Monday, May 13, 2024
25.7 C
Jayapura

Dikhawatirkan Hutan Bakau Habis Ditimbun

JAYAPURA – Penjabat Wali Kota Jayapura, Dr Frans Pekei mengutarakan bahwa ada kekhawatiran bagi pemerintah terkait hilangnya hutan adat di Kota Jayapura. Hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat dikarenakan dijual kepada pemodal. Harusnya, kata Pekei, lokasi atau tanah yang dimiliki saat ini dipertahankan untuk diwariskan kepada anak cucu nanti.

”Ini juga menjadi diskusi saya, pak Kapolres maupun pak Dandim tadi, bahwa jangan hari ini kami tanam tapi besok ada yang timbun sehingga saya meminta kepada masyarakat adat di Kampung Engros, Tobati dan Nafri yang memiliki kawasan hutan bakau di sepanjang Teluk Youtefa untuk bisa tetap menjadi pemilik dan terus menjaga,” kata Frans Pekei saat ditemui di sela – sela kegiatan penanaman pohon dalam rangka hari lingkungan hidup sedunia di samping Jembatan Yotefa, Sabtu (4/6).

Baca Juga :  Peradin Kota Jayapura Rencana Buka Prodi Master Advokat

  Iapun mengajak warga pemilik lokasi untuk melestarikan, sebab hutan mangrove merupakan tempat yang menghidupi. ”Jangan tergiur dengan rupiah yang dengan sekejap bisa habis tapi bagaimana mempertahankan lokasi untuk berkelanjutan yang artinya anak  cucu masih bisa melihat dan menikmati serta memiliki kebanggaan karena memberikan kehidupan,” bebernya.

   Nah tugas orang tua saat ini adalah memastikan kawasan ekosistem mangrove ini tetap dan terjaga. ”Pemerintah memang tidak bisa melarang menjual meski ada aturan secara nasional yang berkaitan dengan kawasan hutan lindung, cagar alam maupun TWA,” tambahnya.

   Wali Kota memberi contoh sepanjang Teluk Youtefa atau sepanjang jalan Holtekam ini merupakan Taman Wisata Alam yang  kewenangan untuk izin pengelolaannya ada di Kementerian LHK. Bisa diberi izin hanya untuk proses strategis nasional dan itupun terbatas semisal pembangunan Jembatan Youtefa atau Jalan Holtekam.

Baca Juga :  OAP Boleh Punya Banyak Anak , Asalkan Jarak Kelahiran Diatur

  “Ini boleh namun terbatas. Tapi di lapangan ternyata banyak sekali yang melanggar, yang membangun tanpa ada izinnya dan kami di pemerintah kota terbentur dengan kondisi kepemilikan,” tutup Pekei. (ade/tri)

JAYAPURA – Penjabat Wali Kota Jayapura, Dr Frans Pekei mengutarakan bahwa ada kekhawatiran bagi pemerintah terkait hilangnya hutan adat di Kota Jayapura. Hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat dikarenakan dijual kepada pemodal. Harusnya, kata Pekei, lokasi atau tanah yang dimiliki saat ini dipertahankan untuk diwariskan kepada anak cucu nanti.

”Ini juga menjadi diskusi saya, pak Kapolres maupun pak Dandim tadi, bahwa jangan hari ini kami tanam tapi besok ada yang timbun sehingga saya meminta kepada masyarakat adat di Kampung Engros, Tobati dan Nafri yang memiliki kawasan hutan bakau di sepanjang Teluk Youtefa untuk bisa tetap menjadi pemilik dan terus menjaga,” kata Frans Pekei saat ditemui di sela – sela kegiatan penanaman pohon dalam rangka hari lingkungan hidup sedunia di samping Jembatan Yotefa, Sabtu (4/6).

Baca Juga :  Dampak Gempa Juga Ganggu Jaringan Pipa Air

  Iapun mengajak warga pemilik lokasi untuk melestarikan, sebab hutan mangrove merupakan tempat yang menghidupi. ”Jangan tergiur dengan rupiah yang dengan sekejap bisa habis tapi bagaimana mempertahankan lokasi untuk berkelanjutan yang artinya anak  cucu masih bisa melihat dan menikmati serta memiliki kebanggaan karena memberikan kehidupan,” bebernya.

   Nah tugas orang tua saat ini adalah memastikan kawasan ekosistem mangrove ini tetap dan terjaga. ”Pemerintah memang tidak bisa melarang menjual meski ada aturan secara nasional yang berkaitan dengan kawasan hutan lindung, cagar alam maupun TWA,” tambahnya.

   Wali Kota memberi contoh sepanjang Teluk Youtefa atau sepanjang jalan Holtekam ini merupakan Taman Wisata Alam yang  kewenangan untuk izin pengelolaannya ada di Kementerian LHK. Bisa diberi izin hanya untuk proses strategis nasional dan itupun terbatas semisal pembangunan Jembatan Youtefa atau Jalan Holtekam.

Baca Juga :  Dinilai Paling Parah, Pemkot Kirimkan Escavator ke Kompleks Yapis

  “Ini boleh namun terbatas. Tapi di lapangan ternyata banyak sekali yang melanggar, yang membangun tanpa ada izinnya dan kami di pemerintah kota terbentur dengan kondisi kepemilikan,” tutup Pekei. (ade/tri)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya