JAYAPURA- Orang Papua mengalami perubahan pola makan dari makanan lokal yang sehat hingga ke makanan yang modern yang membuat tubuh orang asli Papua (OAP) yang selama ini terkenal jarang sakit, kuat-kuat dan tahan terhadap segala kondisi cuaca perlahan-lahan mulai terkikis.
Papua Jungle Chef Charles Toto ketika dimintai komentarnya mengatakan OAP terutama pejabat kini gampang terserang berbagai penyakit, karena mengkonsumsi makanan yang “tidak sehat” seperti makanan cepat saji, makanan yang berkadar gula tinggi, makanan yang berpengawet dan sebagainya.
Ia mengatakan banyak pejabat Papua yang dulunya suka makanan lokal tapi sekarang mereka melupakan itu dan beralih ke pola makan modern yang membuat mereka rentan sakit.
“Awalnya mereka waktu kecil, remaja dan waktu muda di kampung mereka makan makanan yang sehat tapi ketika mereka mulai dapat pekerjaan dan jabatan mereka di kota mereka meninggalkan makan lokal mereka tapi mereka mulai rasakan dampak penyakit barulah mereka kembali ke pangan lokal, sehingga banyak yang sakit dan dipanggil pulang,” katanya.
Belajar dari hal tersebut Cato-sapaan akrabnya berharap agar generasi Papua harus kembali ke pangan lokalnya sendiri di Papua.
“Jangan lagi generasi Papua habis karena pola makan yang salah karena makanan gaul, makanan cepat saji. Makanan dengan tampilan menarik, belumlah cukup, padahal makanan yang dimasak mama-mama Papua dengan mempertahankan makanan lokal, punya manfaat yang baik ini yang harus disadari dan dikembangkan,” katanya.
“Seperti resep yang sederhana dan sehat seperti masyarakat Sentani yang masak ikan kuah hitam, dan sayur kurulu dari Serui, pokem dari masyarakat di Numfor dan Ibon buah bakau yang mengganti pangan seperti kentang rasan, jadi ini pangan lokal yang sehat yang perlu diangkat kembali, sebagai bagian dari peradaban masyarakat Papua” katanya.
Bahkan dari pengalamanya saat mendemonstrasikan makan lokal Papua di beberapa Iven Internasional seperti di Milan, Italia, dan di Amerika melalui zoom meeting dan iven nasional lainnya banyak orang mulai beralih ke pangan lokal.
“Contoh mereka di pantai makan sagu itu membentuk karakter mereka, seperti di gunung dengan umbi-umbian itu membentuk karakter mereka, jadi pola hidup dan makan itu yang membentuk karakter mereka,” ujarnya. (oel/wen)