Site icon Cenderawasih Pos

Ratusan Orang Ajukan Petisi Selamatkan Hutan Adat Papua

Masyarakat yang menyuarakan aspirasi untuk selamatkan hutan adat Papua, Senin (5/2) (Foto/Emanuel for Cepos)

JAYAPURA – Sebanyak 806 orang yang terdiri dari masyarakat sipil, mahasiswa, atas nama lembaga maupun organisasi mengajukan surat permohonan atau petisi selamatkan hutan adat Papua.

  Surat tersebut ditujukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado, yang memeriksa, Nomor Putusan Banding; 92/B/LH/2023/PT.TUN.MDO dan mengadili perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim nomor No. 6/G/LH/2023/PTUN.JPR.

  Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, menyebut lima point tersebut diantaranya surat terbuka disampaikan demi keadilan untuk pejuang lingkungan hidup, Hendrikus Woro yang berjuang untuk Marga Woro dan Suku Awyu yaitu penggugat dalam perkara lingkungan hidup dan perubahan iklim Nomor 6/G/LH/2023/PTUN.JPR Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

  “Gugatan ini menyangkut izin lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL). Nomor Putusan Gugatan banding 92/B/LH/2023/PT.TUN.MDO,” ucap Emanuel dalam rilisnya yang dikirim kepada Cenderawasih Pos, Senin (5/2).

    Point kedua, bahwa Hendrikus Woro sebagai penggugat merupakan pemimpin marga Woro–bagian dari Suku Awyu. Marga Woro mendiami Kampung Yare, Distrik Fofi, Boven Digoel. Ia mengajukan gugatan ini lantaran pemerintah daerah diduga menutup informasi tentang izin-izin PT IAL yang konsesinya akan mencaplok wilayah adat mereka.

  Ketiga, izin kelayakan lingkungan hidup dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT IAL berdasarkan Amdal yang bermasalah, mengabaikan keberadaan masyarakat adat sebagai pemilik wilayah adat, dan cacat substansi karena tak disertai analisis konservasi.

  “Sehingga dapat berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan hilangnya hak-hak masyarakat adat,” ujarnya.

  Keempat, penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup PT IAL diduga melanggar peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyusunan Amdal, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  Kelima, izin lingkungan PT IAL diperkirakan akan memicu deforestasi di area yang mayoritas lahan hutan kering primer seluas 26.326 hektar. Pemberian izin untuk perusahaan sawit ini juga tak sejalan dengan janji pemerintah mengatasi perubahan iklim.

  Sebagaimana dalam Enhanced Nationally Determined Cotribution (ENDC), pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan Internasional pada 2030.

  “Oleh karena itu, kami memohon agar Majelis Hakim memeriksa dan mengadili perkara banding tersebut dan berpegang teguh pada prinsip In Dubio Pro-Natura, demi kelanjutan hutan Papua sebagai sumber kehidupan masyarakat adat Papua. Sehingga Majelis Hakim untuk memerintahkan pencabutan izin kelayakan lingkungan hidup PT IAL,” pungkasnya. (fia/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version