Artinya, kalau dari awal nilai akademik kami tidak memenuhi standard, kenapa tidak langsung digugurkan, melainkan sampai di tahap akhir baru gugur,” sebut Hery Evan Korison, peserta lainnya.

“Belum lagi, dari awal kami selalu dibilang untuk diutamakan karena OAP. Mereka bilang kami harus bangga sebagai OAP karena lebih diprioritaskan dibandingkan non OAP. Namun, pada akhirnya malah terbalik, non OAP yang malah lebih mendominasi OAP. Ini yang sangat membuat kami kecewa,” sambungnya.

Sementara itu, orang tua peserta penerimaan Casis Bintara, Mika Kayai juga menuntut penegakkan UU Otsus. “Pasalnya, kami kecewa sekali. Panitia dan pengambil keputusan harus melihat UU Otsus bagi OAP. Kapolda perlu perhatikan ini dengan baik,” terangnya.

Orang tua peserta lainnya, Septina Rumaseuw, mengaku kecewa terhadap Kapolri dan Kapolda karena janji 70 – 30 bagi OAP yang tak ditepati. Dimana hingga tahapan akhir 24 OAP digugurkan lagi.

“Yang buat kami lebih kecewa lagi ialah dalam 1 bulan terakhir, anak-anak kami dididik seolah-olah sudah menjadi siswa, namun sampai di tahap akhir malah dijatuhkan. Komnas HAM juga dinilai tidak banyak berpengaruh karena tak dapat mengakomodir hak dari OAP,”tambahnya. (fia/gr/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya