SENTANI- Warga Perumahan Bintang Timu, yang ada 107 korban bencana banjir bandang, Maret 2019 lalu, terus berharap adanya solusi permanen yang diberikan pemerintah untuk menjawab persoalan yang mereka hadapi pasca banjir bandang Maret 2019 silam.
Sejumlah daya dan upaya sudah dilakukan oleh para korban untuk mendapatkan hak mereka yang hilang setelah peristiwa mematikan itu. Terutama, mengenai perhatian pemerintah terhadap kerusakan rumah dan status para debitur masih tercatat di Bank Papua yang belum diputihkan hingga saat ini.
Pemkab Jayapura melalui BPBD bukanya tidak melihat persoalan ini, hanya saja para korban menilai BPBD tidak serius mengatasi persoalan itu. Pasalnya, jumlah warga yang menjadi korban ada 107 korban, namun bantuan untuk rehabilitasi perumahan itu hanya 26 nama.
Warga kemudian menolak, karena alasan tidak mengakomodir semua korban. Kemudian, para korban juga menuntut agar pemerintah mengeluarkan status kelayakan membangun atas kawasan itu. Apakah masih layak untuk ditempati atau tidak.
“Pada tahun 2019 bersama Komisi 3 DPR RI, RDP dengan kami, Bank Papua, Bank BTN, wakil Bupati dan BPBD bersama warga pada saat itu saya meminta pemerintah daerah perlu melakukan analisis atau kajian kembali terhadap Perumahan Bintang Timur itu setelah banjir,” kata Erik Ruamba, koordinator korban sekaligus sebagai Ketua RT di di Perumahan Bintang Timur, Kamis (7/4).
Namun dari tahun 2019 sampai dengan 2022 ini tidak ada status tentang perumahan Bintang Timur. Sebenarnya hal ini harus ditanggapi dan dilaksanakan, supaya menjadi acuan dalam memberikan solusi atau penanganan terhadap para korban.
“Sekarang yang semestinya diperjuangkan oleh pemerintah adalah relokasi bukan rehabilitasi, karena kawasan ini memang sudah sangat tidak layak untuk direhabilitasi,” ujarnya.
Sehingga alasan pemerintah yang disampaikan oleh Kepala BPBD Kabupaten Jayapura, Alphius Toam, bahwa upaya relokasi tidak bisa dilakukan karena tidak adanya lahan, sebenarnya bukan solusi bagi para korban bencana di perumahan Bintang Timur itu. Terkait itu, pihaknya juga sangat menyayangkan, BPBD yang tidak melakukan penilaian dan pendataan sejak awal karena pendataan terhadap korban hingga muncul 26 nama korban itu baru dilakukan pada 2021 lalu.
“BPBD semestinya sudah mendata ini setelah banjir, rumah mana yang rusak berat, sedang dan ringan. Bukan 2021 baru disuruh ketua RT coba lihat kerusakamya. Hal ini yang kami lihat bahwa BPBD tidak serius memperhatikan masalah ini,”ujarnya. (roy/ary)