Banjir pun menggenangi ruas-ruas jalan protokol dan komplek perumahan warga. Seperti yang terjadi di Jalur menuju kantor walikota atau di pintu keluar terminal lama Entrop, di PTC, CV Thomas, Komplek SMA 4 dan di wilayah Abepura terjadi genangan setinggi 20-30 cm yang mengganggu arus lalu lintas.
  Untuk mengurangi terjadinya hal yang tidak diinginkan di Laut, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Maritim Dok II Jayapura telah Mengeluarkan peringatan terkait Gelombang tinggi yang akan terjadi di Samudera Pasifik utara Papua.
 Ezri menjelaskan saat ini, fenomena global La Niña dengan intensitas lemah masih aktif, yang umumnya berdampak pada peningkatan curah hujan. Selain itu, suhu muka laut yang cenderung lebih hangat di sekitar Samudera Pasifik bagian barat yang mendukung pembentukan awan hujan.
Lantas, bagaimana dampaknya terhadap Kabupaten Mimika di masa yang akan mendatang jika salju abadi tersebut benar-benar hilang? Prakirawan BMKG, Stasiun Meteorologi Mozes Kilangin Timika, Dwi C, mengatakan bahwa jika salju tersebut benar-benar lenyap maka suhu di Kabupaten Mimika dapat lebih panas dari biasanya.
Prakirawan BMKG, Stasiun Meteorologi Mozes Kilangin Timika, Dwi C, menjelaskan bahwa kondisi ini dimulai sejak awal bulan Januari 2025. Ini dipengaruhi faktor lokal yang ada di wilayah Kabupaten Mimika yang cenderung lebih kuat meski seyogyanya saat ini sedang terjadi fenomena cuaca global.
 Kepala Stasiun Meteorologi Kelas III Mopah Merauke Okto Firdaus Fairi Rianto, ST, dalam press releasenya yang diterima media ini mengungkapkan, kewaspadaan dini terkait dengan cuaca ekstrem ini terkait dengan terpantaunya adanya gangguan atmosfir yang menyebabkan terjadinya peningkatan cuaca ekstrem di beberapa wilayah Provinsi Papua Selatan dan sekitarnya yang berlangsung 18-25 Januari 2025.
  Ketua Tim Layanan Meteorologi Publik, BMKG Wilayah V Jayapura, Ezri Ronsumbre, mengakui bahwa kondisi cuaca tidak menentu curah hujan di Kota Jayapura dan sekitarnya, pada awal hingga pertengahan Januari 2025 ini memang cenderung lebih rendah dibandingkan rata-ratanya.
 Gempa dirasakan dengan skala MMI pada wilayah Jayapura dan Jayapura dengan skala III dan III. Skala MMI yang dirasakan adalah III yang artinya gempa dirasakan oleh beberapa orang, tetapi tidak menyebabkan kerusakan atau kecelakaan. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang dan jendela kaca bergetar.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Jayapura Herlambang Hudha menuturkan dari jumlah tersebut, gempa bumi yang dapat dirasakan mencapai 63 kejadian. Hal itu Herlambang mengatakan karena Papua secara keseluruhan merupakan daerah dengan aktifitas gempa yang sangat tinggi, karena adanya zona subduksi sebelah Utara Papua yang membentuk sesar yang memicu tingginya seismisitas di Papua.
Wilayah yang termasuk dalam zona musim penghujanan antara lain Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom bagian Selatan. Sementara itu, wilayah lainnya di Papua yang berada di luar zona musim memiliki tipe hujan monsunal l. Dimana curah hujan turun secara merata sepanjang tahun.