JAYAPURA-Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (Pembela HAM) Theo Hesegem menilai, pemerintah pusat sedang mengelola lahan konflik bersenjata di tanah Papua.
Menurut Theo, konflik bersenjata di tanah Papua akan semakin subur, dan berkembang pesat. Dimana TPNPB akan bergerak dengan bebas demi mempertahankan ideologi Papua Merdeka. Sebab, TPNPB tidak dirangkul dan mengajak untuk berdialog.
Kata Theo, pemerintah yang ada di Jakarta, merasa telah berhasil dengan adanya pembentukan UU DOB (Daerah Otonom baru) di tanah Papua. Pemerintah menurutnya merasa berhasil memadamkan isu Papua Merdeka dan konflik bersenjata atau akan membumihanguskan TPNPB dari tanah Papua.
“Tetapi pemerintah tidak sadar bahwa pemekaran akan bertambahnya konflik bersenjata yang menjadi subur dan berkembang pesat. Bahkan konflik bersenjata di tanah Papua akan berkepanjangan,” kata Theo kepada Cenderawasih Pos dalam rilisnya, Selasa (5/7).
Menurut Theo, pemerintah pusat tidak pernah menganalisa risiko konflik bersenjata yang akan terjadi di tanah Papua. Kalau memang elitnya orang-orang yang bijaksana, pasti akan menganalisa risiko konflik dan hal itu bisa menjadi pertimbangan, sebelum melakukan seluruh kebijakan untuk di tanah Papua.
Dilain sisi menurut Theo, pemerintah selalu memaksakan keinginannya. “Apa yang mereka pikirkan juga dilakukan tanpa menanyakan rakyat yang merupakan sebagai penguasa tanah Papua. Justru yang terjadi adalah pikiran orang Jakarta sendiri, tanpa mengevaluasi dan menganalisa risiko konflik,” tuturnya.
Menurut Theo, ada beberapa hal penting yang harus dievaluasi oleh pemerintah antara lain tuntutan masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri yang belum berakhir sejak tahun 1961 hingga hari ini.
Termasuk dugaan pelanggaran HAM di tanah Papua belum selesai tuntas, dan sedang menjadi sorotan dunia. Penolakan Otsus jilid II dan penolakan DOB di tanah Papua termasuk korban-korban yang sedanag berlangsung.
Hal lainnya yaitu oknum anggota TNI-Polri yang sering melarikan diri dan bergabung dengan TPNPB di hutan. Pemerintah pusat menurutnya juga tidak pernah melakukan pengawasan terhadap korupsi yang terjadi di tanah Papua. Pemerintah bahkan dinilai tidak mampu merangkul kelompok garis keras TPNPB dan tokoh-tokoh politik Papua merdeka di tanah Papua.
“Menurut saya, pikiran pemerintah pusat selama ini adalah mereka ingin menguasai sumber daya alam di tanah Papua, bukan manusianya. Karena manusia dianggap tikus-tikus hutan. Masyarakat Papua akan mendapat kesejahteraan seperti daerah Indonesia lain, melalui pemakaran,” terangnya.
“Pemerintah ingin memadamkan dan membumihanguskan pergerakan isu Papua merdeka, yang sedang tumbuh dan berkembang di tanah Papua dan juga di luar Negeri serta mereda isu pelanggaran HAM yang menjadi isu sentral lokal, nasional dan internasional,” sambungnya.
Lanjut Theo, pemerintah pusat tidak pernah menganalisa resiko konflik dan kerugian, terkait konflik bersenjata di tanah Papua. Malah ruangnya dibuka dan justru diberi ‘pupuk’ agar konflik bersenjata di tanah Papua tetap bertumbuh dan perkembang subur.
Dalam analisa Theo, yang akan terjadi di tanah Papua masa depan adalah TPNPB akan berakses dan leluasa melakukan perampasan senjata di mana-mana, sehingga situasi Kamtibmas akan terus terganggu.
“Sekalipun pemerintah mengirim ribuan pasukan di Papua, tetapi gagal dalam perjuangan melalui pengiriman pasukan,” kata Theo.
Lanjut Theo, penjualan senjata dan amunisi akan terjadi di mana-mana oleh oknum aparat untuk menjadikan sebagai lahan bisnis. Isu Papua merdeka tidak akan dibungkam justru akan lancar diperjuangkan, karena Papua merdeka adalah bagian dari ideologi orang Papua dan bisa terjadi konflik horisontal antara masyarakat Papua sendiri. (fia/nat)