Saturday, April 20, 2024
24.7 C
Jayapura

Jalan Mulus, Ritel Modern Makin Masif

Wajah Baru Sepaku setelah Resmi Jadi Lokasi IKN

Tanggal 26 Agustus 2019 tak akan dilupakan masyarakat Kaltim, khususnya Sepaku. Jutaan pasang mata seketika tertuju ke salah satu kecamatan di Penajam Paser Utara tersebut. Perubahan besar pun terus mengiringi status barunya sebagai lokasi ibu kota negara yang baru.

NUGROHO PANDU, Sepaku

SENYUM merekah di wajah Rizki Maulana Perwira Atmaja. Tatapannya begitu bercahaya dan penuh semangat saat menunjuk jalan raya tepat di depan kantor Desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.

“Dulu jalan di sini rusak parah. Sulit dilewati. Bahkan warga memilih jalan alternatif untuk menghindari kecelakaan di sekitar ini. Tapi sekarang sudah mulus,” ujar pria yang menjabat kepala Desa Sukaraja tersebut membuka pembicaraan dengan Kaltim Post, Rabu (19/1) lalu.

Kenangan kelam tersebut masih membekas dalam ingatan alumnus Universitas Mulawarman itu. Dia bercerita, pada medio 1990–2000, infrastruktur di Sepaku khususnya jalan utama sangat jauh dari kata layak. Seperti daerah pedalaman pada umumnya, jalan belum beraspal. Hanya berbatu, beberapa masih berupa tanah. Yang berdebu saat cuaca terik dan licin saat diguyur hujan.

Warga Sepaku yang ingin bepergian ke Balikpapan atau Samarinda begitu kesulitan karena taksi kol (kendaraan umum) yang ditumpangi harus berjibaku dengan lumpur. Bahkan harus ikut turun mendorong kendaraan yang kandas di kubangan. Atau menarik kendaraan menggunakan tali bersama penumpang lain agar bisa menaiki gunung yang becek.

“Pemandangan seperti itu sangat sering saya dapati. Sampai saya kuliah pada 2003-an. Saya ingat betul waktu itu harus turun dari mobil. Berganti kendaraan karena mobil yang saya tumpangi benar-benar tidak tertolong. Jadi mobil kami tinggal di tengah-tengah gunung. Tunggu cuaca panas terik dan jalanan kering baru diselamatkan mobilnya,” kenang dia.

Para sopir ataupun warga yang ingin bepergian menggunakan kendaraan pribadi juga berkali-kali berganti jalur untuk keluar Sepaku. Yang awalnya menggunakan jalur utama di Desa Sukomulyo (Semoi III) harus pindah ke Argomulyo (Semoi I) karena jalanan terlalu rusak dan tidak bisa dilewati. Hingga medio 2005, ada perbaikan dan pengaspalan, mereka kembali ke jalur utama.

Baca Juga :  Faktor Pelatih, Main Sepenuh Hati, dan Size yang ”Does Matter”

“Waktu itu pas pindah ke Semoi I sebenarnya jarak tempuh lebih dekat. Tapi setelah aspal terkelupas, kondisinya sangat tidak baik dan sulit dilewati. Makanya kembali pindah ke Semoi III,” ujarnya.

Namun, tidak semuanya mulus seperti sekarang. Masih ada beberapa segmen yang kontur jalannya berlubang, berbatu, dan tanah. “Butuh waktu berjam-jam untuk bisa lolos dari kubangan,” sambungnya.

“Sekarang bisa dikatakan kondisinya semua baik. Terutama setelah IKN ditetapkan di Sepaku dan banyak kunjungan. Puncaknya saat Presiden Joko Widodo melihat lokasi IKN. Seperti kilat, jalanan jadi mulus. Dari Sepaku ke Samboja (pintu keluar Sepaku) cuma butuh waktu belasan menit. Jadi bisa dibilang dampak IKN begitu terasa,” terangnya.

Lantaran infrastruktur semakin bagus, perekonomian warga secara otomatis ikut terkerek. Yang tadinya sama sekali tidak ada yang melirik Sepaku karena masih hutan dan infrastruktur tidak baik, sekarang berbalik. Buktinya retail modern masuk. Seperti Indomaret yang sudah mendirikan empat toko. Dua di Desa Bukit Raya (Sepaku I). Satu di Argomulyo dan satu di Sukaraja.

