Site icon Cenderawasih Pos

Melarang Orang Lain Mencalonkan Diri di Wilayah Tertentu Melanggar HAM

Frits Ramandey

“Dalam Konteks Otsus, yang Dibatasi hanya Guberur dan Wagub Harus OAP, di Luar Itu Tidak Ada,” Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey 

JAYAPURA – Sebentar lagi, rakyat Indonesia akan menggelar Pesta Demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Dimana Pemilu adalah salah satu momen paling penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara.

Terkait dengan itu, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Papua menyerukan, Pemilu harus dijadikan sebagai sebuah pesta hak asasi manusia.

“Bagi Komnas HAM, Pemilu harus dijadikan sebagai sebuah pesta HAM, karena disitulah individu bisa menyalurkan hak politiknya sebagai hak asasi yang mendasar,” kata Kepala Komnas HAM Papua Frits Ramandey, kepada Cenderawasih Pos, Rabu (15/11) kemarin.

Selain itu lanjut Frits, Pemilu harus dijadikan sebagai Pemilu yang ramah HAM. Artinya,  semua orang harus diberikan kesempatan untuk menyalurkan aspirasinya atau keikutsertaannya dalam partai politik.  “Itulah dinamakan sebagai Pemilu yang berprinsip HAM,” tegasnya.

Sementara itu, disinggung terkait dengan politisasi identitas. Frits mengatakan, hal itu bertentangan dengan Undang undang HAM. Sehingga itu, sepanjang itu bertentangan maka jangan dilakukan.

“Sepanjang dia menjadi sebuah pembatasan itu melanggar HAM, dan sepanjang tidak ada aturannya maka itu melanggar HAM seseorang,” kata Frits.

Menurut Frits, sepanjang aturan itu tidak ada namun melarang orang lain untuk mencalonkan diri di wilayah tersebut. Maka itu melanggar HAM seseorang.

“Selain melanggar HAM individu, juga berpotensi konflik. Sebab itu tidak diatur dalam perundang- undangan, jadi jangan diwacanakan. Karena dalam konteks Otsus, yang dibatasi hanya pada guberur dan wakil gubernur harus OAP, di luar itu tidak ada,” tegasnya.

Dikatakan Frits, dalam perspektif HAM UU tentang HAM hak dipilih dan hak memilih yang kemudian disebut dengan hak ikut serta dalam pemerintahan dan partai politik itu sebagai sebuah HAM dan itu sah saja.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu Provinsi Papua, Hardin Halidin menyebut, kerawanan dalam hal politisasi indentitas. Secara nasional ada dua kabupaten di Provinsi Papua yang masuk 20 besar, yakni Kepulauan Yapen dan Kabupaten Sarmi.

Termasuk penggunaan media sosial dalam hal penyebaran hoax, dimana Kabupaten Yapen masuk dalam kabupaten yang cukup rentan untuk wilayah Papua.

“Kepulauan Yapen masuk dalam 20 besar tingkat kerawanan politisasi sara, karena ada isu isu perbedaan agama, penolakan terhadap calon atau kandidat berdasarkan suku, agama dan ras,” terang Hardin.

Terkait daerah yang rawan ini, Hardin meminta untuk sering bertemu dengan tokoh agama, peguyuban tapi juga pemerintah daerah. Dimana fungsi tokoh agama dan paguyuban untuk mendinginkan situasi di internal, sementara tokoh tokoh adat diminta untuk selalu menyampaikan imbauan kepada masyarakat agar tidak terprovokasi. (fia/wen)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version