Friday, December 20, 2024
24.7 C
Jayapura

Peringati Galungan, Umat Hindu Gelar Sembahyang di Pura Amartasari

MERAUKE-Memperingati hari Galungan, Umat Hindu Kabupaten Merauke menggelar sembahyang di Pura Amartasari,  Rabu  (10/11) malam. Sembahyang yang dilakukan di Pura Amartasari  ini setelah  Umat Hindu melaksanakan doa yang sama di  pura dan rumah masing-masing pada pagi harinya.  

   “Sembahyang yang digelar ini merupakan gabungan  dari seluruh umat Hindu  yang dapat dijangkau ke Kota Merauke,” kata Ketua Perisada Hindu Dharma Indonesia  (PHDI) Kabupaten Merauke I Wayan  Suwasta, SE, seusai  sembahyang bersama di Pura Amartasari Merauke, Rabu   malam. 

   Sembahyang di Pura Amartasari tersebut dilakukan secara khusuk dimulai sekitar pukul 18.00 WIT dengan prokes. Berlangsung  sekitar 1 jam,  sembahyang yang dipimpin  Pandite Sangraha Nusantara (PSN)  Mangkuduwiyono.   I Wayan Suwasta menjelaskan agama Hindu memiliki 3 kerangka agama Hindu  yang disebut filosofi, etika dan upacara.  

   “Kalau  kita bicara filosofinya galungan adalah merayakan kemenangan dharma melawan adharma  atau pelawan baik  melawan perbuatan yang tidak baik,” jelasnya.

  Menurut  dia, setiap hari  manusia  berperang terhadap perbuatan yang tidak baik yang  muncul atau timbul dari dalam  diri sendiri  yang sebut sadriku yang menurut  agama Hindu manusia mempunyai 6 musuh pada diri sendiri  diantaranya  momo, iri hati, loba dan semacamnya. ‘’Itu yang kita lawan setiap hari. Hawa nafsu yang tidak benar itu yang kita lawan setiap hari yang di sebut adharma,” jelasnya.

Baca Juga :  Beras Tidak Terserap, Ribuan Petani Turun Demo

   Dikatakan, hari galungan diperingati setiap  210  hari, karena hari raya ini dihitung kalender Bali yang disebut perhitungan dasaware. Tapi khusus hari galungan dihitung  dari pancaware dan saptaware.  “Kalau kita bicara hari galungan itu kita sudah bicara  soal etika. Filosofinya, kita merayakan kemenangan dharma secara etika bahwa galungan ini harus dirayakan di tempat suci  seperti pura kecil dan pura besar,” terangnya. 

  Dikatakan, galungan merupakan rangkaian  perayaaan. Dimana 25 hari sebelum Galungan disebut tumpek bubuk. Pada saat itulah dilakukan pembersihan dengan menanam buah-buahan , menanam biji-bijian yang dibutuhkan sebagai sarana sembahyang seperti yang dilakukan pada  perayaan hari Galungan tersebut.  “Itu adalah aksi menjaga alam,” terangnya.

  Rangkaian   kedua adalah penyucian alam  yang disebut Sugian Jawa.  Sugian Jawa adalah penyucian  secara makro, dimana alam dibersihkan lebih dulu setelah ditanami dengan tanaman  buah-buahan. “Tapi sering orang salah pengertian pikir Sugian Jawa itu orang Hindu dari Jawa. Tidak, tapi pembersihan dunia ini bersama isinya. Besoknya pada hari Jumat,  dilakukan pembersihan diri yang dilakukan di keluarga masing-masing.’Karena kita anggap diri ini alam yang kecil atau mikro cosmos,” jelasnya.  

Baca Juga :  Peresmian Kantor Dinas Pendidikan Tunggu Penyelesaian Status Tanah

   Setelah kedua penyucian itu dilakukan, maka pada hari Minggu  dilanjutkan dengan penyekabang dimana  keadaan atau situasi melawan A Dharma, karena   menurut agama Hindu diturunkan 3 budek galungan yang disebut adharma  atau sifat-sifat tidak bagus. ‘’Pada hari minggu itulah  dilakukan pengendalian  pada pikiran. Hari Seninnya kita melakukan  penajahan  yakni dari bahan yang tidak jadi menjadi bahan yang jadi supaya menjadi sesajen.”ungkapnya. 

   “Secara nyatanya mikro cosmos, disitu kita mengendalikan pembicaraan kita. Kita sudah mulai mengendalikan bicara kita dan hari Selasa adalah hari penambahan galungan  yang identik pemotongan  babi. Dimana mengambil babi itu sebagai simbol  binatang dimana sifat-sifat kebinatangan kita hancurkan.” Jelasnya.

  “Penyucian pada pikiran, penyucian pada  pembicaraan dan terakhir penyucian pada perbuatan. Tiga ini  yang kita laksanakan  setelah penyucian.”terangnya. 

