Melalui aksi tersebut pihaknya mendesak aparat kepolisian dalam hal ini Polda Papua, untuk segera menangkap pelaku aksi teror tersebut. Karena aksi teror terhadap media Jubi ini bagian dari upaya pembungkaman demokrasi, tapi juga kebebasan pers dalam mengawal jalannya pembangunan di Papua.
Chandry didampingi Pimpred Jubi, Jean Bisay, Sekretaris koalisi, Simon Baab, Ketua Asosiasi Wartawan Papua, Elisa Sekenyap dan Gustaf Kawer dari Paham Papua serta Simon Patirajawane dari LBH Pers Papua menyampaikan bahwa koalisi ini nantinya akan membantu para pekerja pers, pekerja HAM maupun pekerja kemanusiaan apabila berperkara hukum. Chandry menyebut terror terhadap pekerja pers adalah ancaman serius bagi demokrasi sebab jika intimidasi tetap dibiarkan maka masyarakat Papua akan kehilangan akses terhadap informasi yang benar dan berimbang.
Patrige mengatakan bahwa Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Papua sedang melakukan penyelidikan terhadap bahan peledak yang ada di dalam benda tersebut untuk diteliti secara laboratorium.
Dikatakan pihaknya sangat memahami kerja kerja jurnalis, salah satunya sebagai media kontrol, terhadap kerja kerja pemerintah maupun instansi intansi di Provinsi Papua. Tapi juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.
"Peristiwa ini bukti petunjuknya sangat menolong polisi untuk sesegera mungkin mengungkapkan pelakunya. Saya mengatakan bukti petunjuknya karena disekitar lokasi ini saya lihat kurang lebih sebanyak 17 CCTV," ujar Frits, kepada Wartawan.
Pelemparan bom molotov ini diduga dilakukan oleh dua orang yang berboncengan menggunakan sepeda motor. Bom itu dilemparkan dari pinggir jalan dan membuat api berkobar. Api membakar bagian depan mobil Toyota Avanza dan Toyota Calya itu dan untungnya api akhirnya dipadamkan dua karyawan Jubi.