Menurutnya, program P5 atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila merupakan bagian dari Kurikulum Merdeka. Tahapan pelaksanaan P5 meliputi, Pengenalan, Kontekstualisasi, Aksi, Refleksi dan Tindak lanjut. Beberapa karakter yang diharapkan terbentuk melalui P5, antara lain, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berkebhinekaan global, Gotong royong, Mandiri, Bernalar kritis dan Kreatif.
Kepala Bapas Kelas II Jayapura, Frianty Sanng membenarkan bahwa broken home, keluarga yang tak lagi utuh, menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan remaja terjerumus dalam pergaulan bebas anak.
Senam pagi ini dipandu langsung oleh Pencipta Senam Anak Indonesia Hebat, Abdullah juga dihadiri Pj Walikota, Christian Sohilait, Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Papua, Fathkurohmah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Abdul Majid beserta pimpinan OPD Kota Jayapura, dan juga ratusan siswa-siswi semua jenjang dari berbagai sekolah di Kota Jayapura.
Selama masa pendampingan di LPKA dan LPKS klien anak mengikuti berbagai program pembinaan. Program dimaksud beragam, yakni program keterampilan, kepribadian hingga kemandirian. Diharapkan, anak yang telah menjalankan masa pembinaan, tidak kembali melakukan tindak pidana dan memanfaatkan keterampilan yang dimiliki untuk menggapai cita-cita.
Hal ini, menurut Abdul Majid, sebagai tindak lanjut surat dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Balai Guru Penggerak Provinsi Papua, Nomor :0030/B7.25/GT.00.02/2025, Tentang Permohonan Peserta kegiatan Senam Bersama dalam rangka Implementasi (Tujuh) Kebisaan Anak Indonesia Hebat.
Tak ada orang tua yang rela anaknya terjerumus hal-hal negative dalam pergaulannya. Namun sering kali orang tua yang merasa mampu memberi kebahagian kepada anak dengan semua handphone atau gadget, justru lalai dalam mengawasi pergaulan anak di dunia maya. Akibatnya, banyak anak yang terjerat hal-hal negative hingga eksploitasi sesual di bawah umur.
Menurut Betty Anthoneta Puy, pentingnya keseriusan semua pihak untuk menjaga dan menjamin keamanan anak-anak dari kekerasan baik fisik maupun seksual. Kata Betty Anthoneta Puy, kekerasan seksual itu bisa terjadi dengan mudah dan dimana saja, jika fungsi pengawasan dan kontrol itu tidak dilakukan dengan baik dan maksimal.
Menurutnya, hukuman berat tersebut penting agar bisa memberikan efek jera. Bukan hanya kepada pelaku saja, tetapi juga bagi yang lain, sehingga akan berpikir berkali-kali kalau mau melakukan aksi pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kasat Reskrim Polresta Jayapura Kota, AKP I Dewa Gede Ditya Krishnanda menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari perkenalan antara pelaku, berinisial RW (22) dan korban, sebut saja Mawar lewat media sosial (Medos). Dari perkenalan ini keduanya nampak intens saling berkomunikasi.
Menurut Nona, sapaan akrab Nur Aida Duwila, maraknya kekerasan dan pelacehan terhadap anak disebabkan sebagian orang terutama pelaku kerap menganggap anak atau korban sebagai objek. “Penghargaan terhadap HAM harus dijunjung tinggi terutama kepada mereka kelompok rentan,” tegasnya.