Site icon Cenderawasih Pos

Papua Tengah, Daerah Terbanyak Daftarkan PHPU

Kapolres Yahukimo, AKBP Heru ketika berada di tengah massa  memberikan penjelasan terkait proses yang sedang berlangsung di KPU, Minggu (3/3) (humas polda papua)

JAYAPURA – Baru terbentuk dua tahun, Provinsi Papua Tengah mencatatkan diri sebagai daerah yang terbanyak mendaftarkan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) tahun 2024 ke Mahkamah Konstitusi. Dari 277 sengketa yang masuk, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah.

Hal ini menandakan kurangnya persiapan penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu Papua Tengah. Sehingga itu, ini menjadi koreksi bagi penyelenggara Pemilu di tingkat pusat.

Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebutkan, ada sebanyak 21 PHPU di Papua Tengah yang didaftarkan ke MK. Seperti diketahui, hanya sekitar dua daerah di Papua Tengah yang melaksanakan Pemilu secara langsung. Selebihnya, sekitar 6 daerah masih menggunakan sistem noken yakni, Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai dan Kabupaten Dogiyai.

Peneliti Perludem, Ihsan Maulana menyebut saat pelaksanaan Pemilu 2024, terjadi kekerasan horizontal yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa. Dimana terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam lainnya demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu, banyak warga tidak setuju Pemilu menggunakan sistem noken.

“Munculnya berbagai masalah dalam pelaksanaan Pemilu bisa diakibatkan kekurangprofesionalan dari penyelenggaranya yakni KPU dan Bawaslu. Harusnya untuk provinsi-provinsi baru, KPU RI melakukan supervisi secara langsung, tidak dibiarkan main sendiri. Apalagi faktanya bukan hanya banyak sengketa, tapi juga terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuhnya korban,” kata Ihsan Maulana, dalam rilis yang diterima Cenderawasih Pos, Rabu (27/3).

Lanjut Ihsan, hal lainnya adalah tingginya angka sengketa Pemilu di Papua Tengah menjadi sinyal perlunya dilakukan perubahan dari sistem yang lama (noken) ke pelibatan partisipasi publik secara aktif.

“Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suaranya secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara. Tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lainnya,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan kondisi demikian bila tidak dibenahi akan terus berulang masalahnya. Malah bisa jadi ajang balas dendam, bahkan kalaupun sistem noken mau dipertahankan  pelaksanaannya harus secara transparan, akuntabel dan membuka ruang keterlibatan publik secara luas.

“Untuk kepentingan jangka panjang, ketentuan sistem noken perlu dibenahi kembali. Sehingga setiap keunikan dalam metode pemilihan noken dapat diakomodir secara legal dan dengan standar yang baik. Hak-hak politik setiap warga negara harus dapat dijamin dan dilindungi dalam ketentuan noken,” ucap Titi.

Titi juga mendukung pembenahan sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana Pemilu. Dimana perekrutan dilakukan secara profesional, melalui seleksi yang ketat, bukan karena kedekatan atau nepostime.

“Kalau belum memungkinkan penduduk lokal, maka baik KPU provinsi induk maupun KPU RI harus memberikan supervisi secara langsung,” sarannya.

Kata Titi, belajar dari kejadian-kejadian terdahulu, seharusnya dilakukan upaya preventif dari perspektif penyelenggara pemilu dan perspektif kepolisian.

Secara umum, dari 5 provinsi di Pulau Cenderawasih, 3 di antaranya masuk dalam 10 besar provinsi di Indonesia yang paling banyak melaporkan sengketa Pemilu 2024 ke MK. Selain Papua Tengah, ada juga Papua dengan 15 sengketa dan Papua Pegunungan (11 kasus). (fia/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version