Site icon Cenderawasih Pos

Video Penyiksaan di Puncak, Dimulai dari Penyangkalan Diakhiri dengan Impunitas

Latifah Anum Siregar ( foto: Elfira/Cepos)

ALDP : TNI Tidak Miliki Kewenangan Melakukan Interogasi Warga Sipil Termasuk TPNPB

JAYAPURA – Video aksi penyiksaan yang diduga dilakukan oleh TNI anggota Yonif Raider 300/Brawijaya di Pos Gome, Kabupaten Puncak 3 Februari 2024 menjadi perhatian dan keprihatinan bersama termasuk Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP).

Korbannya adalah Definus Kogoya, yang TNI menduganya sebagai anggota TPNPB. Pada awal video diketahui oleh publik, terjadi penyangkalan yang dilakukan oleh pihak TNI yakni Pangdam XVII Cenderawasih.

Direktur ALDP Latifah Anum Siregar, menyebut penyangkalan ini mengingatkan kita peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) Theys Hiyo Eluay tanggal 10 November 2001, bahkan Komandan Kopasus Tribuana di Hamadi, menyelenggarakan Konferensi Pers di markasnya sehari setelah peristiwa dan menyatakan bahwa dirinya dan institusinya tidak terlibat.

“Namun penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Polda Papua, membuktikan bahwa penculikan dan pembunuhan Theys Hiyo Eluay adalah hasil permufakatan jahat dari anggota Kopasus Tribuana,” ucap Anum, dalam rilis yang dikirimnya kepada Cenderawasih Pos, Rabu (27/3).

Tak hanya itu kata Anum, pada tahun 2020 di Kabupaten Intan Jaya. Ada kasus pembunuhan terhadap Pdt Yeremias Zanambani, awalnya anggota TNI menyangkal keterlibatan mereka atas peristiwa tersebut.

Bahkan, Kapen Kogabwilhan III Kol Czi IGN Suriastawa berkata Pdt Yeremia ditembak KKB. Namun setelah desakan berbagai pihak dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintah melakukan investigasi, terungkap bahwa adanya dugaan keterlibatan TNI dalam pembunuhan Pdt Yeremia Zanambani.

“Rangkaian peristiwa lainnya adalah kasus hilangnya Luther Zanambani dan Apinus Zanambani yang ditahan di Koramil Sugapa pada 21 April 2020, keduanya dibunuh dan mayatnya dibakar. Kuat dugaan ada keterlibatan Kotis Yonif PR 433 JS Kostrad demikian juga kasus penembakan terhadap Gembala Gereja Katolik di sekitar Bandara Sugapa pada 7 Oktober 2020,” bebernya.

ALDP juga mencatat kasus Eden Babari dan Ronny Wandik yang ditembak anggota TNI Yonif 712/900 dari Satuan Tugas Pinang Siri di Mile 34, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah pada 13 April 2020, hingga meninggal dunia.

Untuk kasus ini, Pengadilan Militer III-14 Denpasar menyidangkan 2 terdakwa yakni sersan Satu Vicente De Oliviera dan Prajurit Kepala Bahari. Namun diputus bebas dari tuntutan hukum. Adapun 2 terdakwa lainnya disidangkan di peradilan militer Menado, diputus 7 tahun dan 6 tahun penjara dan hukuman tambahan dipecat dari kesatuannya. Ditingkat kasasi vonisnya ringan menjadi 2 tahun dan 1 tahun 6 bulan, hukuman tambahan dipecat dari kesatuan, namun hukuman itu ditiadakan.

Menurut Anum, strategi yang selalu digunakan para petinggi TNI berupa respon awal yang resisten tanpa mencari tahu terlebih dahulu.

“Penyangkalan itu tadi kemudian akan dilanjutkan dengan permintaan maaf ketika fakta yang ada terlanjur meluas dan menjadi konsumsi publik. Apapun argumentasi untuk membenarkan tindakan tersebut tentu tidak dapat diterima secara hukum, karena tindakan penyiksaan tidak  dibenarkan  secara hukum baik yang dilakukan terhadap pihak yang diduga sebagai anggota kelompok bersenjata atau simpatisan atau informan apalagi terhadap masyarakat sipil,” tegasnya.

Berlanjutnya aksi penyiksaan seperti ini menunjukkan kelemahan dari sistem pendidikan militer. Apalagi tindakan main hakim sendiri disertai penyiksaan adalah pola berulang yang dipakai untuk mendapatkan pengakuan, membalas dendam dan merendahkan harkat dan martabat seseorang.

“Sebagai anggota TNI, seharusnya mengetahui tugas dan tanggungjawabnya. Anggota TNI tidak memiliki kewenangan untuk menahan atau melakukan interogasi terhadap warga sipil termasuk terhadap TPNPB, karena ini merupakan ranahnya aparat kepolisian,” tegasnya.

“Terhadap kejadian berulang seperti ini menunjukkan tidak ada langkah serius untuk mencegah atau menghukum pelakunya,” sambung Anum.

Untuk itu, ALDP mendesak segera dilakukan investigasi independen untuk memperoleh kebenaran dari peristiwa tanggal 3 Pebruari 2024 di Gome, Kabupaten Puncak dan rangkaian peristiwanya secara utuh dan terang benderang terutama kronologi peristiwa, identitas dan latar belakang Definus Kogoya dan dua rekan lainnya.

Pengadilan terhadap para pelaku dilakukan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura agar publik dapat mengakses informasi terkait proses hukum secara lebih mudah dan terbuka.

Desakan lainnya yakni Komandan kesatuan dari Yonif Raider 300/Brawijaya yang anggotanya diduga melakukan aksi penyiksaan agar tidak menggunakan alasan tertentu untuk memindahkan persidangannya ke pengadilan militer pada kesatuan asal.

“Pemerintah segera merevisi UU Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997 agar anggota militer diadili di Pengadilan Umum sepanjang tidak terkait pelanggaran disersi dan administrasi,” kata Anum.

Selain itu, mendesak untuk revisi kebijakan keamanan di Papua terkait penempatan pasukan non organik dan profesionalisme aparat keamanan dalam menjalankan tugas dan tangungjawabnya untuk meminimalisasi tindakan diluar hukum/kewenangan institusi.

“Para pelaku konflik bersenjata yakni TNI-Polri dan TPNPB agar menghormati dan melindungi warga sipil. Tidak dibenarkan melakukan penyiksaan dalam bentuk dan alasan apapun terhadap warga sipil apapun latar belakang tanpa bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Agar tidak memberi stigma dan saling tuduh yang berakibat pada jatuhnya korban dari warga sipil dan agar mencegah kejadian berulang terhadap warga sipil,” pungkasnya.

Sebelumnya, potongan video penyiksaan terhadap warga sipil yang diduga dilakukan oknum anggota TNI beredar di grup WhatsApp. Hal ini lantas menimbulkan kemarahan dari sebagian orang yang menyaksikannya, bahkan tak sedikit dari mereka mengutuk tindakan keji itu.

Dalam video tersebut memperlihatkan seorang laki laki Papua dimasukkan ke dalam drum yang berisikan air kotor, kemudian tubuhnya diiris dengan pisau hingga mengeluarkan darah.

Tak hanya itu, pria tersebut juga dipukul secara bergantian diduga sekelompok anggota TNI “Angkat muka anjing,” begitu kata kata yang keluar saat melakukan penyiksaan terhadap pria Papua itu. (fia/wen)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version