Site icon Cenderawasih Pos

Dua Marga Minta Keuskupan Agung Bersurat ke Presiden

Nampak hutan marga Moiwend dan marga Gebze yang telah dibabat habis, Jumat (13/9). Kondisi ini tak lepas dari kebijakan Program Strategis Nasional (PSN) di wilayah Papua Selatan. (Foto LBH)

JAYAPURA – Dua marga di Merauke, Papua Selatan yakni marga Moiwend dan Gebze meminta Keusukupan Agung Merauke ikut bersuara menghentikan penyerobotan dan penggusuran paksa tanah adat atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN). Mereka meminta keuskupan bersurat ke presiden meminta mengkaji kembali bukaan lahan yang sedang terjadi.

Dijelaskan oleh Ketua LBH Papua Pos Merauke, Teddy Wakum bahwa Jumat (13/9) lalu, Marga Moiwend dan Gebze selaku pemilik hak ulayat tanah dan hutan adat di Distrik Ilawayab, Kabupaten Merauke mendatangi Keuskupan Agung Merauke untuk menyerahkan surat yang di dalamnya berisi permohonan kepada Uskup Agung agar ikut bersuara atas penderitaan warga yang tanah dan hutannya sedang diserobot dan digusur paksa oleh pemerintah atas nama PSN.

Marga Moiwend dan Gebze pemilik tanah adat secara terbuka menyatakan penolakan dan tidak menerima aktivitas investasi berskala makro dan menengah di atas tanah adat mereka.

“Kedua marga tersebut dengan terang-terangan menolak proyek strategis nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Biotanol karena diduga kuat menyasar tanah tanah adat mereka,” kata Teddy, saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos, Senin (16/9).

Teddy menyebut perusahaan mulai masuk dan membabat hutan sejak awal Agustus 2024 lalu. Sekitar 619 hektare hutan adat di Wanam yang sudah dibabat habis oleh perusahaan, tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan terus meluas.

“Luasan hutan yang sudah dibabat perusahaan adalah 619 hektare, kumungkinan akan terus bertambah karena pembongkaran masih terus berjalan,” kata Teddy.

Berdasarkan keterangan warga kata Teddy, jauh hari sebelum perusahaan tersebut mulai masuk dan membabat hutan. Marga Moiwend dan Gebze sudah menolak dengan tegas, bahkan mereka bersuara lantang, hanya saja mereka takut lantaran adanya pengawalan dari TNI-Polri yang diduga membackup perusahaan tersebut. Warga sadar betul, bahwa ketika hutan mereka dibabat habis maka mereka akan kehilangan hak atas tanah.

Terlebih lagi daerah yang sedang dibongkar tersebut merupakan tempat berburu, meramu dan tempat mereka bergantung hidup.

“Harusnya pemerintah dalam konteks Otsus ada perlindungan bagi hak hak masyarakat adat sebagaimana Pasal 43  ayat 1 dan 2. Seharusnya menjadi wajib bagi pemerintah untuk menjalankan dan mematuhi undang undang tersebut terkait dengan hak hak masyarakat adat,” tegasnya.

Marga Moiwend dan Gebze sebenarnya tidak anti pembangunan, tetapi mereka menginginkan pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat adat dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat adat saat ini.

“Bukan investasi industri ekstraktif berskala makro yang jelas jelas akan memindahkan kepemilikan atau memaksa masyarakat adat melepaskan hak atas tanah adat, merusak lingkungan dan mengahancurkan ruang-ruang hidup masyarakat adat,” bebernya.

Teddy menerangkan, saat ini hutan dan tanah adat Marga Gebze dan  Moiwend sedang digusur paksa yang diduga kuat dilakukan oleh PT. Jhonlin Group, yang kemudian mendapat pengawalan ketat dari pihak aparat. Hal ini membuat masyarakat adat ketakutan untuk menyampaikan protes dan ketidak setujuan mereka.

Ada pun poin yang hendak disampaikan kepada Uskup yaitu meminta Keuskupan Agung Merauke bersuara terkait penyelamatan ruang hidup masyarakat Adat Papua di Merauke yang terancam akibat adatnya program strategis nasional pengembangan gula dan bio etanol serta ketahanan pangan.

Meminta Keuskupan turut menyuarakan aspirasi terkait pembongkaran hutan dan penggusuran wilayah Adat Marga Moiwend dan Gebze di Distrik Ilwayab agar segera dihentikan.

Meminta Keuskupan Agung Merauke segera menyurati presiden untuk memerintahkan Kementerian Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan kementerian terkait lainnya agar segera menghentikan semua investasi dan PSN yang merusak dan merampas ruang hidup masyarakat Adat Papua di Merauke khususnya Marga Moiwend dan Gebze di Merauke yang sedang digusur paksa dan hutannya dirusak.

Poin lainnya, Keuskupan Agung Merauke segera menyurati Komnas HAM RI segera melakukan investigasi menyeluruh atas dugaan pelanggaran hak hak masyarakat adat seperti penggusuran paksa hutan dan tanah ulayat marga Gebze dan Moiwend serta dugaan pelibatan aparat dengan kekuatan bersenjata pada area dimaksud.

“Lalu menyurati Kapolri dan Pimpinan TNI untuk evaluasi pelibatan anggota yang berada di area yang sedang digusur,” tutup Teddy. (fia/ade)

Layanan Langganan Koran Cenderawasih Pos, https://bit.ly/LayananMarketingCepos

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version