Kisah dr. Hendra Sihombing, Sp.P., Saat Menangani Pasien Covid-19 di Merauke
Sejak kasus konfirmasi Covid-19 pertama kali ditemukan 22 Maret 2020 lalu, dr. Hendra Sihombing, Sp.P., merupakan salah satu dokter yang menangani pasien Covid di kabupaten Merauke hingga saat ini. Bagaimana kisahnya ?
Laporan: Yulius Sulo, Merauke
SUDAH satu tahun ini, aktivitas dr. Hendra Sihombing, Sp.P., sangat padat. Sejak, kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di Papua tepatnya di Kabupaten Merauke pada tanggal 22 Maret 2020 lalu, dr. Hendra Sihombing merupakan salah satu dokter yang menangani langsung pasien Covid-19 sejak awal pandemi di Papua.
Selain menangani pasien Covid-19 di RSUD Merauke, dr. Hendra Sihombing juga bertugas melayani pasien lainnya sesuai keahliannya di RS Bunda Pengharapan dan RS TNI Angkatan Laut, Merauke.
Saking padatnya jadwal kerjanya, Cenderawasih Pos yang awalnya janjian untuk bertemu, Senin (22/3) sore, terpaksa ditunda lantaran padatnya jadwal kerja dengan dr. Hendra Sihombing.
Begitu pula saat Cenderawasih Pos hendak ditemui Selasa (23/3) pagi, ternyata dr. Hendra sudah menjalani rutinitas olahraga pagi yaitu bersepeda. “Saya olahraga sepeda dulu. Setelah itu kita bisa ketemu,” ucap dr. Hendra dari balik telepon, kemarin sekira pukul 08.00 WIT.
Pukul 09.30 WIT., Cenderawasih Pos langsung meluncur ke rumah dinas dr. Hendra di kompleks RSUD Merauke.
Beberapa saat kemudian, sang dokter muncul mengayuh sepedanya. “Ini saya lakukan (bersepeda, red) hampir setiap pagi sebelum memulai aktivitas, untuk meningkatkan imun tubuh. Supaya tubuh tetap sehat,” ucap dr. Hendra setelah memarkir sepeda gunung miliknya.
Diawal perbincangan, dr. Hendra mengisahkan bagaimana awal mula dirinya menangani pasien Covid-19 setahun yang lalu. Dirinya mengakui saat itu sempat dihantui rasa takut. Pasalnya, penyakit tersebut pada awalnya adalah penyakit baru.
“Kalau dikatakan ketakutan itu sesuatu yang wajar karena kita belum mengenal penyakit ini seperti apa. Belum lagi hebatnya berita di media saat itu yang kita dengar, ikut memengaruhi kita,” ucapnya.
Meskipun demikian, dr. Hendra bisa mengatasi ketakutan yang dialaminya dengan banyak belajar. Selain itu, panggilan jiwa dan tanggung jawabnya sebagai seorang petugas medis, juga makin memotivasi dirinya dalam menjalankan tugas.
“Jadi mengatasi ketakutan itu salah satunya adalah dengan kita mau belajar. Kalau kita sudah belajar dan mempelajari baik-baik, ketakutan itu bisa kurangi,” ucap dokter yang memiliki fasilitas olahraga gym di Merauke.
Ketakutan yang dialaminya, utamanya rasa takut menulari keluarganya saat pulang bertugas di rumah sakit, membuat dr. Hendra memilih tinggal di rumah sakit. Demi keselamatan keluarganya, ia memilih tidur di velbed atau tempat tidur lipat di rumah sakit.
“Kami berpikir waktu itu, takut keluarga bisa kena. Kami lebih senang tinggal di rumah sakit. Komunikasi dengan keluarga dilakukan dengan menggunakan handphone,” kenangnya.
Kondisi ini, lanjut dia berjalan sekira 5-6 bulan. Setelah itu, masing-masing pulang dengan menjaga diri. Dimana ketika balik ke rumah terlebih dahulu mandi di rumah sakit.
Saat sampai di rumah, seluruh pakaian juga langsung direndam dengan sabun dan mandi hingga keramas rambut. Setelah itu, ia baru melakukan aktivitas selanjutnya dan bisa berkomunikasi dengan anggota keluarganya. “Kegiatan seperti itu masih lakukan sampai sekarang,” ucapnya.
Untuk menambah pengetahuannya, dr. Hendra pada awal pandemi mengikuti pelatihan dokter spesialis paru yang digelar Kementeria Kesehatan (Kemenkes) di Jakarta.
“Kami diberikan materi-materi, kemudian tindakan-tindakan seperti mengambil sampel, swab dan itu kami dapat pelatihan. Juga cara menggunakan APD serta materi terkait dengan masalah virus itu sendiri yang datangnya dari mana, kemudian menyebar ke daerah mana saja itu kami mendapatkan materi tersebut,” bebernya.
Pelatihan itu diakuinya penting karena ketika balik ke Merauke, dirinya bisa menerapkan apa yang diperoleh selama pelatihan.
Dalam kesempatan itu, dr. Hendra Sihombing juga menceritakan pengalamannya saat pertama kali menggunakan APD atau pakaian hazmat. Menurutnya, saat awal penggunakan APD, dirinya betul-betul sangat tersiksa. Berat, karena menutup seluruh tubuh.
Bahkan pernapasan ditutup dengan masker tebal, N-95. Belum lagi kacamata serta sarung tangan berlapis tiga. Namun secara perlahan, tubuhnya bisa menyesuaikan meskipun hingga saat ini diakuinya masih merasa tersiksa ketika memakainya.
“Kita juga harus memiliki penilaian diri, tidak memaksakan. Salah satunya, ketika sudah rasa sakit kepala akibat terlalu lama menggunakan masker N-95, yang kemungkinan oksigen mulai berkurang di dalamnya sehingga perlu ada siklus pembagian tugas. Tapi, pada prinsipnya itu tanggung jawab kita. Bagian yang harus kita laksanakan sebagai petugas kesehatan dan sebagai abdi negara,” tandasnya.
Diakuinya, meskipun selama ini dirinya secara ketat mematuhi protokol kesehatan, yakni menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker. Serta menggunakan APD saat melayani pasien Covid-19 dan pulang ke rumah langsung mandi dan pakaian harus direndam. Termasuk rumah disemprot dengan disinfektan, gagang-gagang pintu disemprot, tapi dirinya juga akhirnya terpapar virus Corona.
“Saya kena Covid -19 bulan Januari 2021 dan saya segaja tidak memboomingkan. Tujuannya agar tidak menimbulkan kehebohan di masyarakat bahwa dokter saja bisa kena apalagi kita masyarakat. Karena itu bisa membuat masyarakat down. Makanya selama ini saya masih tertutup untuk tidak dipublikasikan,’’ bebernya.
Selama menjalani karantina dan pengobatan, dr. hendra mengaku rajin olahraga, berjemur, makan makanan bergizi, sayur dan buah-buahan. Termasuk mengonsumsi vitamin, minum perasan jahe tambah susu rendah lemak. “Puji Tuhan, selama 2 minggu karantina dan menjalani pengobatan, saya bisa kembali pulih,” tambahnya.
Dirinya juga berharap peristiwa mengambil paksa jenazah Covid-19 hingga pengrusakan fasilitas rumah sakit seperti yang terjadi baru-baru ini tidak perlu terjadi lagi. Sebab, pihak rumah sakit tidak pernah memvonis apalagi mengcovidkan pasien. Tapi berdasarkan diagnosa hasil pemeriksaan laboratorium.
“Kalau vonis itu dimana ada satu percakapan dimana ada yang setuju dan tidak sehingga mengambil suatu suara untuk memvonis. Rumah sakit tidak seperti itu, tapi rumah sakit berdasarkan data laboratorium. “Jadi rumah sakit tidak bisa mengcovid-covidkan pasien tapi berdasarkan data,” tegasnya.
Ditanya lebih lanjut terkait dengan penanganan pasien Covid-19 di Kabupaten Merauke sejak pandemi sampai November 2020 yang masih zero fatalitas atau belum ada kematian, namun ketika masuk Desember 2020 sampai 23 Maret 2020 jumlah yang meninggal sudah 47 orang, dr. Hendra Sihombing mengaku bahwa terjadi pergeseran dari awalnya kondisi pasien ringan hingga sedang yang dominan, namun sekarang sedang hingga berat yang dominan.
“Jadi kasus-kasusnya berbeda. Lebih banyak kormobitnya. Pasien Covid-19 sekarang lebih banyak penyakit bawaan seperti hipertensi, TBC, gula dan sebagainya. Itu yang membuat angkat kematian. Karena kasusnya berbeda diawal dengan yang sekarang,” bebernya.
Di masa pandemi Covid-19 ini, dr Hendra Sihombing mengajak seluruh masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dengan cara menggunakan masker, menjaga jarak dan sering mencuci tangan dengan sabun.
Menurutnya jika 3 hal tersebut dipertahankan dan seluruh masyarakat kompak, dirinya meyakini dalam waktu satu tahun kedepan pandemi bisa berakhir. “Tapi, kalau kita masih berpandangan tidak perlu memakai masker dan tidak perlu cuci tangan atau itu covid tidak ada maka kita tidak akan selesai-selesai menangani Covid ini. Maka tolonglah dengan segara kerendahan hari meminta dan mengimbau masyarakat, ayo protokol kesehatan dipatuhi,” pintanya.
Selain itu, harus berolahraga karena dengan olahraga imunitas akan naik dan tidak mudah sakit. Termasuk menjaga pola makan dengan memilih makanan bergizi, sayuran dan buah diutamakan di masa pandemi. Disamping protein berupa daging, ikan dan telur dan susu.
“Pola istirahat juga diperhatikan. Jam istirahat harus betul-betul digunakan dengan baik dan lebih terpenting lagi doa dan baca firman Tuhan. Karena itu di atas segala-galanya. Sebab hidup kita ini hanya bergantung pada Dia yang menciptakan lagit dan bumi dan memberi napas kehidupan, memberi pengampunan atas segara kehilafan kita,” pungkasnya. (ulo/nat)