Site icon Cenderawasih Pos

Perusak Hutan Bakau Divonis 3,5 Tahun

Terdakwa Kasus Pengrusakan daerah konservasi hutan mangrove H. Syamsunar  yang divonis hukuman 3,5 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura, Selasa (30/1). (foto:Karel/Cepos)

JAYAPURA-Terdakwa kasus pengrusakan Kawasan Konservasi H. Syamsunar Rasyid,  akhirnya dijatuhi hukuman  penjara selama 3 tahun 6 bulan, atau 3,5 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura y ang dipimpin oleh hakim ketua Hababan didampingi dua hakim anggota lainnya, Selasa (30/1).  Terdakwa terbukti melanggar UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

      James Simanjuntak selaku Kuasa Hukum H. Syamsunar Rasyid, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Bahkan pihaknya berencana mengajukan banding. Pasalnya penimbunan yang dilakukan oleh H. Syamsunar di Hutan Manggorove itu didasari dengan alat bukti yang cukup.

  Dimana Syamsunar memiliki sertifikat atas tanah tersebut. Penimbunan hutan bakau di Pantai Hamadi itu, dilakukan atas direkomendasi langsung oleh BKSDA Provinsi Papua.

  “Semua ada bukti surat dimana BKSDA merekomendasikan H. Syamsunar untuk menimbun hutan bakau di Pantai Hamadi,” kata Simanjuntak, kepada Cendwrawasih Pos usai sidang Putusan di PN Jayapura, Selasa  (30/1).

  Diapun menyebut di dalam Surat Rokomendasi penimbunan hutan mangrove tersebut disebutkan luas hutan yang akan ditimbun sebesar 40 meter persegi. “Tidak hanya BKSDA tapi juga Kepala Suku Dawir merekomendasikan penimbunan hutan tersebut,” ujarnya

   “Semua surat rekomendasi itu ada, dan distempel jelas oleh BKSDA Papua dan Kepala Suku Dawir, jadi apa yang dilakukan oleh Klien Kami ini tidak ada yang melanggar hukum,” sambungnya

  Diapun mengatakan dari fakta yang diungkapkan dalam persidangan, di atas lahan konservasi tersebut ada sekitar 170 sertifikat yang telah diterbit oleh BPN atas rekomendasi BKSDA.

  “Pengungkapkan penerbitan sertifikat dilahan konservasi tersebut disampaikan langsung oleh saksi ahli dari BKSDA, dalam persidangan,” ungkapnya

  Dia juga mengatakan jika memang lahan tersebut masuk dalam kawasan konservasi, lantas kenapa hanya H. Syamsunar yang digugat. Padahal di area tersebut sudah banyak bangunan baik rumah milik warga, Gereja, Masid maupun Bangunan milik prushana swasta yang dibangun diatas lahan konservasi tersebut.

  “Kami menganggapnya tindakan hukum terhadap H. Syamsunar ini bentuk diskriminatif hukum, karena kalau memang itu kawasan Konservasi kenapa yang lain diberikan izin membangun di sana,” tegas James.

  Sebelumnya Rabu (24/1), JPU menuntut Terdakwa H. Syamsunar selama 4 tahun 3 bulan penjara.

   Sementara itu Terpidana H. Syamsunar Rasyid mengaku kecewa atas putusan tersebut. Pasalnya dirinya menimbun hutan Bakau di Pantai Hamadi tersebut dilakukan atas dasar alat bukti yang cukup. Dimana dirinya memiliki sertifikat lengkap atas lahan tersebut.

  Selain itu dia juga mengaku sebelum lahan itu ditimbun, terlebih dahulu meminta surat rekomendasi dari BKSDA Papua, dan juga Kepala Suku Dawir. Keduanya pun menerbitkan surat rekomendasi proses penimbunan di lahan tersebut.

  “Saya sangat kecewa, karena sertifikat atas tanah itu sudah diterbitkan 12 tahun lalu, lantas kenapa sekarang baru dipersoalkan,” tandasny.

  “Selain itu kalau memang itu bagian dari kawasan konservasi lantas kenapa BKSDA memberikan surat rekomenasi penimbunan, jadi saya rasa proses hukum ini bagian dari kirminatif hukum,” sambungnya.

  Dirinyapun mengaku selama ini setiap tahunnya membayar pajak atas lahan tersebut. Selain itu tanah tersebut juga telah diterbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). “Kalau kita lihat dari aturan kawasan Konservasi, bukan hanya di hutan bakau, tapi mulai dari terminal Entrop sampai ke Nafri, masuk kawasan Konservasi, lalu kenapa bangunan bangunan di pinggir pantai Hamadi itu diizinkan, sementara saya diproses hukum?” tanyanya.

  Tidak hanya itu dia juga menyatakan pihak yang mengaku bahwa kawasan hutan bakau sebagai dapur mama mama Papua, juga terlibat dalam menerima uang jual beli tanah tersebut kepada Syamsunar. Tapi sekarang jutru mereka berkoar koar dan mengaku bahwa hutan bakau tersebut dapur mama mama Papua.

    “Orang tua mereka sudah menikmati uang hasil jual tanah itu, tapi sekarang mereka berteriak itu dapur mama mama Papua, saya heran,” ungkapnya. (rel/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version