Catatan PDAM Jayapura Terkait Hari Air Sedunia Kini dan Nanti
Pada 22 Maret kemarin dunia merayakan hari air. Sebuah siklus alam yang memberi kehidupan meski dirasa kurang dihargai. Tahun 2021 ini tema utamanya itu, bagaimana menghargai air.
Laporan : Abdel Gamel Naser
Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura pada tahun 2015 dan 2019 pernah mencatat sejarah kelam terjadinya banjir bandang. Bukan hal baru sebenarnya sebab puluhan tahun silam banjir serupa pernah terjadi. Ratusan lebih orang meninggal dari bencana ini dan hampir semua sepakat jika ada kawasan hutan di Gunung Cycloop yang terganggu.
Cycoop menyampaikan protes dengan caranya yang tak setengah – setengah. Terganggunya keseimbangan hasil dari bentuk perambahan dan gangguan di kawasan penyangga bahkan kawasan inti Cycloop membuat gunung kebanggaan masyarakat Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura ini menumpahkan air bercampur material bebatuan dan potongan kayu – kayu berton – ton beratnya.
Alhasil baik kota maupun kabupaten Jayapura lumpuh bahkan hingga kini sisa – sisa dari cerita sejarah kelam tersebut masih bisa terlihat. Bahkan pemerintah dan masyarakat perlu berbulan – bulan melakukan perbaikan dan pemulihan. Dari kondisi ini seharusnya manusia mengambil hikmah bahwa jika keseimbangan alam terganggu maka akan menimbulkan kondisi ancaman. Cycloop juga menjadi sumber utama ketersediaan air bagi Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Bicara Cycloop juga bicara air namun seiring pesatnya pembangunan dan bertambahnya jumlah penduduk membuat kebutuhan air terus meningkat.
Ada yang mendapatkan air dengan cara yang benar, namun tak sedikit juga yang mendapatkan air dengan cara illegal. PDAM Jayapura selaku perusahaan daerah yang mengelola sumber daya alam memiliki catatan terkait air. Direktur PDAM Jayapura, Entis Sutisna menyampaikan bahwa saat ini PDAM Jayapura memiliki kapasitas produksi sebanyak 895 liter/detik dimana jumlah intake yang dimiliki sebanyak 22 intake dengan 13 aliran sungai.
Namun dari jumlah 895 liter/detik ini sebanyak 805/detik berada di wilayah kota dan sisanya 90 liter/detik ada di wilayah Kabupaten Jayapura. “Kalau dilihat dari perkembangan jumlah penduduk saat ini dimana Kota Jayapura berjumlah 420 ribu jiwa lebih dan di Kabupaten Jayapura berjumlah 300 ribu lebih. Sementara dalam 20 tahun terakhir ini belum ada penambahan kapasitas produksi. Kami diperhadapkan dalam soal ketidakseimbangan antara perkembangan penduduk dengan kapasitas produksi air,” aku Entis, Selasa (23/3).
PDAM Jayapura menyatakan belum mendapat tambahan intake baru sehingga hanya mengelola dari sumber air yang ada. Kemudian persoalan kedua adalah tingkat kebocoran air atau water loses. Ia menyebut agka ini di Jayapura sebanyak 38 persen dari total produksi dan itu terbilang cukup tinggi karena banyak aktifitas yang merugikan PDAM. Banyak kebocoran di pipa transmisi termasuk yang membolongi pipa di sumber air PDAM.
Lalu banyak juga kebocoran di jalur distribusi semisal jalan protokol maupun perumahan. Ada upaya yang dilakukan untuk menggarap potensi yang tersedia dengan pembangunan spam baik di Kabupaten Jayapura maupun Kota Jayapura. Mata air di Borhonji mencapai 100 liter/detik dikatakan bisa membantu namun hingga kini belum tergarap. “Kami juga diperhadapkan pada kondisi kerusakan diseluruh sumber air yang dikelola. Ada peladangan, penebangan pohon untuk kebutuhan kayu bangunan dan ini terjadi dan menimbulkan penurunan debit,” bebernya.
Dari kegiatan hari air yang dilakukan di Kampwolker Waena pernyataan di atas tak bisa dibantah sebab betul ada perkebunan yang dilakukan masyarakat sekitar. Pepohonan disekitar intake juga banyak yang ditebang. Termasuk ada yang membuat kandang ternak. Sedangkan di kawasan Gunung Angkasa pernah ditemukan aktifitas penebangan yang menggunakan mesin chain saw. Kayu olahan hasil mesin chain saw ini juga terlihat menumpuk di lokasi dan tak sedikit kayu soang yang dibabat habis.
“Ada beberapa sumber air yang akhirnya tidak optimal dampak dari kerusakan cathment area,” sambung Entis. Ia tak menampik jika kondisi pegunungan Cycloop semakin hari semakin mengkhawatirkan, memunculkan ketakutan. Adanya perladangan, permukiman, infrastruktur, bahkan pertambangan di kawasan penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop menjadi ancaman yang sangat serius. “Saya mau katakan bahwa banyaknya tekanan di kawasan sumber air ini berpotensi hilangnya sumber air, banjir, longsor, serta degradasi ekosistem. Saya pikir ini patut menjadi renungan,” tutupnya. (*wen)