

LULUH LANTAK: Bencana Galodo memicu kerusakan parah dan menelan banyak korban di jiwa di Salarehaie Timur, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. Saat ini, seluruh unsur fokus menyelamatkan warga. (DEPIT FOR PADEK)
JAKARTA-Jumlah korban akibat banjir dan tanah longsor di Sumbar, Sumatera Utara (Sumut), dan Aceh, terus bertambah. Kerusakan yang ditimbulkan juga demikian masif. Namun, pemerintah masih bersikukuh tidak menetapkannya sebagai bencana nasional.
Pimpinan Ombudsman RI Pengampu sektor Agraria Tata Ruang sekaligus Pengampu Aceh dan Sumatera Utara Dadan S Suharmawijaya juga menyoroti pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto yang menyatakan, kalau musibah tersebut terlihat mencekam di media sosial, tetapi sudah membaik.
“Sebagai institusi pemerintah dengan kewenangan untuk bisa berbuat dan bertindak nyata, pejabatnya jangan pula bersikap seperti tidak berempati,” katanya kepada Jawa Pos (grup Padang Ekspres) kemarin (30/11).
Sebab, musibah tersebut menimbulkan penderitaan yang nyata. “Harta benda, permukiman, ternak, lahan kebun pertanian, pekarangan hingga infrastruktur porak-poranda, bahkan hilang tak tersisa. Ini bukan hanya derita bagi masyarakat terdampak, tetapi juga duka bangsa Indonesia,” terangnya.
Menurut Dadan, BNPB mungkin punya kriteria sendiri tentang bencana nasional. “Tetapi, bagi saya, banjir Sumatera ini adalah bencana nasional,” katanya.
Dadan menyadari, biasanya pemerintah menetapkan sebuah bencana nasional bila durasi bencana berlangsung lama, dengan jumlah korban jiwa tertentu dan kerugian tertentu.
Namun, bencana banjir Sumatera bukan bencana yang disebabkan faktor alam semata. “Tidak bisa dipungkiri penyebabnya sebagian karena ulah manusia. Kesalahan tata kelola lahan dan hutan turut memperparah bencana kali ini,” terangnya.
Karena itulah, bencana di Sumatera seharusnya menjadi bencana nasional. Tujuannya menjadi momentum perbaikan tata kelola lahan dan hutan di seluruh wilayah Indonesia.
“Marilah kita semua bertobat secara nasional. Sudah tak terhitung bencana banjir yang memporak-porandakan Indonesia setiap tahun di berbagai wilayah akibat kesalahan tata kelola lahan dan hutan,” terangnya.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menjelaskan, penetapan status bencana nasional memiliki kriteria khusus dan sangat jarang digunakan.
“Status bencana nasional yang pernah ditetapkan oleh Indonesia hanya Covid-19 dan tsunami 2004. Hanya dua itu yang menjadi bencana nasional. Setelah itu, meski terjadi bencana besar seperti gempa Palu, gempa NTB, dan gempa Cianjur, semuanya tidak ditetapkan sebagai bencana nasional,” kata Suharyanto dalam konferensi pers Sabtu (29/11).
Penetapan status bencana nasional mempertimbangkan beberapa faktor, terutama skala korban dan tingkat kesulitan akses menuju lokasi bencana.
Menurutnya, situasi banjir yang sempat terlihat mencekam di media sosial tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi di lapangan.“Dari skala korban dan kesulitan akses, rekan-rekan media bisa membandingkan dengan kejadian sekarang ini. Memang kemarin kelihatannya mencekam di media sosial, tetapi ketika sampai di lokasi, kondisi sudah lebih terkendali dan tidak hujan,” urainya.
Page: 1 2
Menurutnya, para relawan ini merupakan garda terdepan penyebaran informasi, penjangkauan komunitas serta pendampingan masyarakat dalam…
Hasil pemeriksaan memastikan bayi berjenis kelamin laki-laki itu meninggal akibat jalan napasnya terhambat karena adanya…
Selain tiga pemain di atas, pemain lainnya yang dipastikan berpisah dengan Persipura itu Josua Isir,…
Tim Persipura Jayapura dijadwalkan melakoni empat laga ujicoba selama menjalani pemusatan latihan di Jakarta. Tim…
Insiden tersebut mengakibatkan dua orang meninggal dunia, masing-masing Sugianto (43) dan Hardiyanto (39). Sementara itu,…
Persewar yang musim lalu terdegradasi dari Liga 2 masih menghadapi persoalan internal dan kesulitan finansial.…