Site icon Cenderawasih Pos

Kejati Ditantang Segera Ungkap Dugaan Korupsi Dana PON XX

Anthon Raharusun (foto:Elfira/Cepos)

JAYAPURA – Direktur Papua Anticorruption Investigation, menantang Kejaksaan Tinggi Papua, segera mengungkap para pejabat yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi dana PON XX, yang digelar di Papua pada 2021 silam itu.

Tantangan tersebut tak terlepas dari penyampaian Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono, yang menyebut bahwa pihaknya sudah memeriksa 30 lebih saksi dari kasus korupsi dana PON XX Papua 21, nanti pengumuman resminya disampaikan Januari 2024.

Ada pun nominal angka dari kasus PON XX Papua 2021, yang akan ditangani sekitar Rp 6 T hingga Rp 8 T dengan melibatkan tokoh tokoh penting di Papua.

“Menurut saya, ini adalah kasus korupsi paling besar yang terjadi di Papua. Tetapi jika kita membaca nilai kerugian negara yang mencapai 6 T hingga 8 T. Artinya, Kejaksaan Tinggi belum memiliki data yang valid, jangan sampai sebatas melempar isu ini ke publik namun kemudian penanganannya berjalan ditempat,” terang Direktur Papua Anticorruption Investigation, Anthon Raharusun, kepada Cenderawasih Pos, Rabu (10/1).

Menurutnya, jika Kejati Papua bisa membongkar kasus ini. Bisa dikatakan sebagai prestasi yang luar biasa, sebab baru pertama kali terjadi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Papua dengan nilai yang sangat fantastis.

“Tetapi dibalik nilai fantastis tersebut, kami meragukan tentang dugaan dugaan yang disampaikan Kejati Papua. Sebab, jika benar sudah ada bukti yang kuat dari hasil penyelidikan dan penyidikan, lalu kemudian akan menentukan tersangkanya. Maka tidak  bisa lagi kita menduga duga dengan angka 6 T sampai 8 T,” bebernya.

Lanjut Anthon, jangan sebatas menyebut angka fantastis tapi kemudian penanganannya dipertanyakan. Sebab ini menyangkut kredibilitas daripada Kejaksaan Tinggi Papua.

“Kita menantang Kejati Papua, apakah betul nilai korupsinya sebesar 6T hingga 8 T ? Ataukah itu sebatas perkiraan yang belum memiliki bukti yang cukup untuk menentukan kerugian negara, karena seringkali aparat penegak hukum baik itu Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK. Dalam menentukan kerugian negara selalu menggunakan hasil audit investigasi dari BPKP,” ucap Anthon, yang juga selaku Ketua DPC PERADI Suara Advokat Indonesia Kota Jayapura.

Padahal, lanjut Anthon, BPKP bukanlah lembaga audit yang memiliki kewenangan konstitusional untuk mengklaim adanya kerugian negara.

“Sekarang yang kita pertanyakan, apakah Kejati Papua sudah memiliki hasil audit dari BPK sehingga menyatakan ada kerugian sebesar itu. Saya yakin Kejati belum memiliki bukti atau belum memiliki hasil audit dari BPK,” kata Anthon.

Anthon menduga, kerugian negara yang disampaikan Kajati Papua ke media sebatas dugaan dugaan sementara yang belum memiliki bukti cukup untuk bisa menetapkan tersangkanya.

“Apakah bisa dalam waktu dekat ini seperti janji Kejati bahwa menetapkan para tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana PON tersebut. Jangan sebatas melemparkan isu besar di media untuk menakuti nakuti pejabat, tetapi kemudian dibalik itu diselesaikan dengan cara cara yang tidak profesional,” bebernya.

Dikatakan Anthon, banyak kasus korupsi di Papua yang berjalan di tempat. Kalau pun muncul ke publik, itu hanya hitungan jari yakni 1 atau 2 kasus yang bisa naik ke pengadilan

“Saya tidak begitu percaya jika kasus korupsi dengan nilai Rp 6 T hingga 8 T yang disebutkan ini bisa berjalan sebagaimana mestinya, atau bisa ditindak lanjuti dengan menetapkan para tersangka,” ungkapnya.

Ia berharap Kejati Papua konsisten dengan apa yang disampaikan ke media, bahwa mereka akan menetapkan para tersangka dalam bulan januari sebagaimana ynag sudah ditunggu masyarakat.

“Jangan umumkan ke publik hanya untuk menakut nakuti para pejabat atau orang orang yang diduga terlibat, namun harus konsisten melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kita juga harap penanganannya harus extra ordinary, sehingga hasil penyelidikan atau pun penyidikan dapat menentukan siapa para tersangka dibalik kerugian negara yang nilainya katanya Rp 6 T hingga Rp 8 T,” katnya.

Anthon juga berharap, dalam penetapan tersangka. Kejaksaan tidak tebang pilih, harus berdasarkan bukti yang cukup untuk menentukan seseorang jadi tersangka. Jangan sampai menjadi boomerang bagi Kejati dalam hal menentukan tersangka.

Sebelumnya, pada Desember lalu, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono menyebut jika pihaknya sudah memeriksa 30 lebih saksi dari kasus korupsi dana PON XX Papua 21. Dimana kasus ini terkuak setelah banyak pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan PON XX Papua 2021, yang belum terbayarkan hingga kini.

“Jumlahnya ratusan M pihak-pihak yang belum dibayarkan oleh panitia PON XX, saya juga berharap tidak ada pihak yang mencoba melakukan upaya melawan hukum dari kasus ini,” ujarnya.

Dia menambahkan, nominal angka dari kasus PON XX Papua 2021 yang akan ditangani sekitar Rp 6 T hingga Rp 8 T dan melibatkan tokoh-tokoh penting di Papua. (fia/wen)

Dapatkan update berita pilihan setiap hari dari Cenderawasihpos.jawapos.com 

BACA SELENGKAPNYA DI KORAN DIGITAL CEPOS  https://www.myedisi.com/cenderawasihpos

Exit mobile version