Nanik menambahkan bahwa selain tim investigasi melibatkan Polri dan BIN, penyelidikan juga dilakukan oleh tim investigasi independen dari para ahli. Tim independen tersebut dibentuk oleh BGN yang melibatkan ahli kimia, farmasi, chef, dan ahli lainnya dari berbagai disiplin ilmu untuk mendalami penyebab terjadinya 70 kasus keracunan dalam menu MBG, sepanjang Januari hingga September 2025.
Saat ditanya lebih lanjut soal hasil penyelidikan tersebut, Nanik menegaskan bahwa tidak semua penyebab keracunan MBG akan dibuka secara terbuka.
“Kalau yang tidak membahayakan keadaan negara ya kami buka, ya kan ini menyangkut masyarakat, misalnya apa? Kan tadi sudah saya buka, kebanyakan (penyebab keracunan) karena salah SOP, tapi kalau yang politis-politis kan tidak usah dibuka nanti jadi ribut,” kata Nanik.
Adapun BGN mencatat ada 70 kasus keracunan sepanjang Januari hingga September 2025, dengan jumlah total 5.914 penerima Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terdampak. Dari 70 kasus tersebut, sembilan kasus dengan 1.307 korban ditemukan di wilayah I Sumatera, termasuk di Kabupaten Lebong, Bengkulu, dan Kota Bandar Lampung, Lampung.
Kemudian, di wilayah II Pulau Jawa, ada 41 kasus dengan 3.610 penerima MBG yang terdampak, dan di wilayah III di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara ada 20 kasus dengan 997 penerima MBG yang terdampak.
Penyebab utama kasus keracunan dalam menu MBG, yakni ditemukan beberapa jenis bakteri yang terkandung dalam makanan, yaitu E. Coli pada air, nasi, tahu, dan ayam. Kemudian, Staphylococcus Aureus pada tempe dan bakso, Salmonella pada ayam, telur, dan sayur, Bacillus Cereus pada menu mie, dan Coliform, PB, Klebsiella, Proteus dari air yang terkontaminasi. (*)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos