Friday, December 27, 2024
25.7 C
Jayapura

Berpotensi Dibawa ke Pelanggaran HAM Berat

Pembunuhan dan Mutilasi 4 Warga di Mimika

JAYAPURA – Rekonstruksi terhadap peristiwa pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil yang dilakukan anggota TNI dari satuan Brigade Infanteri (Brigif)/20 Ima Jaya Keramo telah dilakukan di Mimika. Terdapat 50 agenda yang diperagakan.

Merespon peristiwa pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil tersebut, Komnas HAM RI Perwakilan Papua membentuk Tim untuk melakukan Pemantauan dan Penyelidikan yang dipimpin langsung Kepala Komnas HAM Frits Ramandey.

Dalam pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM di Mimika, Frits menyebut pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan TNI dari satuan Brigif/20 sudah direncanakan dua hari sebelumnya.

“Pembunuhan terhadap empat warga sipil dipersiapkan di lingkungan Markas mereka (Brigif/20-red). Yang didesain sedemikian rupa, bahwa kejahatannya adalah niat untuk merampok iya,” tegas Frits saat konferensi pers kasus pembunuhan dan mutilasi di Timika, Senin (5/9) di Kantor Komnas HAM.

Terkait senjata yang digunakan kata Frits, ada senjata yang dibawah keluar untuk menggunakan eksekusi tapi ada juga senjata pistol yang dipersiapkan untuk merekayasa  seakan akan terjadi jual beli senjata.

“Pertanyaan kita senjata yang digunakan sudah berapa kali sebagai alat untuk menipu demi kepentingan bisnis jual beli senjata dan peluru,” kata Frits.

Menurut Frits, kasus Mimika sebuah kejahatan kemanusiaan yang serius dan memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Sebab direncanakan di Markas TNI Brigif/20 lalu secara teknis diatur di luar.  “Kasus ini berpotensi dan sangat terbuka dibawah kepada pelanggaran HAM berat,” tegasnya.

Frits juga menyebut Komnas HAM pada 3 September lalu sudah bertemu dengan keluarga korban guna mengverifikasi status kepala kampung. Adapun pihak keluarga mengatakan salah satu dari korban adalah berstatus kepala kampung di Keneyam, Kabupaten Nduga.

Terkait dengan apakah keempat korban beraviliasi dengan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB), menurut Frits itu adalah pertanyaan yang tidak penting dan terkesan pertanyaan tersebut dibuat buat.

“Keluarga korban menegaskan bahwa empat orang yang dibunuh merupakan warga sipil biasa, mereka tidak beraviliasi dengan KSB. Selain itu, keluarga juga memastikan salah satu berstatus sebagai Kepala Kampung Kenyam,” kata Frits sebagaimana penyampaian dari keluarga korban.

Lanjut Frits, keluarga korban menyerahkan kasus ini diselesaikan sesuai mekanisme hukum. Keluarga juga menyatakan komitmen untuk tidak melakukan pembalasan, kalau pun ada maka sudah dipastikan orang lain yang melalukan pembalasan itu bukan atas nama keluarga.

Baca Juga :  GPS Yang Dibawa Pilot Tidak Terdeteksi

Terkait dengan kasus Mimika kata Frits, tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM masih mengumpulkan beberapa fakta. Terutama meminta keterangan langsung terhadap delapan anggota TNI yang terlibat perencanaan, pembunuhan, perampokan dan mutilasi terhadap empat warga sipil Nduga.

“Kami meminta penyidik Puspom memberi akses kepada Komnas HAM untuk memintai keterangan kepada delapan anggota TNI. Juga meminta pihak kepolisian segera melakukan pengejaran secara cepat dan terukur terhadap R yang statusnya menjadi DPO. Tapi juga kita minta kepada keluarganya  yang mengetahui keberadaan yang bersangkutan untuk diserahkan baik baik kepada Polisi guna pengungkapapn kasus ini,” ucap Frits.

“Yang pasti, dalam pengejaran R tidak boleh ada keterlibatan TNI. Karena dugaan kami tidak menguntungkan proses pegungkapan fakta di lapangan, jika TNI punya data cukup memberikan informasi kepada Polisi,” sambung Frits.  Dia juga meminta identifikasi segera dilakukan, sehingga potongan tubuh korban bisa diserahkan kepada keluarga untuk bisa dimakamkan.

Menurut Frits, dalam kasus Mimika TNI AD tidak transparan dalam mengungkap kasus ini. Padahal Panglima TNI sudah menyatakan bahwa anggota TNI yang terlibat sebagai tersangka.

“Ketika kami tanyakan itu, jawaban mereka di Mimika masih dalam penyelidikan. Komnas HAM juga tidak diberikan akses untuk mengecek memastikan apakah delapan anggota TNI Brigif/20 benar benar berada di dalam sel tahanan atau tidak,” kata Frits.

Menurut Frits, peristiwa Mimika bisa menjadi puncak kejahatan yang dilakukan TNI selama ini. Sebagaimana Komna HAM punya pengalaman dengan pelibatan anggota TNI dimana pengadilannya khusus, jaksa dari TNI, pengadilan di lingkungan militer dan penyidiknya militer. “Ini adalah pertaruhannya wibawa negara,” tegas Frits.

Frits juga menyampaikan dalam rekonstruksi Komnas HAM belum bisa meminta keterangan delapan anggota TNI. Sehingga menjadi kesulitan untuk memastikan siapa, pangkat apa yang menjadi aktor utama dari kejahatan kemanusiaan ini.

“Rekonstruksi yang kami lakukan membuktikan seluruh anggota TNI terlibat dalam proses perencanaan pembunuhan terhadap enam warga sipil, 6 anggota TNI terlibat sejak awal dan 2 anggota TNI sebagai penikmat atau menerima hasil,” tuturnya.

Sementara itu, Sub Koordinator Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Papua Melchior S Weruin menyatakan peran anggota TNI berdasarkan rekon menunjukan rapat persiapan sudah dilakukan lebih dari satu kali.

Baca Juga :  Tak Mau Terburu-buru

Berdasarkan rekonstruksi rapat pertama rencana ekskusi tanggal 20 agustus, tapi kemudian berubah. Ditanggal 22 agustus rapat persiapan perencanaan pembunuhan dilakukan dua kali di salah satu rumah warga berinisial JL.

“Itu menunjukan ada rangkaian persiapan dan didalam itu ada keterlibatan anggota TNI merencanakan bersama sama,” kata Melki.

Menurut Melki, rekonstruksi sesungguhnya belum sempurna karena salah satu terduga berstatus DPO inisial R. Sehingga ada kesan semua dilimpahkan ke R.

Melki juga menyebut, saat melakukan mutilasi ada anggota TNI yang membuat video atau mendokumentasikan itu. Ini menandakan orang orang terbiasa yang melakukan hal tersebut.

“Sebelumnya komnas HAM pada tahun 2021 menerima aduan dalam kaitan dugaan transaksi jual beli senjata dengan kesatuan yang sama yakni Brigif/20. Artinya ada sesuatu yang harus dievalusia secara menyeluruh, apakah motifnya perampokan atau ada desain dalam rangka transaksi jual beli senjata,” paparnya.

Menurut Melki, ini bukan kali pertama TNI dari Satuan Brigif/20 melakukan niat jual beli senjata. Berdasarkan beberapa catatan tersebut di atas, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menyampaikan bahwa saat ini Tim Pemantauan dan Penyelidikan masih mengumpulkan sejumlah informasi dan keterangan terutama dari terduga pelaku oknum anggota TNI AD Brigif 20/IJK Timika.

Komnas HAM meminta agar pihak Kepolisian melakukan upaya secara maksimal dalam upaya pencarian dan pengejaran salah satu terduga pelaku yang masih bersatus DPO. Selain itu Komnas HAM juga meminta agar proses identifikasi jasad korban diumumkan segera sehingga bisa dimakamkan pihak keluarga.

Sebelumnya, pada 22 Agustus 2022 sekira pukul 21.50 WIT di SP 1 Distrik Mimika Baru Kabupaten Mimika telah terjadi pembunuhan terhadap empat orang masyarakat Nduga yang dilakukan delapan anggota TNI.

Setelah melakukan pembunuhan, semua korban dipotong kepalanya dan kedua kakinya dan dimasukan ke dalam karung. Selanjutnya dibuang di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika.

