JAYAPURA – Mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi penolakan G20, pada Rabu , (16/11) mengaku bahwa aparat kepolisian melakukan tindakan represif hingga menyebabkan belasan mahasiswa mengalami luka – luka.
Hal ini dikatakan ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa, (MPM) Apniel Doo kepada Cenderawasih Pos, Kamis, (17/11). “Korban dari mahasiswa yang dapat tangkap 7 orang dan belum dikeluarkan 5 orang, tapi tadi, (kemarin) yang di keluarkan 5 dan dua masih di tahan Gerson Pigai dengan Kamus Bayage,” jelasnya.
Ia mengaku dalam aksi kemarin sebanyak belasan orang alami luka – luka dan diobati. “Sementara yang luka ada belasan orang, karena ada yang dapat pukul pake senjata, kena Gas air mata, dipukul dengan moncong senjata juga mahasiswa semua kena watercanon dan gas air mata,” katanya.
Ia menyayangkan sikap polisi yang melakukan pelemparan batu. “Yang kami sayangkam polisi juga sempat lempar batu ke dalam(kerumuman mahasiswa),” katanya.
Ia mengaku terkait hal mahasiswa yang luka – luka sudah diobati dan laporanya diberitaukan ke LBH Papua.”Penanganan kesehatan kami bawa (Mahasiswa terluka) ke rumah sakit dan keterangan rumah sakit kami bawa ke LBH,” jelasnya Doo.
Ia mengatakan tujuan mereka sebenarnya ke DPRP tapi kenapa malah ditahan dan tak diberikan jalan.”Maka kami masuk dobrak ke aparat karena kami mau ketemu DPRP, ” katanya Doo.
“Pas masuk jembatan layang uncen masa dipukul mundur dan ada satu orang yang dipukul dan mereka (Polisi) masuk dengan water kenon,” katanya.
Ia mengatakan, dengan tindakan aparat yang tidak manusiawi menurut mereka hal ini membuat mereka mahasiswa melawan, ini karena dampak G20 ini akan merusak orang Papua dan alamnya. “Dampaknya ke rakyat asli Papua, maka kami nilai polisi ini bekerja sama dengan negara ini,” katanya. (oel/tri)