Site icon Cenderawasih Pos

Empat Wartawan Diintimidasi dan Dianiaya, Kapolres Minta Maaf

Kapolres Nabire, AKBP Wahyudi Satriyo Bintoro memberikan keterangan kepada pers, Jumat (5/4) kemarin. Teresia/cepos

NABIRE- Sejumlah wartawan mendapat diintimidasi oknum polisi saat meliput demo  Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP) di Nabire, sedangkan satunya sempat dipukul dan ditahan Hpnya.

Empat wartawan yang mendapatkan perlakuan tidak sepantasnya dari oknum polisi yang sedang bertugas di Lapangan, diantaranya, Yulianus Degei (Tribun Papua), Christian Degei (Seputar Papua), Elia Douw (wagadei.id) dan Melkianus Dogopia (tadahnews.com).

Keempat wartawan ini mengalami kekerasan, intimidasi dan pukulan dari oknum polisi di tempat yang berbeda yakni; Yulianus Degei, Kontributor Tribun Papua dipukul di kepala bagian belakang oleh empat oknum polisi saat melakukan siaran lansung aksi demo FRPHAMP di depan Hotel Jepara II Nabire.

Christian Degei, wartawan Seputar Papua, dilarang memfoto dan merekam video bahkan hpnya sempat disita dan oknum polisi menghapus beberapa foto dan video aksi demo di depan RSUD Nabire,  Elia Douw, jurnalis wagadei.id, dikejar oknum polisi menggunakan rotan dan dicaci maki di titik aksi Pasar Karang, sedangkan Melkianus Dogopia, Pimpinan Redaksi tadahnews.com dilarang meliput di titik aksi Jepara II Nabire.

Kepada Media ini, Yulianus Degei, Kontributor Tripun Papua Nabire menjelaskan, Ia dikeroyok dan dipukul empat oknum polisi saat meliput demo di depan Jepara II Nabire.

“Polisi datang ke saya saat saya sedang liput aksi depan hotel Jepara 2 Wadio. Ada polisi datang tanya, saya bilang saya wartawan sambil tunjukkan id card,” katanya.

Seusai itu ada anggota polisi menghampirinya lalu melakukan pukulan kearah kepala Yulianus. “Ada empat anggota Polisi datang sama-sama baru pukul saya di kepala tapi untung pakai helm jadi tidak berat. Cuma bagian ini yang bengkak dan saya sempat pusing,” tutur Yulianus sambil menunjuk bagian belakang kepalanya yang bengkak karena pukulan oknum polisi.

Saat dipukul, Degei mengaku alat kerja jurnalistik juga dirampas oknum polisi tersebut. “Saya punya HP juga dirampas paksa saat saya lagi siaran langsung di facebooknya Tribun Papua. Sekarang Hp saya di tangan polisi,” katanya.

Sementara itu, Elia Douw, Wartawan wagadei.id juga mendapat intimidasi dan kekerasan sekitar pukul 08:00 saat melakukan peliputan aksi demo di Pasar Karang Nabire.

“Mereka (polisi) datang ke arah saya dan tanya ko dari pers ka atau media mana,” katanya menirukan perkataan polisi. Lalu ia menjawab dirinya sebagai wartawan dari media online Wagadei.id.

“Empat orang polisi datang ke saya, mereka teriak; wee anak kecil ko pulang, ko bikin apa di sini. Ada satu anggota polisi pakai baju hitam juga bilang wee ko pulang-pulang. Wee ko pulang-pulang, ko pulang ke rumah. Mereka bawa rotan, mau pukul saya, saya takut jadi saya lari, mereka juga ikut lari kejar saya. Tapi dari pertengahan mereka (polisi) kembali,” katanya.

Dia bilang apabila masih saja meliput aksi demonstrasi, dia duga kemungkinan besar dipukuli. “Kalau saya masih di situ mereka bisa pukul saya. Dari reaksi polisi bikin takut,” ucapnya.

Di tempat yang berbeda, wartawan lainnya yang mengalami intimidasi adalah, Christianus Degei,  wartawan seputar Papua juga mengalami nasib yang sama. Sekitar jam 8.00 WP, dirinya tiba depan RSUD Nabire guna meliput aksi demo yang digelar mahasiswa dan rakyat Papua Tengah.

Sesampainya di sana, seperti biasa sebagai wartawan ia mengeluarkan alat-alat jurnalistik seperti handphone untuk merekam video atau memotret foto namun melihat aksinya beberapa oknum polisi bereaksi lalu mendekati dan bertanya dengan nada yang lantang. “Anjing ko bikin apa? Video dan foto cepat hapus,” kata Chris mengulangi kata oknum polisi.

Lanjutnya, saya kasih tahu kalau saya wartawan sambil saya tunjukkan id card pers di dada. Lalu mereka ambil hp saya  dan tahan sekitar 30 menit.

” Mereka (polisi) bilang, Nanti kau datang ambil di Polres ya’,” katanya sambil menirukan ungkapkan oknum polisi lagi.  “Kau mau bikin apa ambil video dan foto otak. Kau pulang sana babi,” ujarnya lagi dengan nada emosi.

Setelah puluhan pendemo diangkat polisi, lanjut dia, Ia mulai ikut dari belakang sampai di Polres Nabire dan sesampainya di sana, polisi tahan ambil id cardnya dan lihat lalu mereka bilang; “kau tidak boleh liput dan kau keluar dari tempat ini. Kau cepat keluar tidak perlu kau liput,” ucap polisi.

Ia mengaku sangat  kecewa dengan tindakan aparat polisi Polres Nabire yang melarang wartawan untuk meliput aksi demontrasi.

“Padahal, saya menjalankan tugas sesuai dengan perintah UU Pers. Saya menilai polisi gagal paham terkait aturan UU Pers dan pilisi melanggar UU tentang HAM, di mana hak bergerak dan bereaksi itu dihadang dan dilarang sejumlah anggota pilisi Polres Nabire,” katanya.

Ia bahkan mempertanyakan sebenarnya ada apa sehingga polisi melarang wartawan untuk meliput aksi demontrasi di Nabire.  “Posisi takut ketahuan perbuatan dan tindakan kekerasannya diketahui dipublik sehingga polisi larang wartawan liput,” katanya.

Sementara Melkianus Dogopia Pimpinan redaksi tadahnews.com juga membeberkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polisi saat meliput aksi demonstrasi.

Pukul, 12.30 WP, dirinya hendak masuk di titik kumpul Jepara 2, situasi di situ sudah diblokade kepolisian. Dan, terbagi antara massa aksi di bagian arah gunung Wadio, sementara di bagian perempatan depan hotel Jepara 2 dipenuhi dengan kepolisian. Ada truk Dalmas, dan ada mobil watercanon.

“Saya bertemu dengan seorang polisi, namanya tertutup jas lantas, menahan saya. Dia bilang kembali, balik. Di sini sudah tidak bisa lewat. Mau bikin apa, pulang ke rumah,” kata polisi bicaranya keras depan Melkianus Dogopia.

Meskipun Dogopia menunjukkan kartu pers, dan surat tugas, polisi itu tetap menyuruhnya  balik. “Situasi sudah berubah menjadi kriminal jadi, kamu balik saja, tidak ada ambil-ambil berita di sini,” teriakan satu anggota polisi diantara rombongan mereka.

Di tempat terpisah, Kapolres Nabire, AKBP Wahyudi Satriyo Bintoro menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas perlakuan anggotanya yang melakukan intimidasi, kekerasan dan pemukulan terhadap wartawan saat meliput aksi demonstrasi FRPHAMP di Nabire, Papua Tengah, Jumat (5/4).

“Atas nama pimpinan dan saya Kapolres meminta maaf barangkali ada tindakan anggota kami yang tidak berkenan tadi.  Sekali lagi mohon maaf yang paling dalam,” Kata Kapolres Nabire, Wahyudi Satriyo Bintoro kepada wartawan di depan Kantor Gubernur Papua Tengah, Jumat (5/4).

Wahyudi mengaku, Tindakan aparat (polisi) terhadap Kontributor Tribun Papua, Yulianus Degei dikarenakan anggota kami belum mengenal Yulianus.

“Tadi kami komunikasi dengan anggota kami. Ternyata, anggota kami belum kenal Yulianus karena kebetul yang bersangkutan (Yulianus) baru hari ini meliput kegiatan di lapangan. Yang selama ini, biasanya kami sama Calvin dari Tribun,” ujar Wahyudi.

Lanjutnya, Ini semua terjadi karena kita tidak bisa saling kenal, besok kita coffee morning biar jaga tali silaturahmi,” katanya.

Sementara itu, Yulianus Degei, Jurnalis Tribun Papua menegaskan kejadian ini kedepan tidak boleh terulang lagi. “Cukup hari ini saja, kedepan tidak boleh terjadi hal seperti ini baik kepada saya tapi juga kepada teman-teman wartawan,” katanya depan Kapolres Nabire.

Degei berharap, handphone miliknya yang diambil oknum polisi agar segera dikembalikan.  “Saya harap, Hp saya yang tadi sempat dirampas, dikembalikan,” tegasnya. (txt/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version