Categories: FEATURES

Gunakan Pohon Khusus yang Nantinya Disisipkan Roh Leluhur Menjaga Tiap Rumah

Selain itu untuk memilih pohon guna dijadikan patung juga tak bisa dilakukan sembarangan. Hanya pohon-pohon terpilih saja yang digunakan. Dan masyarakat setempat biasanya lebih banyak menggunakan jenis pohon myristica fatua dan horsfeida irja. Lalu untuk bentuk ukiran yang biasa digoreskan oleh guratan pahat ini menggambarkan kekerabatan dan kebersamaan di kalangan Suku Kamoro.

Motif-motif dalam patung mbitoro biasanya berupa ruas tulang belakang (uema), awan putih berarak (uturu tani), ekor kuskus pohon (waken bipi), lidah biawak (oke-mbare), kepala manusia (upau), kepala ular (apako upau), insang ikan (ereka kenemu), tulang ikan (ema), dan tempat api atau perapian (utu-wau).

Sementara dalam ekspresi budaya tradisional juga mengatur tentang tarian, cerita rakyat dan permainan tradisional. Pengetahuan tradisional; di Tanah Papua, orang pribumi telah hidup berabad-abad lamanya karena adanya pengetahuan tradisional. Sampai saat ini, masyarakat yang hidup dalam dekade waktu yang cukup lama telah melampaui banyak pengetahuan tradisional untuk menjalani kehidupannya.

Patung Mbitoro dan Upacara Adat Karapao yang juga dikenal dengan nama Arapao termasuk Kekayaan Intelektual Komunal. Selain Mbitoro ada juga kekayaan intelektual komunal lainnya yakni upacara adat Karapao dari pesisir pantai Mimika. Upacara Adat Karapao dikenal sebagai upacara adat Suku Kamoro yang menandai peralihan anak laki-laki ke usia dewasa.

Upacara ini merupakan bagian penting dalam warisan budaya suku Kamoro yang melibatkan berbagai ekspresi budaya, termasuk pemotongan bagian bawah busana adat Tauri dan tanggung jawab baru dari ipar lelaki terhadap anak lelaki tersebut. Pesta Adat Arapao Nayaro sendiri merupakan suatu tradisi yang diwarisi secara turun temurun bagi masyarakat suku Kamoro sejak 40 tahun yang lalu.

Menurut masyarakat suku Kamoro, tradisi ini dianggap sebagai upacara inisiasi pelepasan anak usia 10 hingga 15 tahun menuju pendewasaan diri, dewasa secara lahir maupun batin. Tradisi ini dilaksanakan masyarakat suku Kamoro setiap lima tahun sekali, dimana setiap anak yang hendak beranjak usia remaja hingga dewasa akan menjalani ritual-ritual tertentu yang dilakukan dalam upacara adat tersebut.

Page: 1 2 3 4

Juna Cepos

Share
Published by
Juna Cepos

Recent Posts

Jaga Marwah Rakyat, PDIP Papua Pastikan di Luar Pemerintahan

"Dalam Pemilu, rakyat Papua berharap saya menjadi gubernur. Namun karena proses politik tidak berjalan sesuai…

9 hours ago

Bupati Sarmi: Program Cetak Sawah Dorong Kesejahteraan Masyarakat

Dalam kegiatan tanam perdana padi sawah yang berlangsung di Kampung Tetom Jaya SP 3, Distrik…

12 hours ago

Kampung Kleublouw Terima Bantuan dari Pemerintah Pusat

Tokoh masyarakat Kampung Kleublouw, Lexi Tokoro, mengatakan bahwa kegiatan ibadah dan bakti sosial tersebut bukan…

13 hours ago

Pemkab Keerom Salurkan Bantuan Safari Natal Rp 1,5 Miliar

Pemerintah Kabupaten Keerom kembali menunjukkan komitmennya dalam mendukung kegiatan keagamaan dengan menyalurkan bantuan Safari Natal…

14 hours ago

Akhir Pelarian Tersangka Penipuan

Lanjut dikatakan Kapolres, yang bersangkutan ternyata juga menjadi buronan di sejumlah Polda di luar Mimika,…

16 hours ago

Danau Sentani Punya Potensi Besar Dongkrak Pariwisata Kabupaten Jayapura

Gantang menjelaskan, destinasi wisata pantai kini dimiliki hampir di setiap daerah. Karena itu, daerah perlu…

20 hours ago