Site icon Cenderawasih Pos

22 Kasus Tahun 2022, Meningkat Jadi 70 Kasus pada 2023

Nur Aida Duwila (FOTO: Elfira/Cepos)

Catatan LBH APIK Jayapura Soal Kasus KDRT di Kota Jayapura 

Kekerasan terhadap anak dan perempuan masih terus terjadi di Kota Jayapura, Provinsi Papua. Mirisnya, para pelaku adalah orang orang terdekat korban. Seperti suami, orang tua dan pacar korban.

Laporan: Elfira-Jayapura 

Kekerasan yang terjadi dalam lingkungan rumah tangga  (KDRT) sering kali dianggap aib keluarga. Ironisnya perempuan dan anak yang sering menjadi korban, masih sulit untuk mendapatkan keadilan. Ujung-ujungnya, kasus kekerasan ini terus terbiar dan cenderung meningkat.

  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jayapura mencatat, Januari tahun 2024, ada satu kasus kekerasan terhadap anak yang ditanganinya.

  “Tahun ini, kami dampingi satu kasus kekerasan terhadap anak yang korbannya dua orang. Pelaku adalah orang tua korban,” kata Direktur LBH Apik Jayapura, Nur Aida Duwila, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (29/1).

  Sementara tahun 2023, Nona menyebut ada 70 kasus yang didampinginya. Kasus tersebut meliputi kekerasan terhadap anak dan perempuan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual dan kekerasan dalam pacaran.

  “Kasus tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya 22 kasus,” ujarnya.

  Dikatakan Nona, dalam pendampingan terhadap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, KDRT, kekerasan seksual dan kekerasan dalam pacaran. Pihaknya lebih mengutamakan pemulihan korban.

  “Yang kami kejar adalah pemulihan psikososial korban, dan setelah mendapatkan laporan kami mendampingi para korban di tingkat Polres, Polda maupun di tempat lain,” jelasnya.

  Yang harus diingat kata Nona, setelah berlakunya Undang undang tindak pidana kekerasan seksual (UU TPKS). Bukan sekedar melakukan pendampingan, melainkan penanganan secara konperhensif dengan penyidik sampai ke pengadilan dan juga bagaimana rehabilitasi terhadap korban.

  “Tujuannya agar korban tidak terbawa oleh situasi dan kondusi saat dia menjadi korban dan juga tidak dihukum oleh masyarakat atas apa yang menimpanya,” ujarnya.

  Menurut Nona, penyebab kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, kekerasan dalam pacaran lantaran pelaku yang kerap menjadikan korban sebagai objek. Serta bobroknya jiwa dan mental dari si pelaku tersebut.

  Sedangkan penyebab KDRT, pelaku yang memiliki pemahaman hukum yang sedikit, pemahaman agama yang  kurang dan faktor ekonomi. “Kekerasan terhadap anak dan perempuan, KDRT, kekerasan seksual dan kekerasan dalam pacaran pelakunya adalah orang orang terdekat korban. Suami, orang tua dan pacar,” kata Nona.

  Untuk itu, yang perlu digali pemahamannya adalah bahwa perempuan setara dengan laki laki. Dan yang paling penting, perempuan bukan objek atau alat pemuas laki laki. “Jangan memperlakukan perempuan dengan tidak adil, peran serta masyarakat dibutuhkan dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan,” tegasnya.

  Nona pun meminta masyarakat untuk sama-sama saling menghargai dan menghormati perempuan. Tanpa selalu menganggap bahwa perempuan sebagai objek. (*/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version