Miki Wuka, Pemuda Asal Wamena yang Terpilih Menjadi Pemuda Pelopor di Papua
Satu persatu anak asli Papua yang menginspirasi bermunculan. Salah satunya Miki Wuka. Pemuda asal Jayawijaya yang dinobatkan menjadi Pemuda Pelopor di Papua. Beberapa cerita inspiratif ia bagikan.
Laporan: Abdel Gamel Naser_Jayapura
Sosoknya sama seperti pemuda asal pegunungan lainnya. Aktif berkumpul, suka berkeliling dan berbagi cerita. Hanya bedanya disini Miki termasuk pemuda yang menyukai tantangan baru serta membuka diri menerima masukan. Dari kegiatan hariannya, pemuda kelahiran Wamena tahun 1995 ini memang cukup sibuk.
Selain sebagai salah satu mahasiswa di Kampus ISBI Tanah Papua, ia juga bekerja di sebuah konter Hp di Waena. Ia suka memperbaiki Laptop maupun Hp dengan pemahaman yang dimiliki. Kalaupun tidak jadi, atau tetap rusak paling tidak ia berani untuk membongkar sendiri dan mau belajar. Itu yang menjadi pegangannya.
Dari kebiasaannya menerima hal baru ini, Miki akhirnya terpilih sebagai sosok pemuda pelopor. Istilah ini digunakan oleh Dispora Provinsi Papua yang merupakan sebuah event mencari sosok pemuda berbakat dan memiliki karakter menginspirasi. Pada akhir tahun 2021 kemarin Miki terpilih sebagai juara 1 Papua dan mewakili Papua ke tingkat nasional.
Di sini ia dipertemukan dengan 40 pemuda pemudi wakil dari provinsi lain di Indonesia dan kembali diadu. Hanya sayangnya d itingkat nasional ini Miki harus tertahan dan harus puas berada pada peringkat 18 karena diakui minim persiapan.
“Awalnya saya sendiri tidak tahu Pemuda Pelopor itu apa sampai-sampai saya harus mencari sendiri di mesin pencari google. Tapi di google juga yang muncul ternyata banyak versi dan saya mulai bingung,” ujar Miki saat ditemui di Jayapura, Senin (24/1).
Iapun menggunakan kata kunci dan akhirnya menemukan apa maksud dari Pemuda Pelopor tersebut. “Jadi kalau dicari di internet itu banyak sekali artinya. Dari kepolisian juga ada istilah itu,” bebernya.
Hingga akhirnya ia mendapat hasil bahwa yang dimaksud adalah pemuda yang aktif dan menguasai banyak kemampuan sosial maupun memahami kondisi lingkungan. Miki sendiri mengikuti lomba ini dan keluar sebagai juara 1 setelah sebelumnya salah satu Dosen ISBI, Jefri Nandisa yang memintanya untuk mempersiapkan diri. Itu hanya 1 hari dimana malamnya ia mendapat infromasi dan paginya ia ikut lomba tersebut. Untungnya ketika itu di Papua sendiri hanya diikuti 6 orang sehingga persaingan tak terlalu ketat.
“Ada dua hari kegiatan dimana kami diberi materi tentang pendidikan, pariwisata, lingkungan dan agama sosial dan budaya. Saya kemudian dikasih pilihan dan saya mengambil tentang agama dan sosial budaya dan saat itu nama saya nomor 1,” ceritanya.
Ia memilih soal agama dan sosial budaya lantaran sejak kecil Miki banyak dibekali pesan – pesan budaya oleh orang tuanya di kampung. Nah dari presentase yang dijelaskan Miki menyampaikan bahwa pemuda sejatinya tidak boleh dijajah oleh teknologi meski hal tersebut sudah terjadi.
Yang betul adalah manusia ataupun pemuda seharusnya justru menguasai teknologi. Dari waktu 30 menit presentase ini Miki menyinggung bahwa ada banyak yang hilang dari kebiasaan manusia di Papua saat ini.
Kebiasaan menonton Tv, duduk berbagi, berdiskusi, hingga menyapa dan menemui teman atau keluarga secara langsung. Intinya karakter manusia sosial perlahan terkikis. Ini dikarenakan Hp mengambil semuanya. Menyita semuanya sehingga yang dulunya orang lebih banyak duduk kemudian bercerita, kini duduk bersama namun sibuk sendiri. Kebiasaan dulu banyak yang hilang karena terganti Hp.
“Selain itu kami juga ditanya soal pemahaman soal agama, sosial dan budaya seperti apa dan saya sampaikan bahwa saya pernah terlibat dalam film dokumenter di Jayapura kemudian kerap melakukan aksi-aksi sosial dengan komunitas sedangkan untuk budaya saya sampaikan bahwa sejak kelas VI SD saya mengikuti apa aktifitas yang dilakukan orang tua, berburu, membuat anak panah, busur, termasuk cara membuat rumah adat,” bebernya.
Dari pemahaman kecilnya ini Miki membeberkan bahwa sejak SMP ia sudah bisa membuat bedeng, buat busur sendiri bahkan kelas III SMP ia sudah memiliki rumah yang dibuat sendiri. “Presentase ini yang saya jelaskan untuk masuk 3 besar Papua. Lalu saya dikasih pertanyaan lagi apa yang bisa saya buat. Dan di situ saya jelaskan materi pelestarian budaya dalam bentuk video. Proses pembangunan rumah dan nama tanaman asli yang semua pakai bahasa daerah,” tambahnya. Lalu dari presentase yang disampaikan Miki justru mendapat pertanyaan soal mengapa ia harus membuat dalam bentuk video.
“Dan saya jelaskan bahwa kenapa saya buat dan mempresentasekan dalam bentuk video, itu karena di gunung jika kita hanya berbicara teori saja maka masyarakat tidak akan paham. Tapi kalau praktek langsung termasuk lewat video itu mereka (masyarakat) lebih cepat paham,” tambahnya.
Pemuda yang juga pernah menjadi actor utama dalam film Miki’s Hope karya Indonesia Art Movement ini menyebut terkait budaya diakui banyak hal yang hilang. Dulu di daerah pegunungan tak ada aksi – aksi mencuri karena ketika itu orang tua maupun tokoh agama ikut berbicara bahwa jika mencuri maka akan memperpendek umur.
Dan yang terjadi saat ini banyak anak – anak muda yang terlibat kasus pencurian terlebih pencurian motor. Miki sendiri pernah kehilangan motor karena dicuri. “Nah kebiasaan tidak mencuri itu sudah terkikis dan seperti sudah dilupakan padahal tidak mencuri adalah kebiasaan positif,” bebernya.
Semua itu ia rangkum dalam video berdurasi 16 menit dengan lokasi pengambilan gambar di Wamena. Ia juga diminta bernyanyi lagu Papua menggunakan Bahasa daerah namun Miki mengaku tak bisa karena memang tak pernah diajarkan. Ia hanya bisa menyanyikan lagu berbahasa daerah itupun lagu rohani.
“Panitia ingin melihat vocal dan keberanian hingga dalam seleksi pertama saya lolos ke 3 besar dan dari 3 besar ini saya disuruh mengarang dan saya bawa puisi tentang pergeseran budaya yang ditenggelamkan oleh teknologi tadi hingga akhirnya saya terpilih menjadi juara 1,” kenangnya.
Miki cukup bangga sebab dari presentase videonya banyak yang mengaku baru paham dengan kondisi social budaya di Papua serta ancamannya. “Bahkan ada yang menyampaikan ketika orang seperti saya banyak di Papua maka Papua pasti banyak perubahan. Mereka mengaku belum berpikir tentang isi presentase saya tetapi saya sudah berfikir lebih dulu,” imbuhnya.
Miki mengaku lomba mewakili Papua ini sangat baik hanya saja perlu dipersiapkan secara matang. “Ini yang saya lihat kelemahannya, seperti jelang event barulah semua dicari dan dipersiapkan, harusnya setahun sebelumnya sudah diagendakan jadi tinggal memajukan sosok yang memang telah dibina. Kemarin terkesan mendadak sekali dan taka da persiapan. Saya disana juga hanya memegang duit tiket tanpa bekal apa – apa jadi susah juga,” pungkasya. (*/tri)