Site icon Cenderawasih Pos

Perlu Strategi Lebih Tangani Ganja, Sosialisasi Lewat Gereja Dianggap Efektif

Kasat Narkoba Polresta Jayapura Kota, AKP Irene Aronggear

Ngobrol Santai Dengan Kasat Narkoba Polresta yang Baru, AKP Irene Aronggear

Jabatan Kasat Narkoba Polresta Jayapura kembali berganti. Jabatan AKP Akhmad Alfian yang baru beberapa bulan diganti AKP Irene Aronggear. Tentunya ada target yang akan diusung mantan Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak ini.

Laporan: Abdel Gamel Naser_ Jayapura

Setelah 3 tahun lamanya bergabung dengan Dit Narkoba Polda Papua, kini waktunya bagi AKP Irene untuk bergabung dengan Polresta sebagai Kasat Narkoba. Dari pelaksanaan tugas dan  fungsinya,  tentu bisa lebih leluasa, karena akan mengontrol langsung anak buah dan menyusun strategi yang akan diterapkan guna mengungkap maupun menekan peredaran narkoba di Jayapura.

  Wanita kelahiran Biak yang besar di Nabire ini, tak menampik jika persoalan narkoba di Jayapura perlu diberi perhatian serius. Pasalnya ada nasib anak bangsa dan generasi penerus yang terancam jika masih berada pada lingkaran barang haram.

   Untuk Kota Jayapura sendiri, kata Irene, yang paling ditemukan adalah kasus ganja. Hal tersebut tak lepas karena perairan di Papua sangat terbuka, sehingga hilir mudik speedboat dari negara tetangga masih mudah dilakukan.

  Meski demikian dikatakan ancaman lain selain ganja juga selalu ada. Ia pun berkeinginan untuk bisa mengungkap kasus yang tidak hanya ganja tetapi juga sabu – sabu maupun obat – obatan terlarang lainnya. “Selama ini pengungkapan lebih didominasi kasus ganja dan kami akan berupaya untuk mengungkap yang lain karena sama – sama berbahaya hanya saja nampaknya perlu tenaga dan strategi lebih,” kata Irene saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (4/12).

   Diakui jika selama ini untuk sabu – sabu terkesan lebih sulit karena disinyalir dimainkan lebih rapi dan melibatkan kelompok elit dan berduit. Namun dengan bekal 3 tahun membongkar jejaring narkoba di Polda, Irene berharap bisa menjalankan kepercayaan pimpinan.

   “Memang untuk sabu ini tidak mudah, tapi pelan – pelan kami coba. Semoga saja dengan tim yang sudah ada saat ini kami bisa dimudahkan semuanya,” imbuhnya.

  Irene tetap optimis untuk penanganan kasus narkoba di Jayapura sebab ia melihat tak banyak kendala karena system kerja sudah dimatangkan.

  “Selama ini kami bersyukur karena minim kendala. Kalaupun ada biasanya dalam pengungkapan itu informasi bocor akhirnya pelaku kabur. Ini memang perlu lebih berhati – hati. Sedangkan untuk resistensi di lapangan  pengalaman saya masih di Unit 4 Subdit Narkoba biasa  pelaku ganja dari PNG,” cerita mantan Wakasat Reskrim Polresta ini.

  Biasanya para pengedar ganja dari PNG memiliki keberanian lebih dimana terkadang membawa alat tajam ataupun besi dan kerap mengancam petugas. Tapi untungnya hal tersebut masih bisa diatasi. “Mereka (pengedar ganja) kadang pakai alat tajam maupun besi, namun ketika senjata kami sudah dikeluarkan disitulah mereka diam,” beber Irene.

   Sedangkan untuk penerapan pasalnya, Irene merasa lebih simple karena hanya berurusan dengan tiga aturan main yakni Undang – undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2018 pasal 136 huruf A dan B tentang Pangan dan satu lagi Undang – undang Kesehatan.

  “Hanya untuk kesehatan ini lebih banyak terkait kosmetik dan kami bersinergi dengan BPOM,” imbuhnya. Irene sendiri dalam  menjalankan penggerebekan atau penangkan lebih menyukai terlibat langsung di lokasi kejadian. Ini tak lepas untuk memberi support kepada tim yang turun ke lapangan.

  “Saya pikir anggota di lapangan juga lebih nyaman kalau didampingi meski kadang beberapa kali banyak pelaku yang sudah mengenali saya karena pernah ditangkap saat di Polda,” papar Irene. “Kalau miras ini yang punya ijin kami lihat rata – rata semua paham aturan tapi yang nakal itu biasa yang tidak punya ijin akhirnya berkali – kali juga harus kami proses,” ungkapnya.

   Disinggung soal jenis narkoba yang berpotensi beredar di Jayapura, perwira yang juga pernah menjabat di Direskrim Umum Polda Papua ini menyampaikan bahwa dulu pihaknya pernah menangani kasus tembakau Gorila namun disinyalir masuknya lewat Australia, PNG, Jayapura dan diungkap di Timika.

  Selain itu potensi penggunaan pil atau obat – obatan terlarang seperti dextro juga masih memungkinkan. “Untuk pil ini beberapa kali kami temukan namun untuk jenis ekstrasi masih sangat jarang,” sambung Irene. Iapun berharap dengan tim yang sudah ada saat ini bisa semakin solid dengan kerja dan semangat baru yang diusung.

  Terkait upaya yang bisa dilakukan untuk menekan angka peredaran narkoba di Jayapura, kata Irene agenda sosialisasi, penyuluhan  di tingkat RT RW juga perlu dilakukan. “Kami juga meyakini jika sosialisasi terkait bahaya narkoba ini  disampaikan di gereja gereja dengan melibatkan hamba Tuhan atau pendeta itu lebih efektif karena kami melihat anak – anak muda ini lebih mendengar dan mau mendengar jika pendeta yang berbicara jadi peran gereja sangat memberi dampak,” imbuhnya.

Sementara disinggung soal keluarga dimana Irene merupakan sosok seorang ibu dengan dua anak, ia mengatakan bahwa  sang suami dan anak – anak selalu mensuport kerja – kerja penyidikan yang dilakukan. Akan tetapi ada yang menarik  dimana ternyata kedua anaknya menolak untuk menjadi polisi.

“Capek kata mereka sebab mereka sudah melihat kerja saya selama ini. Saya berangkat kerja saat mereka masih tidur dan saya pulang juga mereka sudah tidur. Mereka kadang protes tapi saya katakan bahwa itulah tanggungjawab yang harus dijalankan,” pungkas Irene. “Kami juga berharap masyarakat bisa ikut mendukung upaya yang dilakukan aparat kepolisian  untuk menekan angka peredaran karena ini menyangkut masa depan generasi bangsa juga,” tutupnya. (*/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version