Dengan beban tanggung jawab yang besar, dia tidak ingin di Indonesia muncul sekelompok orang, termasuk para politisi dan pejabat yang justru memburu jabatan akademik tersebut dengan mengabaikan etika.
“Karena yang dilihat tampaknya lebih ke status ya. Bukan sebagai tanggung jawab amanah,” kata dia.
Fathul menegaskan bahwa jabatan profesor memang sebuah capaian akademik, akan tetapi yang lebih banyak melekat sejatinya adalah tanggung jawab publik.
Meski begitu, semakin banyak profesor di Indonesia, menurut dia, tidak mudah mencari intelektual publik yang konsisten melantangkan kebenaran ketika muncul penyelewengan.
Peniadaan gelar itu, lanjut Fathul, sekaligus merawat semangat kolegialitas sehingga jabatan profesor tidak justru menambah jarak sosial di lingkungan kampus sebagai tempat paling demokratis di muka bumi.
“Saya berharap semakin banyak profesor yang berkenan ikut sebagai gerakan moral simbolik yang bisa menjadi budaya egaliter baru yang permanen,” ujar Fathul.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa surat edaran peniadaan gelar itu hanya berlaku untuk dirinya dan tidak mewajibkan pejabat struktural lain di lingkungan UII untuk mengikuti langkahnya.
“Saya tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti saya. Saya mencoba menjadikan ini sebagai gerakan kultural. Kalau ini bersambut maka itu akan sangat baik sehingga jabatan profesor ini lebih dianggap sebagai amanah,” ujar dia. (antara)
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOSÂ https://www.myedisi.com/cenderawasihpos