Site icon Cenderawasih Pos

Sepanjang 2023, TPNPB Serang TNI-Polri Sebanyak 21 Kali

Latifah Anum Siregar ( foto: Elfira/Cepos)

JAYAPURA – Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP) mengeluarkan laporannya berkaitan dengan situasi umum Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua, sepanjang tahun 2023.

ALDP menilai pemerintah fokus pada penyelesaian pelanggaran HAM melalui mekanisme non yudisial dengan menggunakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor:17/2022 tentang penyelesaian pelanggaran HAM Berat Non Yudisial, sementara penyelesaian non yudisial melalui keadilan transisi dan Komisi Kebenaran dan Rekonsilias (KKR) belum ada perhatian serius.

Demikian juga penyelesaian melalui mekanisme yudisial gagal diwujudkan. Sebagaimana pemekaran provinsi menyita perhatian yang sangat serius mulai dari penentuan Penjabat Gubernur, pelepasan tanah hak ulayat untuk pembangunan kantor pemerintah hingga seleksi anggota MRP yang bermasalah.

Sejalan dengan itu, Direktur ALDP Latifah Anum Siregar, menyampaikan aksi kekerasan dan konflik bersenjata terus mengorbankan masyarakat sipil dari berbagai profesi, etnis dan usia serta melumpuhkan pelayanan publik maupun aktifitas sehari-hari juga meningkatnya jumlah pengungsi.

“Konflik horizontal diantara masyarakat sipil antar etnis Papua dan non-Papua lebih mengkhawatirkan dari tahun sebelumnya,” terang Latifah.

Rangkuman ALDP, isu isu utama sepanjang tahun 2023. Permasalahan dalam dimensi Sipol, misalkan sejak dibacakan putusan pada 8 Desember 2022 di PN Makassar yang menyatakan bahwa unsur sistematis pada kasus Paniai 2014 telah terbukti sebagai peristiwa pelanggaran HAM.

Namun terdakwa Mayor (Purn) Isak Sattu diputus bebas, kasus ini hilang dari perhatian pemerintah. Padahal korban dan masyarakat sipil mendesak agar Kejaksaan Agung membuka kembali kasus tersebut guna menetapkan tersangka baru.

Lainnya, salah satu proses persidangan yang menyita perhatian adalah persidangan terhadap 6 anggota TNI dan 3 sipil terkait pembunuhan sadis disertai mutilasi terhadap 4 warga sipil asal Nduga di Timika pada Agustus 2022.

Dimana persidangan terhadap anggota TNI berakhir pada Januari 2023. Persidangan ini memecat 1 perwira dan penjara seumur hidup, sedangkan terdakwa TNI lainnya selain dipecat juga mendapatkan hukuman 15 tahun dan 10 tahun. Banding dan kasasi dari para terdakwa juga telah ditolak.

Persidangan lainnya masih dengan TKP di Timika, yakni penembakan terhadap Eden Bebari dan Rony Wandik dua pemuda warga Timika pada 13 April 2020 di sekitar areal Kuala Kencana Timika dengan terdakwa Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dari Kesatuan Yonif Raider 900/SBW.  Pada pembacaan Putusan tanggal 5 September 2023, para terdakwa divonis lepas dari tuntutan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer III-14 Denpasar.

Isu lainnya yakni ekosob dan pelayanan publik, dimana konflik bersenjata di beberapa tempat di Papua sepanjang tahun 2023 menyebabkan hak masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan, kesehatan dan penghidupan yang layak tidak terpenuhi.

“Terlebih konflik bersenjata telah menyebabkan sejumlah sarana pelayanan publik seperti sekolah dan puskesmas dibakar (dirusak) atau digunakan oleh para pihak yang berkonflik. Bahkan wilayah-wilayah yang tidak tertangani atau rusak fasilitas publiknya makin banyak,” ujarnya.

Pemerintah sipil pun tidak hadir secara maksimal dalam memberikan pelayanan publik termasuk pemenuhan layanan Pendidikan, kesehatan dan perekonomian.

Selian itu, permasalahan kesehatan muncul dari petugas kesehatan, diantaranya merupakan masalah lama yang belum diselesaikan seperti sejumlah perawat di RS Abepura yang belum dibayarkan haknya pada saat Covid-19.

Ada juga sejumlah aksi pembakaran terhadap fasilitas publik dan pribadi. Salah satu peristiwa yang mendapat perhatian adalah penyanderaan pilot New Zealand tanggal 7 Pebruari 2023, hingga kini belum dibebaskan. Bahkan drama pembebasannya telah menelan banyak korban.

Dari data ALDP, sepanjang tahun 2023. Setidaknya ada 21 peristiwa penyerangan yang dilakukan TPNPB terhadap TNI-Prolri, dan 17 serangan dilakukan kepada masyarakat sipil dan fasilitas publik.

Pada konflik bersenjata ada 8 peristiwa pembakaran terhadap fasilitas publik (2 sekolah, 1 kantor distrik, 1 pesawat, 1 tower komunikasi, 1 perpustakaan, 1 gudang beras, 1 masjid) dan 6 pembakaran lainnya (14 rumah, 4 kios, dan 25 ruko). Sehingga total aksi pembakaran ada 14 peristiwa.

Data ALDP juga menunjukan setidaknya ada 20 korban TNI yang meninggal dan 4 orang luka tembak menurut klaim yang dikeluarkan oleh pihak TNI, sementara menurut klaim TPNPB ada 48 orang anggota TNI yang meninggal dunia. Perbedaan jumlah ini terjadi karena adanya perbedaan jumlah korban pada 3 peristiwa (Mugi-Mam, Dekai dan Paro) yang menurut pihak TNI korban jiwanya tidak sebanyak yang diklaim oleh KKB.

