Site icon Cenderawasih Pos

Masuk Dipandu Petugas KPPS, Tangan Diarahkan ke Surat Suara

Aleksander (Kiri) bersama Yotam (36) penyandang tuna netra  yang berjualan di depan Saga Mall Abepura. Karel/Cepos

Penuturan Penyandang Disabilitas Tuna Netra dalam Menyalurkan Hak Pilih pada Pemilu

Pemilu Presiden dan Legislatif tinggal kurang dari tiga minggu lagi, berbagai persiapan telah dilakukan penyelenggara,  termasuk  para calon yang melakukan kampanye memikat hati masyarakat. Masyarakat yang punya hak pilih harus mulai ancang-ancang menentukan pilihannya di bilik suara, tidak terkecuali penyadang disalibilitas, tuna netra.

Laporan: Carolus Daot_Jayapura

Pemilihan umum (Pemilu) Calon Legislatif (Caleg) dan Capres akan berlangsung 14 Februari 2024 mendatang. Pemilihan Umum bukan sekadar memilih calon presiden-wakil presiden dan wakil rakyat yang bakal duduk di kursi legislatif. Lebih dari itu, bagaimana caranya agar setiap pemilih memiliki akses yang adil, termasuk bagi penyandang disabilitas.

  Mungkin tak akan banyak kesulitan bagi orang normal untuk melakukan pencoblosan, namun tidak demikian dengan pemilih penyandang disabilitas, khususnya tuna netra. Sebab dengan keterbatasan yang ada, mungkin tahapan pencoblosan bagi mereka sebagai sesuatu yang sulit.  Untuk memilih Calon Presiden dan Waki Presiden, yang ada tiga Paslon tentu tidak akan serumit memilihh caleg yang jumlah mencapai ratusan dari puluhan partai politik peserta pemilu.

   Meski KPU mengatakan akan  menyiapkan kertas suara dengan huruf braile, namun nampaknay dalam prakteknya tidak akan semua itu dibanding dengan orang normal yang melihat secara keseluruhan nama-nama yang terpasang dalam surat suara.

  Pengalaman dalam menyalurkan hak suara ini bagi penyandang tuna netra ini, dituturkan oleh oleh Aleksander,  penyandang tuna netra asal Polimak 3, Kelurahan Ardipura, Distrik Jayapura Selatan, kepada Cenderawasih Pos, saat berjualan sapu lidi dan keset di depan Saga Mal Abepura,  Jumat (19/1).

  Pada pemilu tahun 2019 lalu, Aleksander ikut pemilu di TPS Polimak 3. Walaupun dengan fisik yang tidak lahir secara sempurna, namun dia tetap menyalurkan hak suaranya sebagai warga negara Indonesia. Memang alur pencoblosan di bilik suara berbeda dengan pemilih lainnya.

Dimana bagi mereka yang penyandang tuna netra, untuk mencoblos harus dibantu oleh anggota KPPS. Mulai dari pintu masuk TPS, sampai di bilik suara. Di bilik suara mereka akan terlebih dahulu diberikan penjelasan singkat oleh anggota KPPS terkait aturan pemilu. Kemudian dilanjutkan dengan pencoblosan.

  “Di bilik suara, panitia hanya mengarahkan saya untuk memilih, sembari itu tangan saya ditaruh di atas kertas suara, lalu mereka tanya mau pilih capres dari partai apa, dan namor urut berapa,” ceritanya.

  “Setelah saya tentukan pilihan, barulah anggota KPPS mengarahkan tangan saya untuk mencoblos,” sambungnya.

  Diapun mengatakan pendampingan tuna netra tidak hanya anggota KPPS, tapi juga para saksi dari masing-masing paslon. “Jadi anggota KPPS betul-betul netral, dalam mendampingi kami saat pencoblosan” ujarnya.

  Anggota Yayasan Humania Polimak itu mengatakan untuk proses pencoblosan tidak membutuhkan waktu yang lama. Hanya saja yang masih menjadi kendala kadang kala mereka harus menunggu lama untuk giliran pencoblosan. “Harusnya siapkan khusus bilik suara untuk kami yang tuna netra, sehingga tidak lagi antre,” harapnya.

  Dikatakan untuk Pemilu 2024 ini, dirinya belum mendapatkan undangan pemilu.  Namun biasanya kata pria berusia 41 tahun itu, menjelang pemilu, Ketua Yayasan Humania akan mengumumkan jadwal dan tahapan serta lokasi bagi mereka untuk mengikuti pemilu.

   “Dari dulu begitu, nanti kalau sudah mau dekat-dekat Pemilu baru kita dapat undangan,” bebernya.

  Penyandang tuna netra itu setiap harinya berjualan sapu lidi di depan Saga Abepura. Walaupun dengan fisiknya yang terlahir tidak sempurna tidak membuatnya patah semangat untuk berjualan.

  “Saya kadang-kadang pindah pindah tempat, tergantung kemauan, tapi setiap hari tetap jualan,” ujarnya.

Di tempat yang sama Yotam yang juga penyandang tuna netra bercerita terkait proses pencoblosan hampir sama dengan cerita Aleksander,  dimana bagi mereka yang tuna netra, tetap diberikan hak untuk ikut pemilu.

  “Kalau saya pengalaman terakhir ikut pemilu pada tahun 2009 di Maluku. Alurnya hampir sama dengan tuna ntera yang lain,” ujarnya.

  Khusus pemilu 2024 ini, pria warga Abepura itu belum mendapatkan undangan pemilu. Diakuinya memang data dirinya masih menggunakan data lama dari Maluku Tenggara. “Saya mungkin tidak ikut pemilu, karena KTP masih menggunakan KTP Maluku Tenggara,” ujarnya

   Namun apabila diberikan undangan oleh KPU, maka dirinya siap ikut pemilu di Kota Jayapura. “Saya pindah ke Kota Jayapura pada tahun 2022 lalu, jadi belum sempat bikin KTP baru,” bebernya. (*/tri)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version