Sunday, April 28, 2024
27.7 C
Jayapura

Caleg OAP Tolak Hasil Pemilu 2019

Sejumlah Caleg OAP saat melakukan demo menolak hasil Pemilu di Kabupaten Jayapura di Kantor Bupati Jayapura, Selasa (21/5).( FOTO : Robert Mboik Cepos)

SENTANI -Puluhan  masyarakat dan Calon Legislatif dari Orang Asli Papua (OAP) yang gagal lolos dalam Pemilu 2019  tingkat DPRD Jayapura menyatakan menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019. Sejumlah OAP ini mendatangi Kantor Bupati Jayapura untuk menyampaikan ketidakpuasaan mereka terkait hasil Pemilu yang dinilai sarat  settingan  dan praktek money politik. Akibatnya, sejumlah Caleg OAP harus gagal duduk di Gunung Merah, markas Kantor DPRD Jayapura.

Kedatangan mereka dikawal ketat aparat keamanan. Tiba di Gunung Merah, sekira pukul 11.45 WIT, mereka kemudian bergerak menuju Kantor Bupati Jayapura dengan membawa dua sepanduk besar yang bertuliskan, “Kembalikan Hak Politik Kami Orang Asli Papua” dan satunya lagi, memuat tulisan “Hapus Penjajahan Politik Berkedok Demokrasi di Kabupaten Jayapura”. Selain itu, mereka juga membawa sejumlah pamflet yang berisi sejumlah tuntutan mengenai hasil penyelenggaraan Pemilu itu.

Jack Puraro yang bertindak sebagai salah satu orator dalam demo itu  menegaskan, hasil Pemilu kali ini sangat mengecewakan masyarakat OAP dan  Caleg OAP.  Mereka mengkritisi hasil Pemilu yang dinilai sarat praktek kecurangan. Mereka juga menyoroti hasil perolehan kursi DPRD Jayapura 2019, di mana hasilnya  sesuai perhitungan mereka, sebanyak  17 kursi bagi Caleg non OAP dan hanya 8 kursi untuk OAP. Hasil ini tentu sangat tidak memihak terhadap kepentingan OAP.

Baca Juga :  Polisi Tidak Izinkan Pemotor Ikut Malam Takbiran

“129 kampung yang ada di Kabupaten Jayapura sebagian besar ada  OAP di sana, lalu apa yang akan kamu buat untuk kami. Jangan merampas hak politik kami,”ungkapnya dalam  orasi itu.

Setidaknya ada tiga poin penting yang mereka  sampaikan jika hasil Pemilu itu masih ditetapkan. Yang pertama, perolehan  kursi 17 dan 8 harus dibalik, 17 kursi OAP dan 8 untuk non OAP, apabila opsi itu tidak bisa, maka perlu ditambahkan 15 kursi khusus OAP, opsi terakhir harus dilakukan PSU di Kabupaten Jayapura. Karena pada dasarnya mereka menilai, Pemilu kali ini banyak kecurangan.

“Demokrasi di Kabupaten Jayapura  sedang darurat, pemerintah segera ambil langkah, kalau tidak masyarakat  pribumi  akan hidup dalam penjajahan  berkedok demokrasi.

Baca Juga :  Polisi Berharap Ada Informasi yang Diberikan Warga

Kedatangan mereka langsung diterima Wabup Giri Wijayanto, Wabup Giri menjelaskan,  menyikapi persoalan Pemilu itu, Pemkab Jayapura telah membentuk tim khusus pada 13 Mei lalu.

” 13 Mei lalu bupati dan wakil bupati telah membentuk tim proteksi orang asli Papua dalam jabatan legislatif dan sksekutif,”jelasnya.

sehubungan dengan itu Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura telah melibatkan pakar hukum dari universitas negeri Cendrawasih Papua untuk sama-sama berpikir dan mengambil keputusan yang tidak mendiskriminasikan orang asli Papua.”Pakar hukum ini telah memberikan usulan kepada bupati bahwa celah yang bisa diusul  setelah penetapan  Caleg itu maka ada pada undang-undang Otsus nomor 21 Tahun 2001  yang terdapat pada pasal 28 ayat 3,” jelasnya.(roy/tho)

