Friday, April 26, 2024
26.7 C
Jayapura

Ketua MPR: Perlu Kedepankan Pendekatan Tegas-Humanis di Papua

JAKARTA- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai perlu mengedepankan pendekatan tegas dan humanis dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di Papua. Karena itu menurut dia pendekatan teknis yang digunakan lebih kepada operasi teritorial, bukan operasi tempur.

“Namun, jika diperlukan Kopassus siap lakukan operasi tempur guna menumpas separatis yang mengganggu keamanan dan berupaya memisahkan diri dari NKRI,” kata Bambang Soesatyo atau Bamsoet dalam keterangannya saat menerima kunjungan Danjen Kopassus Brigjen TNI Iwan Setiawan, di Jakarta, Selasa (26/4).

Dikutip dari kantor berita Antara, Bamsoet menjelaskan, melalui forum MPR RI FOR Papua yang diisi anggota DPR RI dan DPD RI yang berasal dari Daerah Pemilihan Papua dan Papua Barat, MPR RI akan menjadi mitra strategis bagi TNI, termasuk di dalamnya bagi Kopassus, dalam menciptakan suasana kedamaian di Papua.

Dia menjelaskan, dibutuhkan keseragaman dan kesamaan pandangan semua “stakeholder” pemerintah untuk satu langkah menyelesaikan konflik di Papua. “Pendekatan yang harus dilakukan adalah pendekatan kesejahteraan, bukan semata pendekatan operasi militer. Khususnya terhadap beberapa wilayah yang sering terjadi kontak tembak, antara lain di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak; Distrik Krepkuri, Kabupaten Nduga; Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga; Distrik Gome, Kabupaten Puncak; Distrik Mamberamo, Kabupaten Mamberamo Raya; dan Distrik Omukia, Kabupaten Puncak,” ujarnya.

Baca Juga :  Kemenhub Berdayakan Nelayan Papua Untuk Optimalkan Tol Laut

Dia menjelaskan, pendekatan kesejahteraan tersebut antara lain dengan memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis, karena sumber konflik adalah akibat adanya ketidakadilan serta kemiskinan. Karena itu menurut dia, dana otonomi khusus (otsus) harus benar-benar dikawal dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.

Menurut dia, berbagai perangkat hukum untuk memajukan Papua sudah tersedia, antara lain melalui UU. No.2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat; dan Keputusan Presiden (Keppres) No 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Baca Juga :  Isu Jokowi Jadi Cawapres Prabowo Tak Mungkin Terjadi

“Tinggal pelaksanaannya yang harus dijalankan secara tepat dan cepat. Bercermin dari implementasi UU Otsus Papua, dari periode tahun 2002 hingga 2021, pemerintah pusat telah menyalurkan Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) sebesar Rp138,65 triliun untuk Provinsi Papua dan Papua Barat,” katanya.

Menurut dia, pada tahun 2005-2021, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) ke Provinsi Papua dan Papua Barat telah mencapai Rp702,3 triliun.

Dia menilai, evaluasi diperlukan untuk mengukur efektivitas, akuntabilitas dan hasil dari penggunaan anggaran tersebut sehingga bisa memberikan kejelasan sejauh mana anggaran yang besar tersebut memberikan dampak nyata bagi kehidupan masyarakat Papua dan Papua Barat. (Antara/nat)

JAKARTA- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai perlu mengedepankan pendekatan tegas dan humanis dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di Papua. Karena itu menurut dia pendekatan teknis yang digunakan lebih kepada operasi teritorial, bukan operasi tempur.

“Namun, jika diperlukan Kopassus siap lakukan operasi tempur guna menumpas separatis yang mengganggu keamanan dan berupaya memisahkan diri dari NKRI,” kata Bambang Soesatyo atau Bamsoet dalam keterangannya saat menerima kunjungan Danjen Kopassus Brigjen TNI Iwan Setiawan, di Jakarta, Selasa (26/4).

Dikutip dari kantor berita Antara, Bamsoet menjelaskan, melalui forum MPR RI FOR Papua yang diisi anggota DPR RI dan DPD RI yang berasal dari Daerah Pemilihan Papua dan Papua Barat, MPR RI akan menjadi mitra strategis bagi TNI, termasuk di dalamnya bagi Kopassus, dalam menciptakan suasana kedamaian di Papua.

Dia menjelaskan, dibutuhkan keseragaman dan kesamaan pandangan semua “stakeholder” pemerintah untuk satu langkah menyelesaikan konflik di Papua. “Pendekatan yang harus dilakukan adalah pendekatan kesejahteraan, bukan semata pendekatan operasi militer. Khususnya terhadap beberapa wilayah yang sering terjadi kontak tembak, antara lain di Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak; Distrik Krepkuri, Kabupaten Nduga; Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga; Distrik Gome, Kabupaten Puncak; Distrik Mamberamo, Kabupaten Mamberamo Raya; dan Distrik Omukia, Kabupaten Puncak,” ujarnya.

Baca Juga :  Kerangkeng Manusia untuk Bina Kader Pemuda Pancasila

Dia menjelaskan, pendekatan kesejahteraan tersebut antara lain dengan memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis, karena sumber konflik adalah akibat adanya ketidakadilan serta kemiskinan. Karena itu menurut dia, dana otonomi khusus (otsus) harus benar-benar dikawal dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.

Menurut dia, berbagai perangkat hukum untuk memajukan Papua sudah tersedia, antara lain melalui UU. No.2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua; Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat; dan Keputusan Presiden (Keppres) No 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Baca Juga :  Tepis Isu SARA, Polri Gandeng Ustaz Das'ad Latif untuk Pemilu Damai

“Tinggal pelaksanaannya yang harus dijalankan secara tepat dan cepat. Bercermin dari implementasi UU Otsus Papua, dari periode tahun 2002 hingga 2021, pemerintah pusat telah menyalurkan Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) sebesar Rp138,65 triliun untuk Provinsi Papua dan Papua Barat,” katanya.

Menurut dia, pada tahun 2005-2021, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) ke Provinsi Papua dan Papua Barat telah mencapai Rp702,3 triliun.

Dia menilai, evaluasi diperlukan untuk mengukur efektivitas, akuntabilitas dan hasil dari penggunaan anggaran tersebut sehingga bisa memberikan kejelasan sejauh mana anggaran yang besar tersebut memberikan dampak nyata bagi kehidupan masyarakat Papua dan Papua Barat. (Antara/nat)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya