Site icon Cenderawasih Pos

Dibangun Buruh Pelabuhan saat Belanda Berkuasa, Rutin Digelar Pengajian-Kultum

Anak-anak saat mengaji dalam mengisi bulan Ramadan di Masjid Jami, Kelurahana Gurabesi, Kamis (14/3). (foto:Elfira/Cepos)

Melihat Aktifitas di Masjid Tertua di Jayapura yang Tetap Pertahankan Tradisi di bulan Ramadan

Mungkin tak banyak yang tahu, salah satu Mesjid tertua yang ada di Kota Jayapura, yakni Mesjid Jami  yang berada di Jalan Percetakan Negara 126, Kelurahan Gurabesi, Distrik Jayapura Utara. Lantas seperti apa kondisi dan aktifitas di masjid ini selama Ramadan?

Laporan: Elfira_Jayapura

Lantunan ayat ayat suci Alquran sahut sahutan dari mulut anak-anak selepas salat azar di Masjid Jami, saat Cenderawasih Pos menyambangi masjid ini,  Kamis (14/3) lalu.

   Masjid Jami dikenal sebagai  masjid tertua di Jayapura yang didirikan pendatang asal Maluku dan Sulawesi yang bekerja sebagai buruh pelabuhan di Hollandia (sebutan lama Kota Jayapura) pada tahun 1943 silam.

   Sebelum jauh berbicara terkait latar belakang proses pembangunan masjid tertua di Jayapura. Selama ramadan, Masjid yang terletak di kaki perbukitan Jayapura kawasan APO ini kerap diisi dengan kultum dan pengajian. Umat muslim di sekitar masjid ini, dengan suka rela silih berganti datang mengantarkan takjil untuk berbuka puasa.

   “Ada saja orang-orang yang datang mengantar takjil ke masjid ini,” ucap Ketua Pengurus Masjid Jami Kota Jayapura, H M Syaiful

   Kata Syaiful, selain diadakannya pengajian juga kultum selama ramadan. Untuk jumlah rakaat salat sebanyak 23 rakaat, terdiri dari 20 rakaat salat tarawih dan tiga rakaat sholat witir.

“Tidak ada yang berubah di masjid ini dari ramadan ke ramadan, sudah menjadi tradisi sejak dahulu hingga kini. Kita mempertahankan salat 23 rakaat selama ramadan dengan menggunakan bacaan surat surat pendek,” ujarnya.

  Terlepas dari aktivitas selama ramadan, Masjid Jami lokasinya hanya sekitar 200 meter dari Masjid Raya Baiturrahim yang menjadi rumah ibadah umat Muslim terbesar di Kota Jayapura.

Dibangun sejak tahun 1943 oleh buruh yang berasal dari Buton, Ternate, Tidore, Halmahera, Waigeo, dan Salawati.

   Semula, bangunan masjid hanya terdiri dari satu lantai di atas lahan seluas 1.440 meter persegi dengan atap dari seng dan kubah berbentuk limas seperti umumnya masjid di Jawa ketika itu.

Lalu, bangunan masjid direhab pertama kalinya pada tahun 1980 dengan bantuan Bazis. Syaiful berkisah, proses rehab dilakukan lantaran bocornya sebagian atap masjid.

Dan pada tahun 2000, berdirilah pembangunan SMP Nurul Huda Ma’rif dan sekaligus membangun masjid Jami yang awalnya berada di lantai 1 kemudian ditempatkan di lantai 3.

“Ada beberapa penyebab hingga masjidnya dibongkar, semua tak terlepas dari banyaknya  animo masyarakat yang membutuhkan tingkat lanjutan sekolah,” ucapnya.

  Menurut Syaiful, kendati posisi masjid dipindahkan ke lantai 3 dari posisi awalnya. Namun tak merubah sepenuhnya keaslian dari Masjid Jami seperti pertama kali dibangun. Bahkan kini dindingnya berlapis keramik hijau dan lantainya diberi keramik putih.

    “Yang tidak berubah dari masjid ini adalah kubahnya yang tetap berdiri kokoh seperti itu,   juga ada beberapa kayu bawaan sebelumnya termasuk bentuk plafonnya,” ungkapnya.

   Tak hanya itu, letak podium tempat imam pun tak berubah di masjid yang kini berukuran 8 kali 15 meter itu. Dengan beberapa jendela di setiap sudutnya.

“Sedari kecil bentuk podium imamnya sudah seperti itu, tidak ada perubahan,” ucapnya sembari tangan mengarahkan ke bagian depan tempat dimana podium berada.

   Masjid Jami adalah rumah ibadah umat Muslim pertama yang dibangun di ibu kota Provinsi Papua pada 1943 silam. Sejumlah buruh pelabuhan di Hollandia, nama Jayapura saat itu, adalah pencetus berdirinya Masjid Jami ketika Hindia Belanda masih berkuasa.

   Para buruh itu adalah pendatang dari Buton, Ternate, Tidore, Halmahera, Waigeo, dan Salawati. Semula, bangunan masjid hanya terdiri dari satu lantai di atas lahan seluas 1.440 meter persegi dengan atap dari seng dan kubah berbentuk limas seperti umumnya masjid di Jawa ketika itu.

   Di sekitar masjid, terdapat 12 KK yang tinggal di sana. Mereka adalah guru dan  pengurus masjid. (*/tri)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version