“Kemudian sekarang sudah ada usaha konveksi modern yang masuk di kawasan Bukit Raya. Jadi kalau mau sablon-sablon baju atau membuat baju tidak perlu keluar daerah. Lalu masuk lagi jasa pengiriman barang. Sekarang sudah ada JNE, J&T, dan Lion Parcel. Ini benar-benar menghidupkan ekonomi masyarakat. Seperti menghadirkan jasa kurir,” bebernya.

Masuknya retail modern disebutnya mampu membuka lapangan pekerjaan. Sebab mengutamakan tenaga kerja lokal. Ini memberi kemudahan bagi generasi muda yang ingin mencari pekerjaan. Tidak perlu pusing lagi ke Balikpapan atau Samarinda. Tentu dengan gaji tinggi, sesuai standar pemerintah daerah.

Tak hanya itu, harga tanah di Sepaku naik signifikan seiring banyaknya pembeli tanah masuk ke Sepaku. Contohnya di Sukaraja yang harganya kekinian. Dulu harga tanah kapling ukuran 10×15 atau 10×20 dibanderol Rp 25–30 juta. Sekarang paling rendah Rp 75 juta. Sementara tanah kebun 1 hektare berisi tanaman sawit dengan jarak 1 kilometer dari jalan utama dulunya hanya Rp 60–70 juta kini di kisaran Rp 400 juta.

Baca Juga :  Kondisi Alam Sulit,  Untuk Berkantor Saja Butuh Rp 200 ribu-300 Ribu/Hari

“Yang pinggir jalan, dulu 1 hektare Rp 100 jutaan, sekarang sudah tinggi banget. Ada yang menawarkan Rp 1,5–2 miliar. Banyak yang sudah membeli. Ada yang pribadi, juga atas nama perusahaan,” ungkapnya.

Seiring banyaknya lapangan pekerjaan yang terbuka, kebutuhan rumah sewa juga meningkat. Beberapa warga sudah merasakan. Banyak yang membuka rumah bangsalan, rata-rata terisi dengan harga sewa Rp 1–1,5 juta. Ini dulu sama sekali tidak dilakukan warga dan fokus bertani. Namun sekarang sudah banyak yang menyediakan.

Termasuk kebutuhan makan siang yang tinggi. Ekonomi warga naik. Warung-warung makan makin ramai karena banyak kunjungan. Para pejabat yang biasa berkunjung ke titik nol biasanya mampir untuk makan siang. Juga yang singgah di rumah dinas bupati. Juga membuka ekonomi. Usaha katering yang tidak laku, sekarang laku keras.

Terkait hiburan, dulu warga Sepaku harus ke Balikpapan. Kini peluang tersebut dimanfaatkan konsorsium bersaudara. Mereka membuka tempat pemancingan dan kolam renang di Sukaraja dan satu-satunya di Kecamatan Sepaku. Kunjungannya di akhir pekan begitu ramai.

Peluang ini dibaca oleh pemerintah desa untuk ikut ambil bagian. Mereka mengawalinya dengan meminta aset pemerintah daerah yang mangkrak. Yakni, pembangunan pasar tradisional pada 2012. Setelah bersurat dan disetujui oleh pemerintah kabupaten, aset yang mangkrak 9 tahun tersebut kini diserahkan ke pemerintah desa dan dibangun lapangan futsal.

Baru diresmikan 31 Desember 2021, tempat tersebut telah menyumbang pendapatan desa. “Sesuai laporan keuangan sembilan hari pertama, kami sudah profit Rp 4 juta. Ini sangat membantu keuangan kami karena saat ini dana desa difokuskan untuk penanganan Covid-19,” kata Rizki.

Terus melihat pangsa pasar untuk kuliner yang kena imbas banyaknya tamu masuk, pemerintah desa berencana membangun pujasera desa bersebelahan dengan rumah sakit yang baru diresmikan 10 Januari lalu.

“Kami juga ingin membangun kolam renang. Tapi karena keuangan desa kecil, kami mencari investor. Kalau ada yang bersedia, silakan merapat. Kita berkolaborasi, pemerintah siapkan lahannya,” terang dia. Menurutnya, langkah-langkah ini harus dilakukan agar tidak kehilangan momen. (dwi/k8/JPG)

Wajah Baru Sepaku setelah Resmi Jadi Lokasi IKN

Tanggal 26 Agustus 2019 tak akan dilupakan masyarakat Kaltim, khususnya Sepaku. Jutaan pasang mata seketika tertuju ke salah satu kecamatan di Penajam Paser Utara tersebut. Perubahan besar pun terus mengiringi status barunya sebagai lokasi ibu kota negara yang baru.

NUGROHO PANDU, Sepaku

SENYUM merekah di wajah Rizki Maulana Perwira Atmaja. Tatapannya begitu bercahaya dan penuh semangat saat menunjuk jalan raya tepat di depan kantor Desa Sukaraja, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.

“Dulu jalan di sini rusak parah. Sulit dilewati. Bahkan warga memilih jalan alternatif untuk menghindari kecelakaan di sekitar ini. Tapi sekarang sudah mulus,” ujar pria yang menjabat kepala Desa Sukaraja tersebut membuka pembicaraan dengan Kaltim Post, Rabu (19/1) lalu.

Kenangan kelam tersebut masih membekas dalam ingatan alumnus Universitas Mulawarman itu. Dia bercerita, pada medio 1990–2000, infrastruktur di Sepaku khususnya jalan utama sangat jauh dari kata layak. Seperti daerah pedalaman pada umumnya, jalan belum beraspal. Hanya berbatu, beberapa masih berupa tanah. Yang berdebu saat cuaca terik dan licin saat diguyur hujan.

Warga Sepaku yang ingin bepergian ke Balikpapan atau Samarinda begitu kesulitan karena taksi kol (kendaraan umum) yang ditumpangi harus berjibaku dengan lumpur. Bahkan harus ikut turun mendorong kendaraan yang kandas di kubangan. Atau menarik kendaraan menggunakan tali bersama penumpang lain agar bisa menaiki gunung yang becek.

“Pemandangan seperti itu sangat sering saya dapati. Sampai saya kuliah pada 2003-an. Saya ingat betul waktu itu harus turun dari mobil. Berganti kendaraan karena mobil yang saya tumpangi benar-benar tidak tertolong. Jadi mobil kami tinggal di tengah-tengah gunung. Tunggu cuaca panas terik dan jalanan kering baru diselamatkan mobilnya,” kenang dia.

Para sopir ataupun warga yang ingin bepergian menggunakan kendaraan pribadi juga berkali-kali berganti jalur untuk keluar Sepaku. Yang awalnya menggunakan jalur utama di Desa Sukomulyo (Semoi III) harus pindah ke Argomulyo (Semoi I) karena jalanan terlalu rusak dan tidak bisa dilewati. Hingga medio 2005, ada perbaikan dan pengaspalan, mereka kembali ke jalur utama.

Baca Juga :  Lima Menit Sebelum Kejadian, Lihat Kedua Korban Berjalan Berpegangan Tangan

“Waktu itu pas pindah ke Semoi I sebenarnya jarak tempuh lebih dekat. Tapi setelah aspal terkelupas, kondisinya sangat tidak baik dan sulit dilewati. Makanya kembali pindah ke Semoi III,” ujarnya.

Namun, tidak semuanya mulus seperti sekarang. Masih ada beberapa segmen yang kontur jalannya berlubang, berbatu, dan tanah. “Butuh waktu berjam-jam untuk bisa lolos dari kubangan,” sambungnya.

“Sekarang bisa dikatakan kondisinya semua baik. Terutama setelah IKN ditetapkan di Sepaku dan banyak kunjungan. Puncaknya saat Presiden Joko Widodo melihat lokasi IKN. Seperti kilat, jalanan jadi mulus. Dari Sepaku ke Samboja (pintu keluar Sepaku) cuma butuh waktu belasan menit. Jadi bisa dibilang dampak IKN begitu terasa,” terangnya.

Lantaran infrastruktur semakin bagus, perekonomian warga secara otomatis ikut terkerek. Yang tadinya sama sekali tidak ada yang melirik Sepaku karena masih hutan dan infrastruktur tidak baik, sekarang berbalik. Buktinya retail modern masuk. Seperti Indomaret yang sudah mendirikan empat toko. Dua di Desa Bukit Raya (Sepaku I). Satu di Argomulyo dan satu di Sukaraja.

“Kemudian sekarang sudah ada usaha konveksi modern yang masuk di kawasan Bukit Raya. Jadi kalau mau sablon-sablon baju atau membuat baju tidak perlu keluar daerah. Lalu masuk lagi jasa pengiriman barang. Sekarang sudah ada JNE, J&T, dan Lion Parcel. Ini benar-benar menghidupkan ekonomi masyarakat. Seperti menghadirkan jasa kurir,” bebernya.

Masuknya retail modern disebutnya mampu membuka lapangan pekerjaan. Sebab mengutamakan tenaga kerja lokal. Ini memberi kemudahan bagi generasi muda yang ingin mencari pekerjaan. Tidak perlu pusing lagi ke Balikpapan atau Samarinda. Tentu dengan gaji tinggi, sesuai standar pemerintah daerah.

Tak hanya itu, harga tanah di Sepaku naik signifikan seiring banyaknya pembeli tanah masuk ke Sepaku. Contohnya di Sukaraja yang harganya kekinian. Dulu harga tanah kapling ukuran 10×15 atau 10×20 dibanderol Rp 25–30 juta. Sekarang paling rendah Rp 75 juta. Sementara tanah kebun 1 hektare berisi tanaman sawit dengan jarak 1 kilometer dari jalan utama dulunya hanya Rp 60–70 juta kini di kisaran Rp 400 juta.

Baca Juga :  Aksi dan Agenda Memeriahkan HUT RI Bisa Dilakukan dengan Berbagai Cara

“Yang pinggir jalan, dulu 1 hektare Rp 100 jutaan, sekarang sudah tinggi banget. Ada yang menawarkan Rp 1,5–2 miliar. Banyak yang sudah membeli. Ada yang pribadi, juga atas nama perusahaan,” ungkapnya.

Seiring banyaknya lapangan pekerjaan yang terbuka, kebutuhan rumah sewa juga meningkat. Beberapa warga sudah merasakan. Banyak yang membuka rumah bangsalan, rata-rata terisi dengan harga sewa Rp 1–1,5 juta. Ini dulu sama sekali tidak dilakukan warga dan fokus bertani. Namun sekarang sudah banyak yang menyediakan.

Termasuk kebutuhan makan siang yang tinggi. Ekonomi warga naik. Warung-warung makan makin ramai karena banyak kunjungan. Para pejabat yang biasa berkunjung ke titik nol biasanya mampir untuk makan siang. Juga yang singgah di rumah dinas bupati. Juga membuka ekonomi. Usaha katering yang tidak laku, sekarang laku keras.

Terkait hiburan, dulu warga Sepaku harus ke Balikpapan. Kini peluang tersebut dimanfaatkan konsorsium bersaudara. Mereka membuka tempat pemancingan dan kolam renang di Sukaraja dan satu-satunya di Kecamatan Sepaku. Kunjungannya di akhir pekan begitu ramai.

Peluang ini dibaca oleh pemerintah desa untuk ikut ambil bagian. Mereka mengawalinya dengan meminta aset pemerintah daerah yang mangkrak. Yakni, pembangunan pasar tradisional pada 2012. Setelah bersurat dan disetujui oleh pemerintah kabupaten, aset yang mangkrak 9 tahun tersebut kini diserahkan ke pemerintah desa dan dibangun lapangan futsal.

Baru diresmikan 31 Desember 2021, tempat tersebut telah menyumbang pendapatan desa. “Sesuai laporan keuangan sembilan hari pertama, kami sudah profit Rp 4 juta. Ini sangat membantu keuangan kami karena saat ini dana desa difokuskan untuk penanganan Covid-19,” kata Rizki.

Terus melihat pangsa pasar untuk kuliner yang kena imbas banyaknya tamu masuk, pemerintah desa berencana membangun pujasera desa bersebelahan dengan rumah sakit yang baru diresmikan 10 Januari lalu.

“Kami juga ingin membangun kolam renang. Tapi karena keuangan desa kecil, kami mencari investor. Kalau ada yang bersedia, silakan merapat. Kita berkolaborasi, pemerintah siapkan lahannya,” terang dia. Menurutnya, langkah-langkah ini harus dilakukan agar tidak kehilangan momen. (dwi/k8/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya