Meskipun sempat terjadi gesekan antara dirinya dengan Camat Bokondini, namun Mesir Jikwa tidak menolak apalagi melawan saat dipindahkan ke Kobakma. Sebagai seorang abdi negara dan abdi masyarakat, Mesir Jikwa tetap taat kepada pimpinannya.
“Saya dipindahkan ke KIobakma sebagai kepala pos di sana. Meskipun saya ‘dibuang’ di sana (Kobakma, Red), saya tidak menolak apalagi melawan. Saya terima dengan tulus ikhlas penempatan saya yang baru dan saya hanya meminta dana untuk transportasi ke Kobakma,” ucapnya.
Tentunya tidak mudah bagi Mesir Jikwa untuk mutasi ke Kobakma. Apalagi saat itu, dirtinya sudah berkeluarga dan tidak ada akses jalan darat dari Bokondini ke Kobakma. Sehingga untuk sampai ke Kobakma, dia harus menggunakan pesawat kecil.
“Dari Bokondini saya bersama istri dan tiga orang staf saya, kami naik pesawat ke Kobakma. Tiba di Kobakma, saat itu belum ada apa-apa di sana, termasuk rumah untuk kami tempati. Karena tidak ada rumah, kami saat itu menumpang di rumah tenaga kesehatan yang bertugas di Pustu. Itu pun kondisi rumah yang kami tempati tidak layak huni. Namun itu tidak menyurutkan semangat kami,” bebernya.
“Rumah yang kami tempati juga hanya ada satu kamar dan di situ saya tidur bersama istri dan anak. Tidur juga tanpa alas kasur. Karena belum ada kantor saat itu, ruang tamu di rumah yang kami tempati, saya gunakan untuk melayani masyarakat. Jadi rumah itu saya jadikan kantor, dimana tiap pagi saya naikkan bendera merah putih dan sore saya turunkan setiap hari kerja,” sambungnya.
Dengan melihat kondisi yang ada saat itu, Mesir Jikwa kemudian berinisianitif bersama kepala desa dan warga untuk membangun honai. Honai yang dibangun saat itu ada tiga yang dibangun secara gotong royong. Ketiga honai itu, kemudian ditempati oleh staf yang membantunya menjalankan tugas di Kobakma.
“Dari situ kami mulai menjalan tugas pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan. Kami juga secara rutin turun ke masyarakat untuk lebih mendekatkan pelayanan. Hal ini ia lakukan agar masyarakat yang berada di tempat tugasnya dapat mengenal pemerintah dan bisa merasakan pelayanan yang diberikan pemerintah. Termasuk saat itu ada program pembangunan perumahan yang masuk ke Bokondini sebanyak 50 unit. Saya kemudian berjuang sehingga dari kecamatan bisa mengalokasikan 25 rumah di Kobakma. Dari 25 rumah tersebut, empat kami berikan kepada aparat pemerintah dan sisanya kepada masyarakat. Sampai sekarang rumah itu masih ada di Kobakma 2,” ungkapnya.
Selain memperjuangkan pembangunan perumahan, Mesir Jikwa juga berjuang agar dibangun kantor perwakilan di Kobakma dan pembangunanya bisa terealisasi termasuk satu unit rumah dinas yang ia tempati bersama keluarga.
Saat mencuat aspirasi pemekaran tiga kabupaten, Mesir Jikwa menyebutkan bahwa Mamberamo Tengah saat itu termasuk salah satu kabupaten yang diusulkan untuk dimekarkan bersama Lanny Jaya dan Pegunungan Bintang. Namun dalam perjalanannya, tiga kabupaten yang dimekarkan saat itu adalah Tolikara, Pegunungan Bintang dan Yahukimo.
“Setelah pemekaran, saya ditarik ke Wamena dan empat bulan kemudian saya ditugaskan di Dekai ibukota Kabupaten Yahukimo. Karena masih baru, di sana fasilitas juga masih terbatas dan saya ditempatkan di Inspektorat. Jadi kami berusaha untuk membangun Yahukimo yang baru dimekarkan dengan segala keterbatasan yang ada,” ujarnya.
Aspirasi pemekaran Kabupaten Mamberamno Tengah yang sempat kandas, menurut Mesir Jikwa masih terus diperjuangkan. Dimana saat itu dirinya juga masuk dalam tim pemekaran sebagai penasehat hingga akhirnya Kabupaten Mamberamo Tengah bisa dimekarkan.
Setelah pemekaran Kabupaten Mamberamo Tengah, Mesir Jikwa kembali ke tanah kelahirannya, dan mendapat kepercayaan sebagai kepala Bappeda Kabupaten Mamberamo Tengah. Karirnya sebagai seorang ASN terus berkembang, hingga dia mendapat kepercayaan sebagai kepala BPMK dan Asisten 1.
“Selama menduduki jabatan kepala Bappeda, saya juga melakukan pengkaderan dimana salah satu yang saya kaderkan saat itu adalah Manogar Sirait. Ketika saya kepala Bappeda, dia menjabat sebagai Sekretaris Bappeda dan saat saya diroling ke BPMK, Manaogar Sirait yang saat ini menjabat sebagai Penjabat Bupati Mamberamo Tengah, diangkat sebagai kepala Bappeda,” tuturnya.
Pada tahun 2017 di bawah kepemimpinan Bupati Ham Pagawak, Mesir Jikwa mendapat kepercayaan sebagai Plt. Sekda hingga tahun 2020 dirinya diangkat sebagai Sekda. Kepercayaan yang diberikan pemerintah kepadanya sebagai Sekda Mamberamo Tengah, ia jalankan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Mulai dari kepemimpinan Bupati Ham Pagawak yang kemudian digantikan oleh Plt. Bupati Mamberamo Tengah, Yonas Kenelak hingga Penjabat Bupati Mamberamo Tengah, Manogar Sirait, Mesir Jikwa tetap menjalankan tugas sebagai Sekda dengan penuh rasa tanggung jawab. “Rencananya Agustus nanti saya memasuki masa pensiun dan saya sudah mengajukan surat pension. Pangkat saya juga sudah mentong di pangkat tertinggi PNS yaitu 4E,” tambahnya.
Disinggung soal aktivitasnya setelah pension sebagai ASN, Mesir Jikwa mengatakan dirinya akan terjuun ke dunia politik dan akan bertarung pada Pilkada Serentak 2024 nanti. “Dengan tuntutan Roh Kudus dan aspirasi dari masyarakat, saya akan masuk ke dunia poli8tik dan siap bertarung di Pilkada tahun ini,” pungkasnya.***
Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos
BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS https://www.myedisi.com/cenderawasihpos