Site icon Cenderawasih Pos

Caleg Harus Punya Cost Politic dan Team Work yang Kuat 

Dr. Najamuddin Gani, SH., M. Si. (foto;Karel/Cepos.)

Minimnya Caleg OAP yang Lolos Karena Esensi Otsus Belum Berjalan Baik

JAYAPURA-Menanggapi dinamika Politik di Papua saat ini dimana banyak caleg orang asli Papua (OAP) gagal menjadi anggota legislatif. Dekan Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua Dr. Najamuddin Gani, SH., M. Si. Dekan FH, menyampaikan hal mendasar minimnya OAP lolos menjadi anggota legislatif, terjadi karena berbagai faktor.

Salah satunya esensi UU Otonomi Khusus belum dilaksanakan dengan baik. Dijelaskannya bahwa latar belakang lahirnya UU Otsus karena adanya sebuah kehendak politik dari OAP. Atas dasar itu sehingga negara merepson kehendak tersebut dengan menghadirkan sebuah politik hukum melalui wujud undang undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi orang asli Papua.

Adapun wujud dari UU Otsus itu, pada berbagai bidang, seperti bidang politik, ekonomi, sosial dan pemerintahan dan lain lainnya untuk mengekspresikan diri OAP.

Hal lain wujud dari UU Otsus, misalnya Gubernur dan wakil Gunernur Papua harus orang Papua. Hal menurutnya bentuk penghargaan negara untuk orang Papua.

Tidak hanya itu di dalam UU Otsus terutama dalam perbubahan ke-2 di pasal (6a) disebut bahwa sepertempat persen dari anggota dewan baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota harus diambil dari OAP, melalui kursi pengangkatan.

Menurutnya perintah UU sangat jelas, namun sayangnya melihat perkembangan politik saat ini esensi dari UU Otsus belum terlaksana dengan baik.

“Sehingga tidak heran banyak Caleg OAP yang tidak lolos menjadi anggota legislatif,” katanya kepada Cendrawasih pos, Rabu (13/3).

Padahal lanjut Dosen Tata Negara Fakultas Hukum Uniyap itu, secara undang-undang seperti dalam undang-undang nomor 21 tahun 2001 yang kemudian dirubah menjadi undang-undang nomor 2 tahun 2021.Khusus bab 7 pasal 28 itu ayat 1, jelas menyebutkan penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik.

Adapun menurutnya penduduk yang dimaksud, adalah orang asli Papua maupun migran yang atau keturunan OAP. Dapat diangkat menjadi anggota legislatif melalui kursi pengangkatan.

Kemudian pada ayat 2 kedua UU OTSUS tersebut sangat jelas menjelaskan tata cara pembentukan partai politik dan keikutsertaan dalam pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan mengacu pada pasal pasal tersebut rekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua harusnya dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua. “Ini perintah undang-undang, jadi wajib dijalankan,” tegasnya

Lebih lanjut disampaikan oleh Alumni Uncen itu menyampaikanbahwa ayat 4 UU Otsus penjelasannya sangat jelas rekrutment partai politik wajib meminta pertimbangan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP).

Karena MRP dibentuk untuk merepresentasi suara orang asli Papua dalam memperjuangkan hak-haknya  termasuk hak-hak politik. Sehingga hal itu harusnya menjadi dasar perekrutmen kader partai oleh partai pengusung.

“Jika persoalanya seperti yang terjadi saat ini dimana banyak putra-putri Papua yang kemudian tidak berhasil, maka patut dipertanyakan apakah partai politiknya sudah melaksanakan perintah UU Otsus atau belum,” tandasnya.

Persoalan ini kata Alumni S2, Ketahanan Nasional UGM itu menjadi tanggungjawab MRP dan partai politik. Sebab didalam UU Otsus perintahnya sangat jelas. Partai Politik wajib membina kader-kadernya. Sehingga kader-kadernya ini betul-betul siap untuk menang tapi juga siap untuk kalah.

“Jangan cuma siap untuk menang tapi tidak siap untuk kalah itu tanggung jawab partai politik maupun kader partai politik itu sendiri,” ujarnya.

Diapun mengatakan jika melihat pemilu 2024, menjadi pertanyaan besar adalah apakah caleg khususnya OAP ini semua kader partai politik. Sehingga tidak kemudian partai politik sebagai kuda tunggangan untuk menuju singgasana DPR atau dibidang pimpinan eksekutif.

“Tapi juga kader-kader partai politik ini termasuk OAP juga harus menyadari bahwa memang untuk menjadi seorang anggota legislatif itu hal yang tidak mudah,” ujarnya. .

Diapun mengatakan hal lain yang perlu diketahui para Caleg khususnya OAP, demokrasi di Indonesia saat ini cukup mahal. Baik partai politik kader partai politik bahkan kadang-kadang juga penyelenggara Pemilu itu sendiri.

Sehingga dengan demikian seorang kader yang ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif harus benar-benar mempersiapkan diri. “Karena demokrasi yang pertama dia mahal,” kata Gani.

Atas dasar inilah maka hal pertama yang  perlu disiapkan oleh kader partai politik adalah harus punya cost politik, harus mampu membiayai perjuangannya, (bukan berarti money politic). Sebab pragmatisme bukan hanya melandai aktor-aktor politik, tapi juga  masyarakat mengalami pragmatisme.

“Kalau saya amati sebagai seorang akademisi kader partai politik itu harus menyiapkan yang pertama adalah cost politik, yang kedua adalah harus mempunyai Team work yang kuat untuk mengikuti seluruh tahapan,” kata Gani.

Selain itu caleg juga harus mempunyai aksesibilitas publik. Dan yang peling penting mampu memikat hati rakyat. “Jangan sampai, saat pileg terus tiba-tiba mau jadi anggota dewan, ini yang tidak boleh,” ujarnya.

Diapun mengatakan dialektika dari fenomena politik saat ini, caleg khususnya OAP harus belajar dari pengalaman yang ada untuk memperbaiki masa-masa yang akan datang. Termasuk kaderisasi partai poltik harus siap secara matang.

“Karena kalau berbicara soal financial dan kasesibilitas, OAP mungkin tidak memiliki itu,” bebernya.

Sementara itu bagi caleg yang tidak puas dengan hasil dengan pemilu saat ini,  dapat berproses melalui jalur hukum.

“Kalau ada yang tidak puas, bisa melalui jalur hukum, seperti mengadu ke Bawaslu, artinya menggunakan sarana yang ada,” pungkas Alumni S3 Fakultas Hukum Unhas Makasar itu. (rel/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version