Saturday, May 24, 2025
31.7 C
Jayapura

Ada Sosok Mon yang Merupakan Orang Pilihan dan Fan Nanggi Sebagai Ucap Syukur

Rencana awalnya, setelah pemberian gelar tersebut, akan dibangun Tugu Mambri Mansonanem. “Ketika kita akan membangun tugu itu selesai, saat peresmian tugu itu kita harus buat Munara Syor Wampasi. Kita buat pada saat air surut,” jelas Dance Warnares. Menurut kepercayaan masyarakat Biak, saat air surut di bulan Juli adalah waktu dimana ikan melimpah dan hasil kebun berlimpah, menjadikannya momen yang tepat untuk perayaan besar – Munara Syor Wampasi.

Namun, dalam perjalanannya, rencana pembangunan tugu tidak terealisasi. “Pada saat itu kita masukkan di program Dinas Kebudayaan, bapak kepala dinas kebudayaan Drs. Andris Kafiar dia hanya mengangkat festivalnya saja tapi pembangunan tugu tidak,” ujarnya.

Baca Juga :  TPA Biak Numfor Alami Overload, Armada Eksavator Terhambat Kerusakan ECM

Meskipun demikian, semangat festival terus hidup, dan di masa Bupati Thomas Ondy, FBM berhasil diangkat menjadi agenda nasional, berkat upaya dan dukungan dari Onny Dangeubun yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata.

Dance Warnares menjelaskan bahwa inti sesungguhnya dari Munara Syor Wampasi adalah praktik adat “Snap Mor”. Sebelum Syor Wampasi (air surut besar), masyarakat melakukan “Sasi”, yaitu melarang penangkapan ikan di area tertentu secara adat, agar ikan dapat berkembang biak.

“Nanti setelah sasi baru ketika mulai air surut (Syor Wampasi) baru kita siapkan pukat untuk membatasi ikan, sampai air surut itu ikan sudah terperangkap di dalam pukat,” paparnya. Proses Sasi ini bisa mencapai waktu 2-3 bulan.

Baca Juga :  Minta Istri Bantu Menuliskan Novel tentang Semarang Zaman Dulu

Setelah hasil laut terkumpul melimpah, bersamaan dengan hasil kebun, barulah dilaksanakan upacara “Fan Nanggi” – sebuah ritual pemberian makan kepada Yang Maha Kuasa sebagai ungkapan syukur atas berkat yang melimpah.

Rencana awalnya, setelah pemberian gelar tersebut, akan dibangun Tugu Mambri Mansonanem. “Ketika kita akan membangun tugu itu selesai, saat peresmian tugu itu kita harus buat Munara Syor Wampasi. Kita buat pada saat air surut,” jelas Dance Warnares. Menurut kepercayaan masyarakat Biak, saat air surut di bulan Juli adalah waktu dimana ikan melimpah dan hasil kebun berlimpah, menjadikannya momen yang tepat untuk perayaan besar – Munara Syor Wampasi.

Namun, dalam perjalanannya, rencana pembangunan tugu tidak terealisasi. “Pada saat itu kita masukkan di program Dinas Kebudayaan, bapak kepala dinas kebudayaan Drs. Andris Kafiar dia hanya mengangkat festivalnya saja tapi pembangunan tugu tidak,” ujarnya.

Baca Juga :  Dari 82 Ribu Tenaga Kerja d Biak, Baru 22 Ribu yang Daftar BPSJ Ketenagakerjaan

Meskipun demikian, semangat festival terus hidup, dan di masa Bupati Thomas Ondy, FBM berhasil diangkat menjadi agenda nasional, berkat upaya dan dukungan dari Onny Dangeubun yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata.

Dance Warnares menjelaskan bahwa inti sesungguhnya dari Munara Syor Wampasi adalah praktik adat “Snap Mor”. Sebelum Syor Wampasi (air surut besar), masyarakat melakukan “Sasi”, yaitu melarang penangkapan ikan di area tertentu secara adat, agar ikan dapat berkembang biak.

“Nanti setelah sasi baru ketika mulai air surut (Syor Wampasi) baru kita siapkan pukat untuk membatasi ikan, sampai air surut itu ikan sudah terperangkap di dalam pukat,” paparnya. Proses Sasi ini bisa mencapai waktu 2-3 bulan.

Baca Juga :  427 Pantarlih Dilantik, KPU Harap Tingkatkan Pemahaman, dan Jangan Gaptek

Setelah hasil laut terkumpul melimpah, bersamaan dengan hasil kebun, barulah dilaksanakan upacara “Fan Nanggi” – sebuah ritual pemberian makan kepada Yang Maha Kuasa sebagai ungkapan syukur atas berkat yang melimpah.

Berita Terbaru

Artikel Lainnya