Hanya saja, Komnas HAM Papua menilai langkah yang tepat adalah TNI harus mengakui perbuatan anggotanya atas penyiksaan yang dilakukan di Puncak, Provinsi Papua Tengah pada Februari lalu.
“Keberadaan pasukan non organik di Papua terutama TNI sangat meresahkan, bukannya melakukan penegakan hukum dengan baik yang ada justru menangkap dan melakukan penyiksaan,” ucap Theo saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey, menyebut satgas satgas yang ditugaskan ke Papua tidak diberikan pembekalan yang baik. Inilah yang menyebabkan kerap terjadi bentrok di lapangan.
Menurut Frits,Komnas HAM Papua melakukan monitoring serta berkoordinasi dengan pihak terkait. Misal Pangdam XVII/Cenderawasih, Mabes TNI dan jajaran Polda Papua terkait dengan video penyiksaan yang beredar.
Kronologi yang diperoleh Komnas HAM menyebutkan pada 20 Maret 2024, sekira pukul 08.00 WIT terjadi aksi penembakan terhadap anggota Polisi yang sedang melakukan pengamanan landasan helikopter/Hellypad 99 di Pos Polisi Ndeotadi 99, Distrik Baya Biru, Kabupaten Paniai.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya mengatakan, forum itu tidak hanya mempertanyakan netralitas Jokowi. Tetapi juga kondisi dan situasi HAM lainnya di Indonesia. Salah satunya terkait keterbukaan penyelesaian kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Komnas HAM ingatkan TNI untuk fokus pada pertahanan negara tanpa harus memasuki wilayah wilayah birokrasi yang secara birokratif membutuhkan penjenjangan, kepangkatan dan membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan kompotensinya.
“Tim negosiasi pembebasan pilot dibutuhkan orang orang indenpenden dan terpercaya, yang ditunjuk oleh pihak pihak yang bermasalah dan pihak yang merasa dirugikan,” ucap Theo, dalam rilisnya kepada Cenderawasih Pos, Senin (11/3).
Menurut Frits, pernyataan dari Kontras memberi perigatan. Hanya saja, Presiden dalam kewenangannya sebagai kepala negara punya tanggung jawab untuk memberikan petunjuk yang lebih tegas dalam memberi perintah.
Berdasarkan pemantauan KontraS, pada Januari hingga Februari 2024 telah terjadi setidaknya 7 Peristiwa kekerasan yang menimbulkan 6 korban luka dan 4 korban tewas. Tindak kekerasan tersebut antara lain meliputi penembakan, penyiksaan, serta penangkapan sewenang-wenang.