Karena itu kata dia, untuk mengantisipasi kejadian-kejadian seperti itu tentu Dinas Perhubungan kota Jayapura tidak bisa bergerak sendiri. Terutama harus ada kolaborasi dengan pihak lain terutama setiap polisi lalu lintas.
Kepala Dinas Perhubungan kota Jayapura, Justin Sitorus menjelaskan, sehubungan dengan kebijakan baru itu sejauh ini pihaknya terus membangun komunikasi yang Intens dengan Badan Pendapatan Daerah Kota Jayapura.
Dia mengatakan sejauh ini Pemkot Jayapura melalui Dinas Perhubungan, telah memberi sanksi tegas kepada para sopir angkot dengan menahan sementara angkutan kota selama 3 hari di kantor Walikota Jayapura.
Adapun di dalam SK tersebut mengatur bahwa untuk taksi online tarif untuk jarak 5 kilometer harus diangka Rp. 42.000, namun yang terjadi sampai saat ini driver Maxime masih memberlakukan tarif Rp. 22.000. Sistem inilah yang dianggap merugikan taksi konvensional. Karena tidak selaras dengan kualitas kendaraan. Sehingga masyarakat lebih dominan menggunakan taksi online dibandingkan angkot.
“Kami selalu menekankan bahwa sopir tidak boleh hanya mengejar target penumpang dengan mengabaikan keselamatan berkendara, tetapi keselamatan penumpang adalah wajib,” ujarnya.
Kata Delila tiga hal pokok yakni, pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana perhubungan yang ada di Kabupaten Jayapura seperti, Pelabuhan Depapre menjadi perhatian dan dikelola dengan baik, karena sarana jalan sudah memadai.
Kepala Dinas Perhubungan kota Jayapura, Justin Sitorus mengatakan, bantuan hibah 2 unit kendaraan itu diharapkan dapat menunjang pelaksanaan kegiatan Badan Usaha Milik kampung di masing-masing kampung penerima manfaat.
Yang pertama, salah satu modal pembangunan transportasi adalah terjalinnya konektivitas antar wilayah dan daerah, baik menuju dan keluar dari Papua Tengah. Yang kedua, menurut data pada tahun 2023, frekuensi penerbangan dan pergerakan penumpang akan mengalami peningkatan sebanyak 720.000 orang dengan estimasi 70.400 pergerakan pesawat terbang dan mendarat.
‘’Untuk traffic light yang berada di ruas jalan Nasional, itu menjadi kewenangan dari Balai yang ada di Sorong. Sementara traffic light yang ada di jalan provinsi menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Papua Selatan dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi Papua Selatan,’’ katanya.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua Selatan Nelson Sasarari, SH, M.MT, mengungkapkan, pemeliharaan marka dan median jalan tersebut merupakan kolaborasi yang dilakukan antara provinsi, balai dan kabupaten. Sebab, marka dan median jalan yang dicat tersebut tidak hanya jalan provinsi tapi juga jalan nasional dan kabupaten.