JAKARTA – Implementasi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, berpotensi tidak mulus. Khususnya soal ketentuan pembagian pendapatan oleh platform digital kepada media atau perusahaan pers.
Di dalam draft atau rancangan Perpres tersebut, urusan teknis soal kerjasama termasuk pembagian pendapatan antara perusahaan pers dengan platform digital diatur secara teknis oleh Dewan Pers. Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu turut memberikan komentar soal Perpres soal hak publikasi atau publisher rights tersebut.
Dia menyampaikan empat poin menanggapi rencana terbitnya Perpres tersebut. ’’DP (Dewan Pers) berharap agar Perpres ini menuangkan rumusan yang memberikan pendapatan yang adil bagi media atas platform,’’ katanya kemarin (27/7). Kemudian apabila terjadi perbedaan pendapat antara keduanya, dapat diselesaikan dengan mediasi.
Ninik juga menyampaikan mereka Dewan Pers menghargai semua pihak untuk memberikan masukan pada draft yang sudah dikirim Kementerian Kominfo ke Presiden Joko Widodo itu. Dewan Pers juga sangat berharap, proses itu dapat memastikan karya jurnalistik yang didistribusikan melalui algoritma merupakan karya jurnalistik berkualitas.
’’DP berharap rancangan Perpres ini dapat membangun ekosistem pers yang sehat,’’ tuturnya. Kemudian juga bisa menyehatkan media dalam rantai distribusi berita melalui platform digital.
Sementara itu Google selaku platform digital yang selama ini ikut mendistribusikan karya jurnalistik lewat mesin pencarinya, menyampaikan pandangan khusus. Wakil Presiden Google Asia Pacific Michaela Browning mengatakan, rancangan Perpres itu berpotensi mengancam masa depan media di Indonesia serta kebebasan pers itu sendiri.
 Dia mengatakan aturan di dalam Perpres tersebut dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi public. Karena memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul secara online. Termasuk penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan.
Menurut dia peraturan tersebut hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit media. Serta membatasi kemampuan Google untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit berita dari seluruh Indonesia. Termasuk bakal merugikan ratusan penerbit berita kecil di bawah naungan Serikat Media Siber Indonesia. Masyarakat yang ingin tahu berbagai sudut pandang terhadap sebuah informasi atau fenomena, bakal dirugikan. (wan)