Sementara itu, terkait dengan kejadian penganiayaan di Mappi yang juga melibatkan anggota TNI mengakibatkan 1 warga sipil meninggal dunia. Frits mengaku pihaknya akan melakukan rapat lalu menurunkan tim ke lokasi. (fia/wen)

Pembunuhan dan Mutilasi 4 Warga di Mimika

JAYAPURA – Rekonstruksi terhadap peristiwa pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil yang dilakukan anggota TNI dari satuan Brigade Infanteri (Brigif)/20 Ima Jaya Keramo telah dilakukan di Mimika. Terdapat 50 agenda yang diperagakan.

Merespon peristiwa pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil tersebut, Komnas HAM RI Perwakilan Papua membentuk Tim untuk melakukan Pemantauan dan Penyelidikan yang dipimpin langsung Kepala Komnas HAM Frits Ramandey.

Dalam pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM di Mimika, Frits menyebut pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan TNI dari satuan Brigif/20 sudah direncanakan dua hari sebelumnya.

“Pembunuhan terhadap empat warga sipil dipersiapkan di lingkungan Markas mereka (Brigif/20-red). Yang didesain sedemikian rupa, bahwa kejahatannya adalah niat untuk merampok iya,” tegas Frits saat konferensi pers kasus pembunuhan dan mutilasi di Timika, Senin (5/9) di Kantor Komnas HAM.

Terkait senjata yang digunakan kata Frits, ada senjata yang dibawah keluar untuk menggunakan eksekusi tapi ada juga senjata pistol yang dipersiapkan untuk merekayasa  seakan akan terjadi jual beli senjata.

“Pertanyaan kita senjata yang digunakan sudah berapa kali sebagai alat untuk menipu demi kepentingan bisnis jual beli senjata dan peluru,” kata Frits.

Menurut Frits, kasus Mimika sebuah kejahatan kemanusiaan yang serius dan memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan. Sebab direncanakan di Markas TNI Brigif/20 lalu secara teknis diatur di luar.  “Kasus ini berpotensi dan sangat terbuka dibawah kepada pelanggaran HAM berat,” tegasnya.

Frits juga menyebut Komnas HAM pada 3 September lalu sudah bertemu dengan keluarga korban guna mengverifikasi status kepala kampung. Adapun pihak keluarga mengatakan salah satu dari korban adalah berstatus kepala kampung di Keneyam, Kabupaten Nduga.

Terkait dengan apakah keempat korban beraviliasi dengan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB), menurut Frits itu adalah pertanyaan yang tidak penting dan terkesan pertanyaan tersebut dibuat buat.

“Keluarga korban menegaskan bahwa empat orang yang dibunuh merupakan warga sipil biasa, mereka tidak beraviliasi dengan KSB. Selain itu, keluarga juga memastikan salah satu berstatus sebagai Kepala Kampung Kenyam,” kata Frits sebagaimana penyampaian dari keluarga korban.

Lanjut Frits, keluarga korban menyerahkan kasus ini diselesaikan sesuai mekanisme hukum. Keluarga juga menyatakan komitmen untuk tidak melakukan pembalasan, kalau pun ada maka sudah dipastikan orang lain yang melalukan pembalasan itu bukan atas nama keluarga.

Baca Juga :  KPK: Korupsi Pembangunan Gereja Kingmi, Negara Dirugikan Rp 21,6 M

Terkait dengan kasus Mimika kata Frits, tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM masih mengumpulkan beberapa fakta. Terutama meminta keterangan langsung terhadap delapan anggota TNI yang terlibat perencanaan, pembunuhan, perampokan dan mutilasi terhadap empat warga sipil Nduga.

“Kami meminta penyidik Puspom memberi akses kepada Komnas HAM untuk memintai keterangan kepada delapan anggota TNI. Juga meminta pihak kepolisian segera melakukan pengejaran secara cepat dan terukur terhadap R yang statusnya menjadi DPO. Tapi juga kita minta kepada keluarganya  yang mengetahui keberadaan yang bersangkutan untuk diserahkan baik baik kepada Polisi guna pengungkapapn kasus ini,” ucap Frits.

“Yang pasti, dalam pengejaran R tidak boleh ada keterlibatan TNI. Karena dugaan kami tidak menguntungkan proses pegungkapan fakta di lapangan, jika TNI punya data cukup memberikan informasi kepada Polisi,” sambung Frits.  Dia juga meminta identifikasi segera dilakukan, sehingga potongan tubuh korban bisa diserahkan kepada keluarga untuk bisa dimakamkan.

Menurut Frits, dalam kasus Mimika TNI AD tidak transparan dalam mengungkap kasus ini. Padahal Panglima TNI sudah menyatakan bahwa anggota TNI yang terlibat sebagai tersangka.

“Ketika kami tanyakan itu, jawaban mereka di Mimika masih dalam penyelidikan. Komnas HAM juga tidak diberikan akses untuk mengecek memastikan apakah delapan anggota TNI Brigif/20 benar benar berada di dalam sel tahanan atau tidak,” kata Frits.

Menurut Frits, peristiwa Mimika bisa menjadi puncak kejahatan yang dilakukan TNI selama ini. Sebagaimana Komna HAM punya pengalaman dengan pelibatan anggota TNI dimana pengadilannya khusus, jaksa dari TNI, pengadilan di lingkungan militer dan penyidiknya militer. “Ini adalah pertaruhannya wibawa negara,” tegas Frits.

Frits juga menyampaikan dalam rekonstruksi Komnas HAM belum bisa meminta keterangan delapan anggota TNI. Sehingga menjadi kesulitan untuk memastikan siapa, pangkat apa yang menjadi aktor utama dari kejahatan kemanusiaan ini.

“Rekonstruksi yang kami lakukan membuktikan seluruh anggota TNI terlibat dalam proses perencanaan pembunuhan terhadap enam warga sipil, 6 anggota TNI terlibat sejak awal dan 2 anggota TNI sebagai penikmat atau menerima hasil,” tuturnya.

Sementara itu, Sub Koordinator Bidang Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Papua Melchior S Weruin menyatakan peran anggota TNI berdasarkan rekon menunjukan rapat persiapan sudah dilakukan lebih dari satu kali.

Baca Juga :  Harus Ada Solusi Untuk Masa Depan Papua, Tidak Dengan Senjata

Berdasarkan rekonstruksi rapat pertama rencana ekskusi tanggal 20 agustus, tapi kemudian berubah. Ditanggal 22 agustus rapat persiapan perencanaan pembunuhan dilakukan dua kali di salah satu rumah warga berinisial JL.

“Itu menunjukan ada rangkaian persiapan dan didalam itu ada keterlibatan anggota TNI merencanakan bersama sama,” kata Melki.

Menurut Melki, rekonstruksi sesungguhnya belum sempurna karena salah satu terduga berstatus DPO inisial R. Sehingga ada kesan semua dilimpahkan ke R.

Melki juga menyebut, saat melakukan mutilasi ada anggota TNI yang membuat video atau mendokumentasikan itu. Ini menandakan orang orang terbiasa yang melakukan hal tersebut.

“Sebelumnya komnas HAM pada tahun 2021 menerima aduan dalam kaitan dugaan transaksi jual beli senjata dengan kesatuan yang sama yakni Brigif/20. Artinya ada sesuatu yang harus dievalusia secara menyeluruh, apakah motifnya perampokan atau ada desain dalam rangka transaksi jual beli senjata,” paparnya.

Menurut Melki, ini bukan kali pertama TNI dari Satuan Brigif/20 melakukan niat jual beli senjata. Berdasarkan beberapa catatan tersebut di atas, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menyampaikan bahwa saat ini Tim Pemantauan dan Penyelidikan masih mengumpulkan sejumlah informasi dan keterangan terutama dari terduga pelaku oknum anggota TNI AD Brigif 20/IJK Timika.

Komnas HAM meminta agar pihak Kepolisian melakukan upaya secara maksimal dalam upaya pencarian dan pengejaran salah satu terduga pelaku yang masih bersatus DPO. Selain itu Komnas HAM juga meminta agar proses identifikasi jasad korban diumumkan segera sehingga bisa dimakamkan pihak keluarga.

Sebelumnya, pada 22 Agustus 2022 sekira pukul 21.50 WIT di SP 1 Distrik Mimika Baru Kabupaten Mimika telah terjadi pembunuhan terhadap empat orang masyarakat Nduga yang dilakukan delapan anggota TNI.

Setelah melakukan pembunuhan, semua korban dipotong kepalanya dan kedua kakinya dan dimasukan ke dalam karung. Selanjutnya dibuang di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika.

Sementara itu, terkait dengan kejadian penganiayaan di Mappi yang juga melibatkan anggota TNI mengakibatkan 1 warga sipil meninggal dunia. Frits mengaku pihaknya akan melakukan rapat lalu menurunkan tim ke lokasi. (fia/wen)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya