Sunday, April 28, 2024
30.7 C
Jayapura

Tertarik Mendaftar setelah Membaca Homo Deus

Prospek yang Menunggu Para Peminat Bidang Kecerdasan Buatan

Dari mesin pencari sampai pemeliharaan tanaman, mulai aplikasi ojek online hingga analisis pasien Covid-19, semua membutuhkan kecerdasan buatan. Butuh edukasi sebanyak-banyaknya agar semakin banyak orang tahu.

LAILATUL FITRIANI, Surabaya

HOLINA Natalia masih ingat benar bagaimana harus menjelaskan dulu kepada orang tua tentang jurusan kuliah yang dia minati. Maklum, program studi yang akan dia ambil masih ”di atas sana” alias belum begitu dikenal: kecerdasan buatan.

”Bukan tidak dibolehi, tapi karena minim pengetahuan tentang jurusan ini. Setelah dijelaskan, termasuk bagaimana prospek ke depan, mereka memahami,” katanya kepada Jawa Pos.

Prospek itulah yang membuat peminat studi AI terus meningkat. Sebab, dalam dunia industri, bukan hanya robot, berbagai lini juga membutuhkannya. AI mampu menyelesaikan pekerjaan manusia dengan lebih cepat dan efektif. Bukan hanya industri di bidang teknologi, melainkan juga di bidang medis, pertanian, keuangan, fabrikasi, hingga FMCG (fast moving consumer goods).

AI dikenal sebagai teknologi yang dapat meniru fungsi kognitif manusia. ”Kalau dalam robot, AI ini pengontrolnya. Istilahnya, otak manusia dipindahkan ke robot. Jadi, bisa memutuskan kalau ada situasi seperti ini apa yang dilakukan,” tutur Purbandini SSi MKom, koordinator Program Studi Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga Surabaya, Senin (4/7).

Tingginya minat pada AI itu juga bisa dilihat di Unair, kampus pertama di tanah air yang memiliki jurusan robotika dan kecerdasan buatan. Sejak resmi dibuka pada 2020, peminat jurusan tersebut terus meningkat. Tahun pertama ada 83 mahasiswa. Angkatan tahun berikutnya ada 93 orang.

Di program studi tersebut, para mahasiswa tidak hanya diajak mempelajari AI. Tapi juga multidisiplin lain sesuai dengan nama fakultas yang menaunginya. Ada mechatronics, elektro, machine learning, hingga ilmu dasar engineering seperti fisika dan matematika.

Ikhsan Nurkhotib, mahasiswa semester IV jurusan teknik robotika dan kecerdasan buatan, memilih mempelajari AI karena meyakininya sebagai teknologi masa depan dengan prospek kerja yang menjanjikan. Beberapa tahun mendatang, dunia industri akan berevolusi menggunakan AI untuk produksi massal yang lebih efisien.

Baca Juga :  Alhamdulillah, Kami Urut sampai Terkantuk-kantuk

”Sebelum masuk kuliah, saya sempat membaca buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari, yang di dalamnya disebutkan bahwa prospek tinggi ke depan itu antara bioteknologi, nanoteknologi, sama robotika dan AI. Tiga itu jadi pertimbangan saya. Syukurnya, orang tua juga support keinginan saya,” tuturnya.

Homo Deus: A Brief History of Tomorrow dirilis pada 2015 dalam bahasa Ibrani. Sebagaimana buku pendahulunya yang juga ditulis Harari, seorang guru besar di Universitas Hebrew, Jerusalem, secara garis besar Homo Deus membeberkan tentang kemampuan dan capaian manusia saat ini sembari berusaha memberikan gambaran tentang masa depan. Banyak persoalan filosofis yang diangkat, mulai humanisme, individualisme, transhumanisme, hingga kefanaan.

Contoh lain penggunaan AI adalah di bidang farming atau pertanian. Menurut Purbandini, pemeliharaan tanaman sampai pemanenan menggunakan AI. Drone atau pesawat nirawak dimanfaatkan untuk penyemprotan pupuk biar lebih cepat.

”Di medis, kami juga sempat nyumbang robot ARTA (Airlangga Robotic Triage Assistant) yang membantu menganalisis pasien Covid-19. Sekarang juga ada robot bartender yang bisa meracik kopi. Semua itu ada AI-nya,” ungkapnya.

Meski keberadaan AI sangat memudahkan pekerjaan, bukan berarti peran manusia tergantikan seutuhnya. Fungsi AI hanya meringankan beban kerja. Yang mengoperasikan tetap manusia. ”Memang kita mengurangi, tapi tidak seluruhnya. Robot tetap membutuhkan manusia,” lanjutnya.

Purbandini menyebut mesin atau robot dengan AI tidaklah sama. Robot tanpa AI hanya akan bekerja otomatis jika ada instruksi sehingga sangat terbatas. ”Kalau robotika konotasinya otomatis, tapi tidak otonomus. Istilahnya, otonomus ini levelnya lebih tinggi. Supaya otonomus, dibantu kecerdasan buatan sebagai otak atau penggeraknya,” imbuh dosen yang juga mengajar di jurusan sistem informasi itu.

Wujud AI tidak melulu berupa robot. Bisa berbentuk software, perangkat, bahkan tidak berwujud. Beberapa teknologi AI yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, antara lain, mesin pencarian, aplikasi ojek dan belanja online, pendeteksi wajah pada ponsel, chatbots, hingga pembayaran elektronik. Namun, implementasinya dalam robotika belum masif. Untuk itulah, perlu ada jurusan yang mempelajari robotika dan kecerdasan buatan. ”Prospek jurusan ini pada 2035, masyarakat sudah mengenal robotika dan kecerdasan buatan. Jadi, sudah diimplementasikan dalam kehidupan,” tegasnya.

Baca Juga :  Tidak Hanya Bangunan, SDM dan Sarana Pendukung Lainnya Belum Lengkap

Meski terhitung baru, jurusan teknik robotika dan kecerdasan buatan terus berbenah. Baik dari segi pengajar, akreditasi, maupun fasilitas. ”Kami sejak berdiri sudah harus online ya selama 1,5 tahun. Pembelajaran hanya lewat media e-learning dan Zoom. Ini akhirnya mulai hybrid,” ujar Purbandini.

Pembelajaran daring tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk aktif berkompetisi. Hasilnya, di antaranya berhasil menyabet juara III tingkat nasional di Kontes Robot Indonesia (KRI) untuk kategori robot tematik.

Untuk mewadahi ketertarikan para mahasiswa terhadap robotika dan AI, dibentuk Komunitas Robotika Universitas Airlangga (Kombo UA). Anggota Kombo UA mencapai 200 mahasiswa. Beberapa di antaranya berasal dari luar fakultas teknologi maju dan multidisiplin. Kegiatan yang dilakukan mencakup pelatihan, riset, sharing, hingga mengikuti kompetisi.

”Dari SMP saya sering ikutan lomba robotika, saat SMA juga. Saat ingin lanjut ke jurusan robotika dan kecerdasan buatan, ternyata Unair buka,” ujar Andi Faiz Naufal Zain, mahasiswa teknik robotika dan kecerdasan buatan lainnya yang juga anggota Kombo UA.

Untuk lebih mengenalkan robotika dan AI, Holina, Ikhsan, Faiz, dan sejumlah rekan mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat. Kegiatan itu menggandeng pelajar SMP Yayasan Institut Indonesia (YYI), Surabaya. Mereka menghibahkan 10 unit robot AIRO-LINE. Produk tersebut merupakan karya mahasiswa robotika dan kecerdasan buatan dan telah memiliki HAKI (hak atas kekayaan intelektual).

”Kegiatan ini sebagai sarana edukasi karena banyak di luar sana yang belum paham robotika,” tambah Faiz.

Kalau semakin banyak yang tahu apa itu AI dan prospeknya ke depan, kelak kalau ada calon mahasiswa yang berminat mempelajarinya di bangku kuliah, tak perlu susah payah lagi menjelaskan ke orang tua. (*/c19/ttg/JPG)

Prospek yang Menunggu Para Peminat Bidang Kecerdasan Buatan

Dari mesin pencari sampai pemeliharaan tanaman, mulai aplikasi ojek online hingga analisis pasien Covid-19, semua membutuhkan kecerdasan buatan. Butuh edukasi sebanyak-banyaknya agar semakin banyak orang tahu.

LAILATUL FITRIANI, Surabaya

HOLINA Natalia masih ingat benar bagaimana harus menjelaskan dulu kepada orang tua tentang jurusan kuliah yang dia minati. Maklum, program studi yang akan dia ambil masih ”di atas sana” alias belum begitu dikenal: kecerdasan buatan.

”Bukan tidak dibolehi, tapi karena minim pengetahuan tentang jurusan ini. Setelah dijelaskan, termasuk bagaimana prospek ke depan, mereka memahami,” katanya kepada Jawa Pos.

Prospek itulah yang membuat peminat studi AI terus meningkat. Sebab, dalam dunia industri, bukan hanya robot, berbagai lini juga membutuhkannya. AI mampu menyelesaikan pekerjaan manusia dengan lebih cepat dan efektif. Bukan hanya industri di bidang teknologi, melainkan juga di bidang medis, pertanian, keuangan, fabrikasi, hingga FMCG (fast moving consumer goods).

AI dikenal sebagai teknologi yang dapat meniru fungsi kognitif manusia. ”Kalau dalam robot, AI ini pengontrolnya. Istilahnya, otak manusia dipindahkan ke robot. Jadi, bisa memutuskan kalau ada situasi seperti ini apa yang dilakukan,” tutur Purbandini SSi MKom, koordinator Program Studi Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga Surabaya, Senin (4/7).

Tingginya minat pada AI itu juga bisa dilihat di Unair, kampus pertama di tanah air yang memiliki jurusan robotika dan kecerdasan buatan. Sejak resmi dibuka pada 2020, peminat jurusan tersebut terus meningkat. Tahun pertama ada 83 mahasiswa. Angkatan tahun berikutnya ada 93 orang.

Di program studi tersebut, para mahasiswa tidak hanya diajak mempelajari AI. Tapi juga multidisiplin lain sesuai dengan nama fakultas yang menaunginya. Ada mechatronics, elektro, machine learning, hingga ilmu dasar engineering seperti fisika dan matematika.

Ikhsan Nurkhotib, mahasiswa semester IV jurusan teknik robotika dan kecerdasan buatan, memilih mempelajari AI karena meyakininya sebagai teknologi masa depan dengan prospek kerja yang menjanjikan. Beberapa tahun mendatang, dunia industri akan berevolusi menggunakan AI untuk produksi massal yang lebih efisien.

Baca Juga :  Rindu Kembali Belajar di Sekolah, Berharap Guru Latih Siswa Hadapi Situasi

”Sebelum masuk kuliah, saya sempat membaca buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari, yang di dalamnya disebutkan bahwa prospek tinggi ke depan itu antara bioteknologi, nanoteknologi, sama robotika dan AI. Tiga itu jadi pertimbangan saya. Syukurnya, orang tua juga support keinginan saya,” tuturnya.

Homo Deus: A Brief History of Tomorrow dirilis pada 2015 dalam bahasa Ibrani. Sebagaimana buku pendahulunya yang juga ditulis Harari, seorang guru besar di Universitas Hebrew, Jerusalem, secara garis besar Homo Deus membeberkan tentang kemampuan dan capaian manusia saat ini sembari berusaha memberikan gambaran tentang masa depan. Banyak persoalan filosofis yang diangkat, mulai humanisme, individualisme, transhumanisme, hingga kefanaan.

Contoh lain penggunaan AI adalah di bidang farming atau pertanian. Menurut Purbandini, pemeliharaan tanaman sampai pemanenan menggunakan AI. Drone atau pesawat nirawak dimanfaatkan untuk penyemprotan pupuk biar lebih cepat.

”Di medis, kami juga sempat nyumbang robot ARTA (Airlangga Robotic Triage Assistant) yang membantu menganalisis pasien Covid-19. Sekarang juga ada robot bartender yang bisa meracik kopi. Semua itu ada AI-nya,” ungkapnya.

Meski keberadaan AI sangat memudahkan pekerjaan, bukan berarti peran manusia tergantikan seutuhnya. Fungsi AI hanya meringankan beban kerja. Yang mengoperasikan tetap manusia. ”Memang kita mengurangi, tapi tidak seluruhnya. Robot tetap membutuhkan manusia,” lanjutnya.

Purbandini menyebut mesin atau robot dengan AI tidaklah sama. Robot tanpa AI hanya akan bekerja otomatis jika ada instruksi sehingga sangat terbatas. ”Kalau robotika konotasinya otomatis, tapi tidak otonomus. Istilahnya, otonomus ini levelnya lebih tinggi. Supaya otonomus, dibantu kecerdasan buatan sebagai otak atau penggeraknya,” imbuh dosen yang juga mengajar di jurusan sistem informasi itu.

Wujud AI tidak melulu berupa robot. Bisa berbentuk software, perangkat, bahkan tidak berwujud. Beberapa teknologi AI yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, antara lain, mesin pencarian, aplikasi ojek dan belanja online, pendeteksi wajah pada ponsel, chatbots, hingga pembayaran elektronik. Namun, implementasinya dalam robotika belum masif. Untuk itulah, perlu ada jurusan yang mempelajari robotika dan kecerdasan buatan. ”Prospek jurusan ini pada 2035, masyarakat sudah mengenal robotika dan kecerdasan buatan. Jadi, sudah diimplementasikan dalam kehidupan,” tegasnya.

Baca Juga :  “Apa Perjuangan Saya Masih  Kurang, Hingga Negara Abaikan Keluarga Saya?”

Meski terhitung baru, jurusan teknik robotika dan kecerdasan buatan terus berbenah. Baik dari segi pengajar, akreditasi, maupun fasilitas. ”Kami sejak berdiri sudah harus online ya selama 1,5 tahun. Pembelajaran hanya lewat media e-learning dan Zoom. Ini akhirnya mulai hybrid,” ujar Purbandini.

Pembelajaran daring tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk aktif berkompetisi. Hasilnya, di antaranya berhasil menyabet juara III tingkat nasional di Kontes Robot Indonesia (KRI) untuk kategori robot tematik.

Untuk mewadahi ketertarikan para mahasiswa terhadap robotika dan AI, dibentuk Komunitas Robotika Universitas Airlangga (Kombo UA). Anggota Kombo UA mencapai 200 mahasiswa. Beberapa di antaranya berasal dari luar fakultas teknologi maju dan multidisiplin. Kegiatan yang dilakukan mencakup pelatihan, riset, sharing, hingga mengikuti kompetisi.

”Dari SMP saya sering ikutan lomba robotika, saat SMA juga. Saat ingin lanjut ke jurusan robotika dan kecerdasan buatan, ternyata Unair buka,” ujar Andi Faiz Naufal Zain, mahasiswa teknik robotika dan kecerdasan buatan lainnya yang juga anggota Kombo UA.

Untuk lebih mengenalkan robotika dan AI, Holina, Ikhsan, Faiz, dan sejumlah rekan mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat. Kegiatan itu menggandeng pelajar SMP Yayasan Institut Indonesia (YYI), Surabaya. Mereka menghibahkan 10 unit robot AIRO-LINE. Produk tersebut merupakan karya mahasiswa robotika dan kecerdasan buatan dan telah memiliki HAKI (hak atas kekayaan intelektual).

”Kegiatan ini sebagai sarana edukasi karena banyak di luar sana yang belum paham robotika,” tambah Faiz.

Kalau semakin banyak yang tahu apa itu AI dan prospeknya ke depan, kelak kalau ada calon mahasiswa yang berminat mempelajarinya di bangku kuliah, tak perlu susah payah lagi menjelaskan ke orang tua. (*/c19/ttg/JPG)

Berita Terbaru

Artikel Lainnya