Sejumlah Caleg OAP saat melakukan demo menolak hasil Pemilu di Kabupaten Jayapura di Kantor Bupati Jayapura, Selasa (21/5).( FOTO : Robert Mboik Cepos)

SENTANI -Puluhan  masyarakat dan Calon Legislatif dari Orang Asli Papua (OAP) yang gagal lolos dalam Pemilu 2019  tingkat DPRD Jayapura menyatakan menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019. Sejumlah OAP ini mendatangi Kantor Bupati Jayapura untuk menyampaikan ketidakpuasaan mereka terkait hasil Pemilu yang dinilai sarat  settingan  dan praktek money politik. Akibatnya, sejumlah Caleg OAP harus gagal duduk di Gunung Merah, markas Kantor DPRD Jayapura.

Kedatangan mereka dikawal ketat aparat keamanan. Tiba di Gunung Merah, sekira pukul 11.45 WIT, mereka kemudian bergerak menuju Kantor Bupati Jayapura dengan membawa dua sepanduk besar yang bertuliskan, “Kembalikan Hak Politik Kami Orang Asli Papua” dan satunya lagi, memuat tulisan “Hapus Penjajahan Politik Berkedok Demokrasi di Kabupaten Jayapura”. Selain itu, mereka juga membawa sejumlah pamflet yang berisi sejumlah tuntutan mengenai hasil penyelenggaraan Pemilu itu.

Jack Puraro yang bertindak sebagai salah satu orator dalam demo itu  menegaskan, hasil Pemilu kali ini sangat mengecewakan masyarakat OAP dan  Caleg OAP.  Mereka mengkritisi hasil Pemilu yang dinilai sarat praktek kecurangan. Mereka juga menyoroti hasil perolehan kursi DPRD Jayapura 2019, di mana hasilnya  sesuai perhitungan mereka, sebanyak  17 kursi bagi Caleg non OAP dan hanya 8 kursi untuk OAP. Hasil ini tentu sangat tidak memihak terhadap kepentingan OAP.

Baca Juga :  Polisi Berharap Ada Informasi yang Diberikan Warga

“129 kampung yang ada di Kabupaten Jayapura sebagian besar ada  OAP di sana, lalu apa yang akan kamu buat untuk kami. Jangan merampas hak politik kami,”ungkapnya dalam  orasi itu.

Setidaknya ada tiga poin penting yang mereka  sampaikan jika hasil Pemilu itu masih ditetapkan. Yang pertama, perolehan  kursi 17 dan 8 harus dibalik, 17 kursi OAP dan 8 untuk non OAP, apabila opsi itu tidak bisa, maka perlu ditambahkan 15 kursi khusus OAP, opsi terakhir harus dilakukan PSU di Kabupaten Jayapura. Karena pada dasarnya mereka menilai, Pemilu kali ini banyak kecurangan.

“Demokrasi di Kabupaten Jayapura  sedang darurat, pemerintah segera ambil langkah, kalau tidak masyarakat  pribumi  akan hidup dalam penjajahan  berkedok demokrasi.

Baca Juga :  Kecewa, Masyarakat Depapre-Moi Palang Jalan Sentani-Depapre

Kedatangan mereka langsung diterima Wabup Giri Wijayanto, Wabup Giri menjelaskan,  menyikapi persoalan Pemilu itu, Pemkab Jayapura telah membentuk tim khusus pada 13 Mei lalu.

” 13 Mei lalu bupati dan wakil bupati telah membentuk tim proteksi orang asli Papua dalam jabatan legislatif dan sksekutif,”jelasnya.

sehubungan dengan itu Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura telah melibatkan pakar hukum dari universitas negeri Cendrawasih Papua untuk sama-sama berpikir dan mengambil keputusan yang tidak mendiskriminasikan orang asli Papua.”Pakar hukum ini telah memberikan usulan kepada bupati bahwa celah yang bisa diusul  setelah penetapan  Caleg itu maka ada pada undang-undang Otsus nomor 21 Tahun 2001  yang terdapat pada pasal 28 ayat 3,” jelasnya.(roy/tho)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya