Friday, September 20, 2024
23.7 C
Jayapura

Hanya Butuh Perhatian, Miris dengan Semangat Nasionalisme Generasi Muda

Mereka yang Pernah Berjuang, yang Kini Merasa Terabaikan

Menjelang hari Kemerdekaan Republik Indonesia, teringat kembali para pahlawan pendahulu yang berjuang maupun mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari para pejuang, yang sebagian masih bertahan hidup, yang sering disebut pejuang veteran.   

Laporan: Elfira_Jayapura

Terdengar lirih suara lelaki tua di kursi berwarna hitam, berkali-kali berucap tentang perjuangan dan pengorbanan Veteran, yang kini  seakan tak dihargai pemerintah saat ini.

   “Pemerintah hari ini seakan tak melihat Veteran, bukan lagi dipadang dengan sebelah mata, tetapi dua mata juga tidak,” ucap Muznibi BA pejuang Trikora tahun 1963 silam, saat ditemui Cenderawasih Pos di ruang kerjanya, Selasa (13/8)

   Muznibi B.A adalah  Ketua Veteran Papua-Papua Barat pernah bertugas di Polres Jayawijaya bagian staf operasi tahun 1965. Ia juga mantan anggota DPR dua periode di era  Soeharto.

   Menurut ayah 6 anak ini, apa yang pemerintah berikan kepada Veteran tidak bisa dirasakan bagaimana seharusnya. Padahal, pengorbanan mereka cukup besar untuk negara ini.

Baca Juga :  Proyek Bangunan Sepi, Terpaksa Beralih ke Jasa Gerobak Angkutan Barang

   “Jujur saja, pemerintah ini tidak melihat veteran, padahal yang kami butuhkan hanya perhatian,” ucapnya.

   Muznibi adalah seorang pejuang Trikora di zamannya, ia merupakan pengiriman asal Jawa Timur yang sudah malang melintang di Papua. Pernah ke Sorong, Manokwari, Ransiki, Wamena hingga daerah lainnya di Papua. Bahkan di Ransiki, ia pernah menjadi Kapolsek.

  Berlatar belakang Polisi, lelaki yang sudah sepuh ini mengaku pernah menampung orang orang Papua saat konflik pecah kala itu.

  Lantas apa makna Kemerdekaan atau 17 Agustus baginya? ia mengaku sedih ketika mengingat masa lampau. Masa-masa kecil, ia  menyaksikan orang tuanya ditembak Tentara Jepang.

“Saya merasa sedih ketika mengingat masa masa perjuangan, dimana-mana terdengar teriakan merdeka,” tutur pria yang rambutnya mulai dipenuhi uban ini.

   Bahkan, kala usianya baru menginjak 13 tahun, matanya pernah menangkap bekas peluru yang menancap di tembok tembok kala itu, orang orang yang menggunakan karung goni termasuk dirinya sendiri.

Baca Juga :  Festival Kampung Nelayan Dorong Potensi Lokal

   “Usia 13 tahun, sudah menyaksikan bekas peluru yang menancap di setiap tembok tempat saya melintas. Bahkan, menyaksikan orang tua saya ditembak Tentara Jepang tepat di bagian paha,” tuturnya.

   Namun seiring berjalannya waktu, ia mengaku rasa nasionalisme yang dimiliki anak muda saat ini mulai memudar.

“Semangat nasionalisme anak muda saat ini tidak terlalu mencolok, gregetnya itu kurang. Mereka tidak merasakan bagaimana penjajahan dulu, sehingga mereka menganggap penjajahan itu biasa-biasa saja,” ucap pria 82 tahun ini.

   Ia pun berpesan kepada anak muda untuk mencintai bangsa ini, sebab menurutnya hidup mati adalah tanah air. Juga jiwa nasionalisme anak muda harus ditanamkan, bukan anti penjajahan saja.

   “Anak muda sekarang harusnya lebih giat menjadi pekerja keras, jangan bermalas-malasan,” tutupnya. (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Mereka yang Pernah Berjuang, yang Kini Merasa Terabaikan

Menjelang hari Kemerdekaan Republik Indonesia, teringat kembali para pahlawan pendahulu yang berjuang maupun mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari para pejuang, yang sebagian masih bertahan hidup, yang sering disebut pejuang veteran.   

Laporan: Elfira_Jayapura

Terdengar lirih suara lelaki tua di kursi berwarna hitam, berkali-kali berucap tentang perjuangan dan pengorbanan Veteran, yang kini  seakan tak dihargai pemerintah saat ini.

   “Pemerintah hari ini seakan tak melihat Veteran, bukan lagi dipadang dengan sebelah mata, tetapi dua mata juga tidak,” ucap Muznibi BA pejuang Trikora tahun 1963 silam, saat ditemui Cenderawasih Pos di ruang kerjanya, Selasa (13/8)

   Muznibi B.A adalah  Ketua Veteran Papua-Papua Barat pernah bertugas di Polres Jayawijaya bagian staf operasi tahun 1965. Ia juga mantan anggota DPR dua periode di era  Soeharto.

   Menurut ayah 6 anak ini, apa yang pemerintah berikan kepada Veteran tidak bisa dirasakan bagaimana seharusnya. Padahal, pengorbanan mereka cukup besar untuk negara ini.

Baca Juga :  Jelang Pilkada 2024, Polresta Jayapura Gelar Pemeriksaan Kendaraan

   “Jujur saja, pemerintah ini tidak melihat veteran, padahal yang kami butuhkan hanya perhatian,” ucapnya.

   Muznibi adalah seorang pejuang Trikora di zamannya, ia merupakan pengiriman asal Jawa Timur yang sudah malang melintang di Papua. Pernah ke Sorong, Manokwari, Ransiki, Wamena hingga daerah lainnya di Papua. Bahkan di Ransiki, ia pernah menjadi Kapolsek.

  Berlatar belakang Polisi, lelaki yang sudah sepuh ini mengaku pernah menampung orang orang Papua saat konflik pecah kala itu.

  Lantas apa makna Kemerdekaan atau 17 Agustus baginya? ia mengaku sedih ketika mengingat masa lampau. Masa-masa kecil, ia  menyaksikan orang tuanya ditembak Tentara Jepang.

“Saya merasa sedih ketika mengingat masa masa perjuangan, dimana-mana terdengar teriakan merdeka,” tutur pria yang rambutnya mulai dipenuhi uban ini.

   Bahkan, kala usianya baru menginjak 13 tahun, matanya pernah menangkap bekas peluru yang menancap di tembok tembok kala itu, orang orang yang menggunakan karung goni termasuk dirinya sendiri.

Baca Juga :  Pernah Membatalkan Penerbangan ke Malaysia, Kondisi Pasien yang Sudah Parah

   “Usia 13 tahun, sudah menyaksikan bekas peluru yang menancap di setiap tembok tempat saya melintas. Bahkan, menyaksikan orang tua saya ditembak Tentara Jepang tepat di bagian paha,” tuturnya.

   Namun seiring berjalannya waktu, ia mengaku rasa nasionalisme yang dimiliki anak muda saat ini mulai memudar.

“Semangat nasionalisme anak muda saat ini tidak terlalu mencolok, gregetnya itu kurang. Mereka tidak merasakan bagaimana penjajahan dulu, sehingga mereka menganggap penjajahan itu biasa-biasa saja,” ucap pria 82 tahun ini.

   Ia pun berpesan kepada anak muda untuk mencintai bangsa ini, sebab menurutnya hidup mati adalah tanah air. Juga jiwa nasionalisme anak muda harus ditanamkan, bukan anti penjajahan saja.

   “Anak muda sekarang harusnya lebih giat menjadi pekerja keras, jangan bermalas-malasan,” tutupnya. (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Berita Terbaru

Artikel Lainnya