“Ada juga 3 peristiwa (kali I, Purume, dan Jambul) yang menurut TPNPB korban jiwanya adalah anggota intelijen TNI. Tetapi menurut TNI, korban tersebut adalah masyarakat sipil,”

Sedang korban jiwa Polisi sebanyak 5 orang dan korban luka sebanyak 31 orang. sementara korban jiwa sipil setidaknya berjumlah ada 30 sampai 41 orang. Ada 11 korban yang diklaim TPNPB sebagai intelijen namun dibantah oleh TNI dan Polri .

Adapun korban luka sipil sebanyak 73 orang, 1 warga negara asing yang disandera, 436 penduduk yang mengungsi dan dievakuasi dampak langsung dari aksi kekerasan dan konflik bersenjata.

Setidaknya ada 2 sekolah, 1 kantor distrik, 1 gudang beras,1 pesawat, 1 tower komunikasi semuanya dibakar, 1 pesawat ditembaki. Terdapat 15 rumah dan 4 bangunan kios dibakar serta 1 pucuk Senjata SS direbut.

Sementara itu, transaksi senjata dan amunisi masih terjadi sepanjang tahun 2023. Dari data yang dihimpun oleh AlDP,  5 kasus pemilikan atau penguasaan senjata api sipil dengan bb total 7 pucuk senjata dan 120 butir amunisi.

1 anggota KKB ditangkap dengan BB 3 pucuk senjata api dan 411 amunisi. Ada juga transaksi yang terindikasi langsung dilakukan oleh anggota KKB dengan BB 4 pucuk senjata api laras panjang, 97 butir amunisi, uang 34 juta.

“Terungkap juga didalam persidangan ada 300 gram emas yang digunakan untuk membeli senpi dan amunisi. Bahkan ada 1 orang Kepala Distrik yang terbukti membantu memberikan dana sejumlah Rp 30 Juta untuk membeli amunisi,” kata Anum.

Adapun total pelaku 14 diantaranya pelaku sipil tidak terindikasi KKB 5 orang, pelaku sipil terindikasi KKB 7 orang, pelaku KKB  1 orang dan pelaku ASN 1 orang.

Adapun rekomendasi ALDP yakni pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung RI membuka ulang kasus Paniai 2014 untuk mengadili para pelaku. Kejaksaan Agung segera menyatakan lengkap beras dari Wasior 2001 dan Wamena 2003.

Pembahasan mengenai penyelesaian pelanggaran HAM melalui yudisial dan non yudisial harus didiskusikan secara terbuka termasuk pembentukan KKR dan konsep keadilan transisi dalam konteks Otsus/Papua untuk menemukan pilihan yang tepat sesuai kebutuhan dan kehendak korban dengan memperhatikan berbagai aspek di dalam tatanan hukum, sosial dan budaya serta dapat mencegah praktik impunitas.

Dilakukannya investigasi independen terkait aksi kekerasan dan konflik bersenjata untuk menghindari stigma, pengalihan isu atau pelaku dan berprespektif korban. Aparat keamanan menjalankan fungsi intelejen dan pencegahan dengan tepat dan aparat penegakan hukum bersikap professional.

Membuka ruang kebebasan berekspresi, berkumpul dan menyampaikan pendapat, menghentikan stigma dan kriminalisasi terhadap gerakan masyarakat sipil yang menuntut demokrasi dan keadilan.

“Juga tidak boleh toleransi terhadap bentuk kejahatan apapun dan siapapun pelakunya,” tegasnya.

Review kebijakan keamanan di Papua untuk meminimalisr korban jiwa dari masyarakat sipil. Pemerintah provinsi di tanah Papua mengambil peran aktif dan inisiatif untuk penanganan masalah keamanan di Papua dengan melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian. Pemerintah kabupaten/kota berperan aktif dan berinisiatif untuk memastikan jalannya pemerintahan sipil dan melindungi warganya serta menyiapkan aturan pelaksanaan penyelenggara Otsus untuk mengakomodir hak-hak dasar warganya di tingkat kabupaten dan kota.

Pemerintah (Pusat, Provinsi dan kabupaten/kota) mereview izin-izin pengelolaan sumber daya alam (hutan, tanah dan hasil bumi lainnya) sebagai bagian dari penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat di Papua. Serta mengambil langkah konkrit untuk menangani pengungsi akibat konflik bersenjata terutama untuk menyediakan kebutuhan dasarnya yakni makan, minum, tempat tinggal, sekolah,layanan kesehatan dan rasa aman.

Juga merekomendasikan aparat TNI-Polri dan TPNPB menghentikan aksi kekerasan (konflik bersenjata) yang mengorbankan dan berdampak bagi masyarakat sipil atau kelompok minoritas dan menggunakan atau merusak faslitas layanan publik lainnya dengan melakukan jeda kemanusiaan guna memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Pemerintah segera menyelenggarakan dialog yang inklusif untuk menyelesaikan akar masalah di Papua.

“Konsolidasi diantara masyarakat sipil khususnya diantara OAP dan non OAP dengan mendepankan sikap non diskriminasi, tanpa stigma dan menghilangkan aksi-aksi yang provokatif ataupun persekusi baik yang dilakukan oleh pemerintah, aparat penegak hukum ataupun diantara berbagai komponen masyarakat sipil dengan memperbanyak inisiatif dialog,” harapnya.

Rekomendasi terkahir yakni netralitas penyelenggara Pemilu, pemerintah, ASN dan TNI/Polri pada pemilu dan pemilihan. Pemerintah perlu menjalankan pemerintahan secara aktif dan bertanggung jawab. (fia/wen)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version