  Jika ini semua dilalui maka semua umat yang   melaksanakan rangkaian berhak untuk datang ke tempat suci untuk merasakan kebahagiaan  menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kekuatan, ketulusan, dan anugrah  yang lainnya sampai bisa melewati tantangan-tantangan. ‘’Jadi hari ini khusus upacara   penyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kita  telah memenangkan Dharma,’’ pungkasnya.   (ulo/tri) 

MERAUKE-Memperingati hari Galungan, Umat Hindu Kabupaten Merauke menggelar sembahyang di Pura Amartasari,  Rabu  (10/11) malam. Sembahyang yang dilakukan di Pura Amartasari  ini setelah  Umat Hindu melaksanakan doa yang sama di  pura dan rumah masing-masing pada pagi harinya.  

   “Sembahyang yang digelar ini merupakan gabungan  dari seluruh umat Hindu  yang dapat dijangkau ke Kota Merauke,” kata Ketua Perisada Hindu Dharma Indonesia  (PHDI) Kabupaten Merauke I Wayan  Suwasta, SE, seusai  sembahyang bersama di Pura Amartasari Merauke, Rabu   malam. 

   Sembahyang di Pura Amartasari tersebut dilakukan secara khusuk dimulai sekitar pukul 18.00 WIT dengan prokes. Berlangsung  sekitar 1 jam,  sembahyang yang dipimpin  Pandite Sangraha Nusantara (PSN)  Mangkuduwiyono.   I Wayan Suwasta menjelaskan agama Hindu memiliki 3 kerangka agama Hindu  yang disebut filosofi, etika dan upacara.  

   “Kalau  kita bicara filosofinya galungan adalah merayakan kemenangan dharma melawan adharma  atau pelawan baik  melawan perbuatan yang tidak baik,” jelasnya.

  Menurut  dia, setiap hari  manusia  berperang terhadap perbuatan yang tidak baik yang  muncul atau timbul dari dalam  diri sendiri  yang sebut sadriku yang menurut  agama Hindu manusia mempunyai 6 musuh pada diri sendiri  diantaranya  momo, iri hati, loba dan semacamnya. ‘’Itu yang kita lawan setiap hari. Hawa nafsu yang tidak benar itu yang kita lawan setiap hari yang di sebut adharma,” jelasnya.

Baca Juga :  Beras Tidak Terserap, Ribuan Petani Turun Demo

   Dikatakan, hari galungan diperingati setiap  210  hari, karena hari raya ini dihitung kalender Bali yang disebut perhitungan dasaware. Tapi khusus hari galungan dihitung  dari pancaware dan saptaware.  “Kalau kita bicara hari galungan itu kita sudah bicara  soal etika. Filosofinya, kita merayakan kemenangan dharma secara etika bahwa galungan ini harus dirayakan di tempat suci  seperti pura kecil dan pura besar,” terangnya. 

  Dikatakan, galungan merupakan rangkaian  perayaaan. Dimana 25 hari sebelum Galungan disebut tumpek bubuk. Pada saat itulah dilakukan pembersihan dengan menanam buah-buahan , menanam biji-bijian yang dibutuhkan sebagai sarana sembahyang seperti yang dilakukan pada  perayaan hari Galungan tersebut.  “Itu adalah aksi menjaga alam,” terangnya.

  Rangkaian   kedua adalah penyucian alam  yang disebut Sugian Jawa.  Sugian Jawa adalah penyucian  secara makro, dimana alam dibersihkan lebih dulu setelah ditanami dengan tanaman  buah-buahan. “Tapi sering orang salah pengertian pikir Sugian Jawa itu orang Hindu dari Jawa. Tidak, tapi pembersihan dunia ini bersama isinya. Besoknya pada hari Jumat,  dilakukan pembersihan diri yang dilakukan di keluarga masing-masing.’Karena kita anggap diri ini alam yang kecil atau mikro cosmos,” jelasnya.  

Baca Juga :  Nyatakan Maju Pilgub, Pj Gubernur PPS Resmi Ajukan Pengunduran Diri

   Setelah kedua penyucian itu dilakukan, maka pada hari Minggu  dilanjutkan dengan penyekabang dimana  keadaan atau situasi melawan A Dharma, karena   menurut agama Hindu diturunkan 3 budek galungan yang disebut adharma  atau sifat-sifat tidak bagus. ‘’Pada hari minggu itulah  dilakukan pengendalian  pada pikiran. Hari Seninnya kita melakukan  penajahan  yakni dari bahan yang tidak jadi menjadi bahan yang jadi supaya menjadi sesajen.”ungkapnya. 

   “Secara nyatanya mikro cosmos, disitu kita mengendalikan pembicaraan kita. Kita sudah mulai mengendalikan bicara kita dan hari Selasa adalah hari penambahan galungan  yang identik pemotongan  babi. Dimana mengambil babi itu sebagai simbol  binatang dimana sifat-sifat kebinatangan kita hancurkan.” Jelasnya.

  “Penyucian pada pikiran, penyucian pada  pembicaraan dan terakhir penyucian pada perbuatan. Tiga ini  yang kita laksanakan  setelah penyucian.”terangnya. 

  Jika ini semua dilalui maka semua umat yang   melaksanakan rangkaian berhak untuk datang ke tempat suci untuk merasakan kebahagiaan  menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kekuatan, ketulusan, dan anugrah  yang lainnya sampai bisa melewati tantangan-tantangan. ‘’Jadi hari ini khusus upacara   penyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa kita  telah memenangkan Dharma,’’ pungkasnya.   (ulo/tri) 

Berita Terbaru

Artikel Lainnya